![]() |
Oleh: Ridwan Arif, S.Fil.I, M.Ud., Ph.D, Tk. Bandaro
ASAL USUL KETURUNAN DAN KELUARGA
Nama kecil beliau ialah Muhammad Rukun. Setelah menyelesaikan pendidikan di surau (pesantren), ia dianugerahi gelar Tuanku Marajo. Di kalangan masyarakat sekitar dan para jama’ah tarekat syathariyah ia masyhur dengan panggilan “Buya Ungku Marajo”. Sementara itu murid-muridnya memanggil “Buya Surau Cubadak”. Selanjutnya dalam tulisan ini ditulis Syekh Ungku Marajo. Syekh Ungku Marajo dilahirkan di Sungai Talang, Korong Kampung Dadok, Nagari Kuranji Hulu, Kecamatan Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 1918 dari pasangan Mataf (ayah) dan Tiraman (ibu). Ayahnya seorang guru Tarekat Syathariyyah di kampungnya walaupun ia bukan alumni pondok pesantren. Dengan kata lain sang ayah bukan seorang yang ‘alim di ilmu-ilmu syari’at. Hanya mempelajari dan mendalamai ilmu tarekat kemudian mendapat kepercayaan dari gurunya untuk mengajarkan kepada masyarakat di kampungnya.
Syekh Ungku Marajo memiliki banyak saudara/saudari. Di antara saudara seibu beliau ialah: Lingkung, Wahab, Jabun, dan dua orang lagi saudari perempuan yang tidak diketahui nama mereka. Saudara seibu-sebapak beliau ialah Sarat dan Alai. Sementara saudara seayah beliau ialah Sagik, Tuanku Mudo; Idris, Tk. Kuniang.
Syekh Ungku Marajo memiliki dua orang istri: Januri (w. 2012) dan Hafifah. Yang pertama berasal dari Korong Sungai Lawai, Nagari Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman. Syekh Ungku Marajo menikah dengannya pada tahun 1942. Sedangkan yang kedua berasal dari Nagari Sungai Asam, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman. Dengan isteri yang kedua ini Syekh Ungku Marajo menikah dengannya pada tahun 1967 ketika sang isteri berusia 14 tahun.
Dengan istri pertama Syekh Ungku Marajo dikurniai lima orang anak:
Daniar (l. 1943), meninggal pada umur lima tahun;
Seorang anak perempuan, meninggal pada umur lima bulan;
Sa’adah (l. 1955);
H. Musawir, Tuanku Kuniang (l. 1958);
Mardiana (l.1961).
Dengan istri kedua dianugerahi anak-anak:
Munawar (l.1969);
Darmansyah (l.1972);
Siti Jamilah (l.1973);
Siti Hasanah (l.1975);
Mulhazah (l.1977).
PENDIDIKAN
Pada umur delapan tahun, Syekh Ungku Marajo masuk Sekolah Rendah (sekarang Sekolah Dasar). Setelah tamat Sekolah Rendah, sebagaimana lazimnya remaja Minang, ia belajar ilmu seni beladiri Pencak Silat dengan kakak seibunya, Wahab (mungkin Abdul Wahab). Sedangkan pendidikan keislaman dimulai dengan pendidikan membaca al-Qur’an dengan kedua orang tua dan surau-surau di kampungnya. Setelah menginjak remaja, tepatnya pada tahun 1934, Syekh Ungku Marajo diantarkan oleh kakaknya (seayah), Sagik, Tk. Mudo ke Surau (Pondok Pesantren) Kamumuan untuk belajar ilmu-ilmu keagamaan. Syekh Kamumuan adalah seorang ulama syathariyah terkemukan di zamannya dan merupakan murid dari Syekh Aminullah yang masyhur dengan panggilan Syekh Mato Aie.
