![]() |
مجلس الحديث النبويّ الشريف
MAJELIS KAJIAN HADITS BERSAMA ZULKIFLI ZAKARIA
DI RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE (TMC)
Jl. Basuki Rahmat No.1 Pariaman, Telp (0751) 93277-WA +62823-9204-3467
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
BAHASAN HADITS TENTANG MENGIMANI AZAB KUBUR
Rabu, 19 Shafar 1447 H / 13 Agustus 2025 M
Teks Hadits:
3112 - أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ صَفِيَّةَ عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لِلْقَبْرِ ضَغْطَةٌ لَوْ نَجَا مِنْهَا أَحَدٌ لَنَجَا مِنْهَا سعد بن معاذ"
Umar bin Muhammad al-Hamdani telah mengabarkan kepada kami, Bundar telah mengabarkan kepadaa kami, dari Abdul Malik bin ash-Shabbah, dari Syu’bah, dari Sa’d bin Ibrahim, dari Nafi’, dari Shafiyyah, dari Aisyah, dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
"لِلْقَبْرِ ضَغْطَةٌ لَوْ نَجَا مِنْهَا أَحَدٌ لَنَجَا مِنْهَا سعد بن معاذ"
“Sesungguhnya kubur itu memiliki himpitan. Seandainya ada seseorang yang dapat selamat darinya, niscaya Sa’d bin Mu’adz-lah yang akan selamat darinya.”
(HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, 7/379, hadits no. 3112)
Pelajaran dari Hadits ini:
Ulama berbeda pendapat tentang apakah orang beriman akan terkena himpitan kubur dan bagaimana keadaannya di dalamnya. Ada dua pendapat:
Pendapat pertama:
Setiap mukmin akan terkena himpitan kubur, dan itu bisa keras baginya. Namun, bagi mukmin yang saleh, segera diberi kelapangan di kuburnya, sehingga siksanya tidak lama. Adapun orang fasik, himpitannya lebih keras dan kelapangan kuburnya lebih lama tertutup, sesuai dengan dosa dan maksiatnya.
Abul Qasim As-Sa‘di rahimahullāh berkata: “Tidak ada yang selamat dari himpitan kubur, baik orang saleh maupun tidak. Perbedaannya, himpitan bagi orang kafir terus-menerus, sedangkan bagi orang mukmin hanya di awal ketika turun ke kubur, lalu kembali dilapangkan baginya.”
Al-Hakim At-Tirmidzi rahimahullāh berkata:
“Sebab himpitan ini adalah karena tidak ada seorang pun kecuali pernah terjerumus dalam suatu dosa, maka ia akan terkena himpitan ini sebagai balasan, kemudian rahmat akan menyusulnya.”
(Dinukil dari Hasyiyah As-Suyuthi atas Sunan An-Nasa’i 3/292, dan dari Fatawa Ar-Ramli 4/210).
Pendapat kedua:
Himpitan kubur juga menimpa mukmin yang saleh, namun ia berupa himpitan kasih sayang, tanpa menyakiti atau menimbulkan rasa sakit. Adapun bagi muslim yang durhaka, himpitannya keras sebagai bentuk murka, sesuai banyaknya dosa dan buruknya amal.
Muhammad At-Taimi rahimahullāh berkata:
“Dikatakan bahwa asal himpitan kubur itu adalah bahwa kubur itu ibarat ibu mereka, darinya mereka diciptakan. Mereka lama meninggalkannya, lalu ketika anak-anaknya dikembalikan kepadanya, ia memeluk mereka seperti seorang ibu yang penuh kasih memeluk anaknya yang lama hilang. Maka siapa yang taat kepada Allah, ia memeluknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Siapa yang durhaka kepada Allah, ia memeluknya dengan keras sebagai bentuk murka kepadanya.”
Disebutkan As-Suyuthi dalam Hasyiyah atas Sunan An-Nasa’i (3/292) dari riwayat Ibnu Abi Dunya, dan juga dalam Busyra Al-Ka’ib Biliqa’il Habib (hlm. 5) di bawah bab “Menyebutkan ringannya himpitan kubur bagi mukmin”.
Dalam makna ini ada hadits marfu‘ dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Wahai Rasulullah, sejak engkau menceritakan kepadaku tentang suara Munkar dan Nakir serta himpitan kubur, tidak ada sesuatu pun yang dapat memberiku manfaat.”
