![]() |
Bakri Tuanku Mangkuto |
MU-ONLINE, -- Namanya pendek saja. Bakri. Nama yang diangkutnya sejak lahir 5 Juli 1962 di Toboh Durian, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman. Lama mengaji di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi, beliau bergelar Tuanku Mangkuto. Maka setelah tamat mengaji dengan Syekh H Ibrahim di Ampalu Tinggi, namanya bertambah menjadi Bakri Tuanku Mangkuto.
Sejak tamat sekolah di kampungnya, Bakri ini sepertinya menghabiskan waktunya dengan mengaji, jadi anak siak di Pondok Pesantren Luhur Kalampaian Ampalu Tinggi. Berbilang tahun lamanya, dia mencari ilmu, menggali kaji dengan guru, menghafal kaji dengan membimbing santri yunior, sehingga menjadikan dia sebagai anak siak yang hebat.
Sejak dari kaji matan, seperti matan bina, jurmiah, dan matan lainnya, hingga menggali kitab besar, tafsir, fiqih, nahwu, sharaf, dan kajian lainnya, Bakri terkenal menggalinya di pesantren tertua di Padang Pariaman ini.
Bukti kehebatan Bakri, terbukti beliau diminta kembali memimpin jalannya Pondok Pesantren Luhur Kalampaian itu. Dia tercatat sebagai khalifah kedelapan Surau Kalampaian. Oleh Syekh H Nurdin Tuanku Sidi, Bakri diminta melanjutkan estafet kepemimpinan di Ampalu Tinggi. Kenapa! Bakri termasuk satu dari sekian lulusan Ampalu Tinggi yang tersohor kehebatannya membaca dan mencerna kitab klasik, sebagai referensi utama di lingkungan pesantren.
Maka, dari tahun 2009 hingga 2019, Ampalu Tinggi dipimpin oleh Bakri ini. 10 tahun lamanya dia memimpin pondok itu. Hanya ajal yang memisahkan dia dengan pesantren. Tepatnya, tanggal 19 Desember 2019, Bakri menemui ajalnya.
Sebelum balik ke Ampalu Tinggi, Bakri juga mendirikan pondok pesantren di Toboh Durian, kampungnya sendiri. Meski tak banyak anak siak mengaji di surau yang dia buat, tetapi pesantrennya cukup mendapat sambutan dari jaringannya sendiri. Banyak santri dari Sungai Geringging, Padang Pariaman, Pasaman dan Riau yang mengaji ke Toboh, tempat Bakri mendidik anak siak.
Beliau Bakri ini terkenal dengan ulama yang tegas, kuat memegang fatwa. Baginya, ilmu harus diamalkan. Makanya, beliau terkenal malin dan alim. Malin, beliau betul-betul menguasai keilmuan fiqh yang menjadi pakaian umat dalam beribadah dan berubudiyah. Baginya, perbuatan sosial sekalipun, tapi tak bersua kajian dan dalilnya, dengan tegas beliau menyelamatkan umat dari kesesatan.
Pernah suatu ketika beliau duduk dalam kegiatan peringatan maulid di surau milik masyarakat Toboh. Maulid badikie di Toboh Gadang ini terkenal "dunianya". Maulid meriah, kaya dengan pernak-pernik sajian kue yang mewah.
Sebelum orang siak dan tukang dikie duduk di tempat duduknya, aneka makanan sudah terpasang dengan gagah dan berwarna-warni, terlihat indah ketika lampu hiasnya saling kejar-kejaran.
Semakin ke atas, hiasan dan deretan kue itu semakin mewah dan mahal. Tentunya, lenggekkan kue itu pembawaan dari rang sumando. Pas di depan beliau duduk, ada puncak lenggekkan kue itu pakai patung sepasang pengantin, yang juga terbuat dari kue.
Oleh Bakri, patung kue dipatahkan. Patung yang berada dalam rumah atau surau, akan menghindari kehadiran malaikat untuk mengantarkan rahmat. Orang siak yang banyak dan panitia tercengang saja.
Dengan perbuatan seperti itu, kehadiran Bakri dalam acara maulid menjadi tanda tanya. Masyarakat selalu berhati-hati. Bakri terkenal sebagai ulama yang kuat pendirian, teguh memegang fatwa kaji.
Alim, beliau rajin dan kuat dengan ilmu. Ilmu harus diamalkan. Kaji yang didapatkannya dari lama menuntut ilmu, bukan sekedar disampaikan di mimbar-mimbar, tapi yang paling utama adalah untuk diamalkan.
Sebagai ulama yang alim dan malin, Bakri sepertinya tak pernah lepas dari belajar dan mengajar. Mengajar sambil belajar. Itulah jenjang karir seorang yang mengaji di surau. Lama mengaji di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi masa mudanya, tiba di kampung membuat surau sendiri, mengajar anak siak, tentunya sambil belajar juga.
Hebatnya, meski ditetapkan sebagai pemimpin dan khalifah di Ampalu Tinggi, Bakri tidak meninggalkan Surau Toboh Durian yang dia bina. Sering bolak balik dari dan ke Ampalu Tinggi dan Toboh Gadang.
Sebab, suraunya di Toboh Durian telah terbina dengan baik. Di samping ada anak siak, di surau itu juga rutin dan terstruktur pengajian untuk yang tua-tua, pengajian Tarekat Syattariyah, mendalami pengajian tubuh, jalan menuju Allah SWT.
Catatan ad tuanku mudo dari berbagai sumber