Setelah belajar dengan Syekh Kamumuan lebih kurang dua tahun (tahun 1936), Syekh Ungku Marajo berniat untuk menuntut ilmu ke tempat lain. Ia layangkan pandangan ke arah darek (dataran tinggi Minangkabau), lalu ia memutuskan Koto Tuo sebagai pilihannya. Pada masa itu di Koto Tuo ada sebuah surau (pondok pesantren) yang memiliki banyak santri. Pesantren yang berada di Nagari Koto Tuo, kecamatan IV Koto, kabupaten Agam ini dipimpin oleh seorang tokoh ulama Syathariyah terkemuka di Minangkabau abad ke-20 yaitu Syekh ‘Aluma. Di Koto Tuo Syekh Ungku Marajo hanya mengaji lebih kurang satu tahun. Ini karena setelah itu ia ikut seniornya, Syekh Isma’il yang membuka pesantren di Kiambang, Kecamatan 2X11 Enam Lingkung. Dengan kata lain, sejak saat itu (tahun 1937) Syekh Ungku Marajo belajar dengan Syekh Isma’il sampai dianugerahi gelar tuanku yaitu “Tuanku Marajo” (pada tahun 1940). Dengan demikian durasi masa belajar Syekh Ungku Marajo di Kiambang lebih kurang tiga tahun.
PAHAM KEAGAMAAN
Sebagai seorang ulama Tarekat Syathariyah, dalam pandangan keagamaan Syekh Ungku Marajo mengikuti paham keagamaan guru-guru beliau yang bersilsilah kepada Syekh Burhanuddin Ulakan dan Syekh ‘Abdul Ra’uf al-Fanshuri al-Singkili yaitu mengikuti aliran Ahl Sunnah wal-Jama’ah dalam konsep Imam Abu Hasan al-Asy’ari (Asy’ariyah) dalam akidah, Mazhab Syafi’i dalam fikih dan, Tarekat Syathariyah dalam tasawuf. Beliau memegang teguh paham keagamaan ini. Ia berpesan kepada murid-murid dan jama’ahnya untuk senantiasa istiqamah dalam meyakini dan mengamalkan paham keagamaan yang ia warisi dari guru-gurunya. Sebagaimana disinggung di atas, Syekh Ungku Marajo mengikuti aliran Ahl Sunnah wal-Jama’ah dalam konsep Imam Abu Hasan al-Asy’ari (Asy’ariyah) dalam akidah, Mazhab Syafi’i dalam fikih dan, Tarekat Syathariyah dalam tasawuf.
KEPRIBADIAN
Syekh Ungku Marajo adalah sosok yang sangat patuh kepada guru. Salah satu buktinya ialah ia diperintahkan oleh gurunya, Syekh Isma’il Kiambang untuk mengaktifkan sebuah surau di kampung sang guru. Pada waktu itu surau tersebut sudah tidak aktif. Tanpa berpikir panjang Syekh. M. Rukun menyanggupi dan melaksanakan perintah sang guru. Berkat keyakinan dan istiqamahnya Syekh Ungku Marajo, surau tersebut kembali aktif dan memiliki banyak santri dan jam’ah pengajian. Surau yang dimaksud adalah Surau Cubadak yang memiliki nama formal Pondok pesantren Miftahul istiqamah. Syekh Ungku Marajo istiqamah di Surau Cubadak mengajar santri dan mencerdaskan umat sampai akhir hayatnya. Puteranya, H. Musyawir, Tk. Kuniang bercerita, banyak suka-duka yang dialami oleh sang ayah sepanjang pengabdiannya mengaktifkan kembali Surau Cubadak. Namun semua itu ia hadapi dengan tabah, tawakkal dan tanpa mengenal putus asa.
Kepribadian Syekh Ungku Marajo berikutnya ialah teguh pendirian (istiqamah) dalam meyakini dan mengamalkan paham keagamaan sesuai dengan ilmu yang ia terima dari gurunya. Kepribadian lain dari Syekh ungku marajo ialah zuhd dan qana’ah. Menurut penuturan puteranya, H. Musyawir, Tk. Kuniang, dari aspek ekonomi, sampai akhir hayatnya, Syekh Ungku Marajo hidup dalam kondisi keuangan yang relatif memadai bahkan kadang pas-pasan. Namun hal itu tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap aktif mengajar santri-santri dan jama’ahnya. Selain itu, walau dengan kondisi keuangan yang relatif cukup, ia masih bisa menjalani hidup dengan tenang. Mungkin ia sangat menghayati maqam zuhd (tidak mencintai kehidupan dunia) dan qana’ah (merasa cukup dengan rezeki yang diterima), dua ajaran penting dalam tasawuf. Selain itu Syekh Ungku Marajo juga seorang yang rendah hati (tawadhu’) ia tidak suka menonjolkan diri. Dari aspek penampilan ia tampil sederhana, bersahaja tetapi tetap memperhatikan kepatutan dan kepantasan.