Beliau bersabda:
“Wahai ‘Aisyah, suara Munkar dan Nakir di telinga orang beriman seperti celak di mata, dan himpitan kubur bagi mukmin seperti ibu yang penuh kasih, ketika anaknya mengeluh sakit kepala, ia memijit kepalanya dengan lembut. Tetapi wahai ‘Aisyah, celakalah orang yang ragu kepada Allah, bagaimana mereka dihimpit di kuburnya seperti himpitan telur ke batu.”
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Itsbat ‘Adzab Al-Qabr (hlm. 85, no. 116), dan Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus (no. 3776).
Dalam sanadnya terdapat Al-Hasan bin Abi Ja‘far dan ‘Ali bin Zaid bin Jud‘an yang lemah. Maka hadits ini lemah.
Adz-Dzahabi rahimahullāh berkata:
“Himpitan ini bukan bagian dari azab kubur, tetapi perkara yang dirasakan oleh mukmin sebagaimana ia merasakan sakit kehilangan anak atau orang yang dicintainya di dunia, sakit karena penyakitnya, sakit ketika nyawanya dicabut, sakit ketika ditanya di kuburnya dan diuji, sakit karena sedih mendengar tangisan keluarganya, sakit ketika berdiri dari kuburnya, sakit ketika di padang mahsyar, sakit ketika mendekati neraka, dan semisalnya. Semua guncangan ini bisa menimpa hamba, namun bukan azab kubur atau azab Jahannam. Allah meringankan bagi hamba yang bertakwa sebagian atau seluruhnya. Tidak ada istirahat bagi mukmin sebelum bertemu Rabbnya.
Allah berfirman: “Dan berilah mereka peringatan akan hari penyesalan” dan “Dan berilah mereka peringatan akan hari yang dekat (kiamat), ketika hati di kerongkongan”.
Maka kita memohon kepada Allah ampunan dan kelembutan-Nya yang tersembunyi. Dengan semua guncangan ini, Sa‘d —yakni bin Mu‘adz— tetap kita ketahui sebagai ahli surga dan termasuk syuhada tertinggi. Apakah engkau mengira orang yang beruntung tidak akan mengalami kengerian, rasa takut, atau rasa sakit di dunia dan akhirat? Mintalah kepada Rabbmu keselamatan dan agar kita dikumpulkan bersama Sa‘d.”
(Siyar A‘lam An-Nubala’ 1/290–292).
Syaikh An-Nafrawi Al-Maliki berkata:
“Adapun himpitan kubur, tidak ada yang selamat darinya, walaupun berbeda-beda sesuai derajat (iman dan amal) masing-masing.”
(Al-Fawakih Ad-Dawani 2/688).
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullāh berkata:
“Hadits ini —yakni hadits ‘Sungguh kubur menghimpit Sa‘d’— terkenal di kalangan ulama.
Jika hadits ini sahih, maka himpitan bumi kepada mukmin adalah himpitan rahmat dan kasih sayang, seperti ibu memeluk anaknya.
Adapun himpitannya kepada kafir adalah himpitan azab, na‘udzubillah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa ketika seseorang dikuburkan, datang dua malaikat menanyainya tentang tiga perkara: ‘Siapa Rabbmu?’, ‘Apa agamamu?’, ‘Siapa Nabimu?’. Mukmin akan menjawab: ‘Rabbku Allah, agamaku Islam, Nabiku Muhammad.’ Semoga Allah menjadikan jawaban kita seperti ini.
Adapun munafik atau murtad —na‘udzubillah— ia berkata: ‘Haah… haah… aku tidak tahu, aku hanya mendengar orang berkata sesuatu lalu aku ikut mengatakannya.’ Maka kuburnya dihimpit hingga tulang rusuknya saling bertumpukan, na‘udzubillah. Jadi, berbeda himpitan bumi untuk kafir atau murtad dan himpitan untuk mukmin.”
(Liqa’at Al-Bab Al-Maftuh, pertemuan no. 161, pertanyaan no. 17).
Yang tampak —wallahu a‘lam— bahwa pendapat pertama lebih kuat, berdasarkan zhahir sunnah, bahwa tidak ada seorang pun dari kaum beriman, apalagi selain mereka, yang selamat dari himpitan kubur. Ini menunjukkan kerasnya himpitan tersebut dan adanya rasa sakit yang dialami orang yang dihimpit kuburnya, meskipun tingkatannya berbeda-beda sesuai amal dan keadaan masing-masing.
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh menyebutkan himpitan kubur sebagai salah satu sebab pengampunan dosa. Beliau berkata: “Sebab kedelapan yang dapat menghapus dosa adalah apa yang terjadi di kubur berupa fitnah, himpitan, dan rasa takut, karena itu dapat menghapus kesalahan.”
(Majmu‘ Al-Fatawa 7/500).
Wallāhu a’lam