![]() |
مجلس الحديث النبويّ الشريف
MAJELIS KAJIAN HADITS BERSAMA ZULKIFLI ZAKARIA
DI RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE (TMC)
Jl. Basuki Rahmat No.1 Pariaman
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
BAHASAN HADITS TENTANG MENGIMANI AZAB KUBUR
Rabu, 16 Rabi’ul Akhir 1447 H / 8 Oktober 2025 M
Teks Hadits:
2931 - حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا عِيسَى، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبِيدَةَ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ الأَحْزَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَلَأَ اللَّهُ بُيُوتَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَارًا، شَغَلُونَا عَنِ الصَّلاَةِ الوُسْطَى حَتَّى غَابَتِ الشَّمْسُ»
Telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm bin Mūsā, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami ‘Īsā, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Hisyām, dari Muhammad, dari ‘Ubaidah, dari ‘Ali radhiyallāhu ‘anhu. ‘Ali berkata: Ketika terjadi perang al-Ahzab, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«مَلَأَ اللَّهُ بُيُوتَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَارًا، شَغَلُونَا عَنِ الصَّلاَةِ الوُسْطَى حَتَّى غَابَتِ الشَّمْسُ»
“Semoga Allah memenuhi rumah-rumah dan kubur mereka dengan api! Mereka telah menyibukkan kami dari shalat al-wustha hingga matahari terbenam.”
(HR. Al-Bukhārī, no. 2931)
Pelajaran dari Hadits ini:
Konteks Peristiwa
Perang Khandaq atau al-Ahzāb terjadi pada tahun kelima Hijriyah. Saat itu, kaum musyrikin Quraisy bersama sekutu mereka mengepung Madinah dengan tujuan memusnahkan umat Islam. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat menggali parit (khandaq) sebagai benteng pertahanan. Tekanan serangan sangat berat hingga para sahabat tertahan dari melaksanakan salat ‘Ashar tepat waktu.
Dalam keadaan itu, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam mengucapkan doa di atas — sebuah bentuk kemarahan terhadap orang-orang kafir yang secara sengaja menghalangi ibadah wajib kepada Allah subhānahu wata’āla.
Doa Murka Diperbolehkan terhadap yang Menghalangi Agama Allah
Doa Nabi agar kubur dan rumah musuh dipenuhi api bukanlah luapan emosi pribadi, melainkan bentuk penegasan terhadap kezaliman besar: menghalangi kaum Muslim dari shalat.
Ibn Hajar al-‘Asqalānī rahimahullāh berkata:
“Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya berdoa keburukan bagi orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, meskipun orang yang berdoa khawatir mereka akan mendoakan keburukan balik.”
(Fatḥ al-Bārī, 6/107)
Dasar Hukum Boleh Mendoakan Azab bagi Orang Kafir yang Zalim
Allah subhānahu wata’āla berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا (57)} [الأحزاب: 57]
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat.”
(QS. al-Aḥzāb: 57)
Ayat ini menjadi dalil bahwa doa laknat bagi musuh Allah adalah bentuk tabarru’ min asy-syirki wa ahlihi (berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya), bukan sekadar permusuhan pribadi.
Maka doa Nabi dalam hadits Khandaq ini selaras dengan hukum syar‘i bahwa orang kafir yang memerangi dan menghalangi ibadah memang layak mendapat doa laknat atau azab.
Perbedaan antara Doa Murka dan Doa Hidayah
Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam terkadang berdoa untuk azab bagi musuh (seperti Abu Lahab dan kabilah yang menolak dakwah), namun dalam kesempatan lain beliau juga berdoa agar musuh mendapatkan petunjuk.
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, ia berkata: Telah datang Ath-Thufail bin ‘Amr kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata: “Sesungguhnya kaum Daus telah binasa; mereka telah durhaka dan enggan (menerima dakwah), maka berdoalah kepada Allah agar membinasakan mereka.”
Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ»
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaum Daus dan datangkanlah mereka (ke dalam Islam).”
(HR. Al-Bukhārī, no. 4392)
Ini menunjukkan bahwa doa murka bukan keharusan, melainkan pilihan yang disesuaikan dengan keadaan dan niat: jika masih ada harapan hidayah, maka rahmat lebih utama; tetapi bila mereka berkeras menentang Allah, maka doa azab adalah adil.
Dari keseimbangan dua jenis doa Nabi — doa murka dan doa hidayah — kita belajar bahwa rahmat tidak meniadakan keadilan, dan keadilan tidak meniadakan kasih sayang.
Adab dalam Mendoakan Azab
Ulama menegaskan agar seorang mukmin menjaga niat ketika berdoa. Doa azab tidak boleh lahir dari kebencian pribadi, tetapi karena membela agama Allah subhānahu wata’āla. Maka doa seperti dalam hadits Khandaq adalah doa yang diwarnai ghirah terhadap kehormatan agama, bukan sekadar dendam manusiawi.
Kandungan Fiqh dan Aqidah
1. Hadits ini menegaskan bahwa azab kubur adalah hak, sebagaimana doa Nabi “malā’a Allāhu qubūrahum nāran” menunjukkan eksistensinya.
2. Menunda shalat karena uzur syar‘i (seperti perang) tidak membatalkan kewajiban, tetapi menunjukkan besarnya dosa orang yang menjadi sebab penundaan itu.
3. Maka doa Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam ini menjadi dalil atas kebenaran adanya azab kubur, sebagaimana diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jama‘ah, serta bolehnya berdoa agar Allah menimpakan azab kepada musuh-musuh yang menentang syariat-Nya.
Refleksi dan Relevansi Masa Kini
Pada masa sekarang, kita menyaksikan berbagai bentuk permusuhan terhadap Islam — baik dalam bentuk fisik, penghinaan simbolik, maupun propaganda untuk menjauhkan umat dari ibadah. Dalam konteks ini, doa Nabi menjadi pengingat bahwa Islam bukan agama pasif di hadapan kezhaliman, tetapi agama yang menegakkan keadilan dengan adab.
Do’a seorang mukmin bukanlah alat dendam, melainkan seruan agar kebenaran ditegakkan.Umat Islam tetap dituntut menjaga adab: mendoakan hidayah bagi yang belum jelas keadaannya, dan memohon keadilan bagi yang terang-terangan memusuhi Allah dan Rasul-Nya.
Wallāhu a’lam