PENGABDIAN DAN KONTRIBUSI
Mendidik dan mengajar santri (memmimpin Pondok Pesantren)
Setelah dianugerahi gelar tuanku yang bermakna beliau sudah diizinkan oleh gurunya untuk menyampaikan ilmu yang didapatkan kepada masyarakat dan mendidik para santri, Syekh Ungku Marajo mendirikan pondok pesantren di kampung istrinya, Korong Sungai Lawai, Nagari Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Limau. Di pesantren ini beliau mendidik dan mengajar santri dalam berbagai cabang ilmu keislaman serta mengajarkan Tarekat Syathariyah kepada masyarakat. Aktivitasnya di pesantren ini berlangsung lebih kurang sepuluh tahun. Pada tahun 1950, sang guru yaitu Syekh Isma’il meminta beliau untuk menghidupkan sebuah surau (pondok pesantren) di kampung sang guru, Sungai Asam. Surau ini dikenal dengan nama Surau Cubadak. Sampai sekarang surau ini masih kekal disebut sebagai Surau Cubadak, namun nama formalnya ialah Pondok Pesantren Miftahul Istiqamah. Syekh Ungku Marajo yang dikenal sebagai pribadi yang sangat patuh kepada guru ini langsung menerima dan melaksanakan titah sang guru. Surau Cubadak adalah surau tertua (dalam pengertian pondok pesantren) di Nagari Sungai Asam. Pada masa dulu di surau ini mengajar seorang ‘alim yang berasal dari Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Djamaris, Tk. Kuniang (w. 1945) yang dikenali dengan Ungku Surau Cubadak Nan Tuo. Syekh Djamaris adalah adik seperguruan (yunior) Syekh Aluma Koto Tuo.
Setelah Ungku Surau Cubadak nan Tuo wafat, Surau Cubadak menjadi sepi. Para santri pindah belajar ke surau lain karena tiadanya guru pengganti yang meneruskan pembelajaran. Ketika Syekh Ungku Marajo datang ke Surau Cubadak untuk pertama kalinya, surau ini adalah sebuah surau non-aktif, sudah tidak ada lagi aktivitas belajar-mengajar dan peribadatan di dalamnya (dalam istilah bahasa Minang disebut surau tingga).
Berkat keta’atan kepada guru dan keyakinan akan pertolongan Allah SWT, akhirnya Syekh Ungku Marajo berhasil menghidupkan kembali Surau Cubadak. Banyak pemuda berdatangan ke surau tersebut untuk menuntut ilmu-ilmu keislaman, berguru kepada Syekh ungku marajo. Mereka datang dari berbagai kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman seperti Kecamatan 2X11 Enam Lingkung, Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kecamatan Sungai Limau, Kecamatan Sungai Geringging, Kecamatan 2X11 Kayu Tanam dan lain-lain. Selain itu ada santri yang datang dari Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Bahkan ada yang datang dari luar pulau Jawa yaitu Provinsi Banten. Pada masa Syekh Ungku Marajo memimpin pesantren ini jumlah santri lebih kurang 90 orang. Surau Cubadak mengeluarkan lulusan yang ‘alim dengan ilmu-ilmu keislaman yang nantinya mereka mengabdikan ilmunya kepada agama dan masyarakat melalui berbagai profesi dan aktivitas seperti: pendiri dan guru pondok pesantren, pendakwah (da’i), guru umat, politisi, aparatur sipil Negara (ASN), dan lain-lain.
Di antara murid-murid beliau yang terkemuka ialah:
Buya H. Sa’ali, Tk. Mudo (pimpinan dan guru Pondok Pesantren Syekh Balinduang, Nagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau);
Buya Mayulis, Tk. Hitam, (pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Istiqamah, Bungo Tanjung, Kecamatan Sungai Geringging);
Buya Ali Umar, Tk. Sutan (guru Tarekat Syathariyah di Pulau Aie);
Buya Syahbuddin, Tk. Sutan, (pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Istiqamah (Surau Air Tabik), Sigaung, Kecamatan 2X11 Enam Lingkung);
Buya H. Martiwin, Tk. Bagindo (Guru/ Mursyid Tarekat Syathariah di DKI Jakarta, Provinsi Banten, dan Provinsi Jawa Tengah.
