![]() |
مجلس الحديث النبويّ الشريف
MAJELIS KAJIAN HADITS BERSAMA ZULKIFLI ZAKARIA
DI RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE (TMC)
Jl. Basuki Rahmat No.1 Pariaman
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Bahasan Hadits tentang Mengimani Azab Kubur
Rabu, 7 Jumadil Ula 1447 H / 29 Oktober 2025 M
Teks Hadits:
17 - (2685) حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْثَرٌ، عَنْ مُطَرِّفٍ، عَنْ عَامِرٍ، عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ، كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ»، قَالَ: فَأَتَيْتُ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَذْكُرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثًا إِنْ كَانَ كَذَلِكَ، فَقَدْ هَلَكْنَا، فَقَالَتْ: إِنَّ الْهَالِكَ مَنْ هَلَكَ بِقَوْلِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ، كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ»، وَلَيْسَ مِنَّا أَحَدٌ إِلَّا وَهُوَ يَكْرَهُ الْمَوْتَ، فَقَالَتْ: قَدْ قَالَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَيْسَ بِالَّذِي تَذْهَبُ إِلَيْهِ، وَلَكِنْ إِذَا شَخَصَ الْبَصَرُ، وَحَشْرَجَ الصَّدْرُ، وَاقْشَعَرَّ الْجِلْدُ، وَتَشَنَّجَتِ الْأَصَابِعُ، فَعِنْدَ ذَلِكَ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ، كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
Telah menceritakan kepada kami Sa‘īd bin ‘Amr al-Asy‘atsī, telah mengabarkan kepada kami ‘Abtsar, dari Mutharrif, dari ‘Āmir—yakni Asy-Sya‘bī--dari Syuraih bin Hāni’, dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ، كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ»
“Barang siapa mencintai perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun mencintai perjumpaan dengannya. Dan barang siapa membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun membenci perjumpaan dengannya.”
Syuraih berkata (lagi), “Aku kemudian mendatangi ‘Āisyah radhiyallāhu ‘anhā, lalu berkata:
“Wahai Ummul Mu’minin, aku mendengar Abu Hurairah menyebutkan sebuah hadits dari Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam. Jika benar seperti yang dikatakannya, maka kita binasa!”
‘Āisyah bertanya: “Mengapa demikian?”
Aku menjawab: “Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Barang siapa mencintai perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun mencintai perjumpaan dengannya; dan barang siapa membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun membenci perjumpaan dengannya.’ Padahal tidak ada seorang pun di antara kita melainkan ia membenci kematian.”
‘Āisyah berkata: “Memang Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda demikian, tetapi bukan sebagaimana yang engkau pahami. Akan tetapi, maksudnya ialah ketika pandangan sudah menatap kosong, napas tersengal-sengal di dada, kulit menggigil, dan jari-jari menegang, maka pada saat itulah —barang siapa yang mencintai perjumpaan dengan Allah, maka Allah mencintai perjumpaan dengannya; dan barang siapa yang membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah membenci perjumpaan dengannya.”
(HR. Muslim, no. 2685-17)
Pelajaran dari Hadits ini:
Syarah dan Kandungan Makna
Hadits ini merupakan salah satu dalil tentang keadaan ruh di saat sakaratul maut dan hubungannya dengan iman seseorang terhadap kehidupan akhirat. Ia erat kaitannya dengan iman kepada azab dan nikmat kubur, karena mencintai perjumpaan dengan Allah adalah tanda kebahagiaan ruh yang yakin akan rahmat-Nya, sedangkan membenci perjumpaan itu menunjukkan ketakutan karena dosa dan kehinaan amal.
Makna “Mencintai Pertemuan dengan Allah” )liqā’ullāh lahir( ialah sebagaimana firman Allah subḥānahu wata‘ālā:
{الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (32)} [النحل: 32]
“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, para malaikat berkata: ‘Salām atas kalian, masuklah ke dalam surga karena amal yang telah kalian kerjakan.’”
(QS. An-Naḥl [16]: 32)
Orang yang hatinya penuh iman dan amal shalih akan menyambut kabar ini dengan gembira, sehingga ia benar-benar “mencintai” perjumpaan dengan Allah.
Adapun membenci kematian, tidaklah berarti membenci liqā’ullāh sebagaimana dijelaskan oleh ‘Āisyah radhiyallāhu ‘anhā, rasa takut terhadap kematian adalah tabiat manusia, bukan tanda kebencian terhadap Allah.
Yang tercela adalah kebencian terhadap liqa’ullah--perjumpaan dengan-Nya--karena tidak yakin akan ampunan dan rahmat-Nya.
Orang yang mengimani adanya nikmat dan azab kubur akan lebih mudah memahami hadits ini.
Orang beriman akan melihat pintu surga dibukakan baginya saat sakaratul maut, sehingga ia rindu dan gembira untuk bertemu dengan Allah.
Sebaliknya, orang kafir dan munafik melihat tempat azabnya di neraka, maka ia pun takut dan menolak kematian — inilah makna “karahah liqā’illah” (membenci perjumpaan dengan Allah).
Hikmah dan Pelajaran
1. Tanda kebahagiaan (sa‘ādah) seseorang ialah kegembiraan ruhnya ketika menghadapi kematian.
2. Cinta kepada Allah dan keyakinan terhadap janji-Nya melahirkan ketenangan menghadapi ajal.
3. Membenci liqā’ullah menunjukkan lemahnya iman kepada hari akhir dan takutnya jiwa karena dosa.
4. Azab kubur adalah nyata, dan iman kepadanya merupakan bagian dari rukun iman yang harus diyakini.
5. Orang yang beriman akan diberi busyra (kabar gembira) saat meninggal, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30)} [فصلت: 30]
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka istiqamah (berpegang teguh di atas jalan yang benar), maka malaikat akan turun kepada mereka (pada saat kematian mereka seraya berkata):
‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu.’”
(QS. Fushshilat [41]: 30)
Penutup
Hadits ini menggambarkan kebahagiaan sejati orang beriman yang menanti perjumpaan dengan Rabb-nya dengan ridha dan cinta, karena yakin bahwa akhir kehidupannya adalah awal kenikmatan yang abadi.
Sebaliknya, bagi orang yang berpaling dari Allah, datangnya malaikat maut adalah awal penderitaan yang mengerikan.
Maka, mencintai perjumpaan dengan Allah berarti menyambut kematian dengan iman dan amal, bukan dengan keputusasaan.
Setiap kali kita memperbarui iman dan memperbanyak amal shalih, kita sedang menyiapkan hati untuk hari yang paling indah — hari bertemu dengan Allah subḥānahu wata‘ālā.
Wallāhu a’lam
