![]() |
Oleh: Hendra Tuanku Bandaharo Panjang
Qaidah:
الْوَاجِبُ لَا يُتْرَكُ إلَّا لِوَاجِبٍ.
Beberapa ulama mengungkapkan qaidah ini dengan cara yang berbeda-beda yaitu:
- Sesuatu yang harus dilakukan tidak ditinggalkan kecuali karena sesuatu yang juga harus dilakukan.
- Jika sesuatu itu diizinkan ketika tidak ada hukum, maka itu menjadi wajib ketika adanya hukum yang menjadi dalilnya.
- Sesuatu yang tadinya haram, jika diizinkan maka menjadi wajib.
Contoh:
- Memotong tangan pencuri, jika tidak pencuri maka hukumnya haram.
- Melaksanakan hukum had terhadap pelaku kejahatan.jika tidak terbukti kejahatannya maka menghukumnya haram.
- menjadi Wajib memakan bangkai bagi orang yang terpaksa(Dharurat) jika tidak terpaksa maka haram.
- Khitan, jika khitan tidak diwajibkan maka haram pemotongan anggota tubuh dan membuka aurat serta melihatnya.
- Kembali berdiri dari duduk tasyahud awal untuk mengikuti imam adalah wajib, karena mengikuti imam adalah wajib, jika tidak karena mengikuti Imam maka itu membatalkan shalat.
Begitu juga dengan kembali untuk melakukan qunut karena wajibnya mengikuti Imam.
- Membersihkan kerongkongan dengan suara sehingga terdengar dua huruf.
jika untuk membersihkan bacaan Al-Qur'an maka diperbolehkan karena membaca Al Qur'an adalah wajib.
Tapi jika untuk mengeraskan suara maka tidak diperbolehkan karena mengeraskan suara adalah sunnah.
Namun ada beberapa pengecualian dari qaidah ini:
- Sujud sahwi dan sujud tilawah tidak wajib.
- Melihat wanita yang dipinang tidak wajib, dan jika tidak diwajibkan maka tidak diperbolehkan.
- Mengangkat tangan secara berturut-turut pada takbirat hari raya tidak wajib.
- Membunuh ular dalam shalat tidak wajib jika tidak dharurat, dan jika tidak diwajibkan maka akan membatalkan shalat.
Tanbih:
Istinbat hukum qaidah ini, yaitu shalat di shaf belakang sebelum shaf di depannya selesai, itu tidak mendapatkan keutamaan shalat berjamaah karena Allah memerintahkan untuk melangkahi (mengisi celah), jika ada celah di depannya, akan dikurangi pahala karena meninggalkan celah tersebut.
Pada dasarnya, melangkahi itu adalah makruh atau haram, seperti yang dipilih oleh Imam Nawawi. Jika melangkahi tidak untuk memenuhkan shaf, maka tidak diperbolehkan, jika untuk memenuhi Shaf didepannya maka haruslah melangkahi untuk mendapatkan keutamaan.
Rujukan:
(Asybah wa Nazair.hal 148-149)