Drs. H. Masri Chan, Tk. Maharajo Basa (mantan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Padang Pariaman )
Sa’amar, Tk. Sidi (politisi dan mantan anggota DPRD Kabupaten Padang Pariaman dari Partai Golkar).
Mencerdaskan Umat dan Mengembangkan Tarekat Syathariyah.
Surau Cubadak bukan hanya lembaga pendidikan yang mendidik dan mengajar santri ilmu-ilmu keislaman dengan menggunakan kitab kuning, tetapi juga pusat pendidikan masyarakat serta pusat pengembangan Tarekat Syathariyah. Di Surau Cubadak Syekh Ungku Marajo membuat program pengajian umum pada setiap hari Rabu, sedangkan untuk pengajian tasawuf/ Tarekat Syathariyah (pengajian khusus) pada setiap hari Ahad. Pengajiannya dihadiri oleh ramai jama’ah yang datang dari Nagari Sungai Asam sendiri, Nagari tetangga bahkan dari kecamatan tetangga. Dengan program ini jelas, perhatian Syekh Ungku Marajo tidak hanya terpusat pada mencetak kader ulama, tetapi juga mencerdaskan masyarakat (kalangan awam) dengan ilmu-ilmu syariat secara umum dan ilmu tasawuf-tarekat secara khusus. Dalam konteks Tarekat Syathariah, peran Syekh Ungku Marajo dalam mengembangkan tarekat ini di Kabupaten Padang Pariaman tidak diragukan lagi. Bahkan melalui seorang muridnya Buya H. Martiwin, Tk. Bagindo (w. April 2021), Syekh Ungku Marajo memainkan peran penting dalam pengembangan Tarekat Syathariyah di Pulau Jawa. Buya H. Martiwin, Tk. Bagindo adalah Guru/ Mursyid Tarekat Syathariah di DKI Jakarta; Serang dan Tengerang (Provinsi Banten); Pandeglang dan Bandung (Provinsi Jawa Barat) dan; Solo dan Semarang (Provinsi Jawa Tengah). Jama’ah yang menjadi murid Buya H. Martiwin bukan hanya berasal dari para perantau Minang, tetapi juga masyarakat tempatan (lokal) seperti dari suku-bangsa Betawi, Sunda dan Jawa.
WAFAT
Syekh Ungku Marajo wafat pada hari Ahad, 12 Rajab 1409/ 19 Februari 1989. Para murid, jama’ah dan masyarakat sekitar memadati komplek surau cubadak pada hari kewafatan beliau. Umat kehilangan seorang ulama panutan yang kharismatik dan ikhlas dalam mendidik. Beliau dimakamkan di komplek surau beliau, Pondok Pesantren Miftahul Istiqamah (Surau Cubadak). Untuk mengenang jasanya, murid-muridnya menetapkan ziarah tahunan ke makam beliau. Ada dua jadwal ziarah tahunan ke makam Syekh Ungku Marajo: 1) Masyarakat sekitar kompleks pesantren (Nagari Sungai Asam dan sekirarnya) berziarah pada setiap hari Selasa minggu ke-1 bulan Rajab; 2) Para ulama dari kalangan murid beliau beserta jama’ah berziarah pada setiap hari Selasa bulan Safar, sehari sebelum kegiatan bersafar ke makam Syekh Burhanuddin di Ulakan. Perjuangan beliau dalam mendidik santri, mengajar jama’ah dan memimpim Pondok Pesantren Miftahul Istiqamah dilanjutkan oleh putera beliau, Buya H. Musyawir, Tk. Kuniang.
Sumber data:
Wawancara dengan Buya H. Musyawir, Tk. Kuniang pada tahun 2017.
Wawancara dengan Jemmy Ibnu Suardi, M.Pd.I, Tk. Sidi Pada 18 Juni 2025
Catatan Buya H. Musyawir, Tk. Kuniang, didapatkan melalui Satria Efendi, Tk. Kuniang pada 14 Juni 2025
Wawancara dengan Satria Efendi, Tk. Kuniang pada 14 Juni 2025