![]() |
رَحْمَةٌ تُسَاقُ فِي سَاعَاتِ الْوَدَاعِ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm
Kisah Nyata yang Menguatkan Iman dan Mengingatkan pada Kepulangan Sejati
Kamis tadi pagi, udara masih terasa sejuk selepas shalat Subuh di masjid. Aku duduk di depan laptop, menatap layar yang menampilkan halaman-halaman terjemahan Matn al-Jazariyyah—kitab ringkas namun mendalam tentang ilmu tajwid yang selama ini menjadi pedoman santri. Aku sudah berjanji kepada seorang ustadz pengajar bahwa dalam dua hari ke depan akan berusaha memperbanyak eksemplar kitab ini agar para santri dapat segera mempelajarinya. Dalam benakku terlintas doa semoga Allah memberi keberkahan pada setiap huruf yang diketikkan, karena ia mengandung ilmu yang mengajarkan tata cara membaca kalam-Nya dengan benar.
Tiba-tiba, masuk pesan WhatsApp dari Bunda Fulanah, seorang dokter spesialis senior yang sudah kami anggap keluarga sejak 26 tahun lalu. Pesan itu berisi foto seorang perempuan tua terbaring diam di atas tempat tidur, tubuhnya telah kaku dalam kebisuan. Tertulis bahwa jam menunjukkan pukul 06.20 WIB saat foto itu diambil. Itu adalah adik perempuan almarhum ayahnya, seorang wanita sepuh berusia 98 tahun yang pernah kami kunjungi beberapa pekan lalu.
Ingatanku melayang pada pertemuan 8 Juli 2025 lalu. Saat itu, aku dan istriku diajak Bunda Fulanah menengok bibinya yang sudah sangat renta. Wajahnya kala itu pucat, tubuhnya lemah, namun ketika aku membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di telinganya, perlahan kesadarannya kembali. Senyuman tipis terukir di wajahnya, dan ia sempat berbisik bahwa ia melihat taman yang indah, seakan firdaus terbentang di hadapannya, serta mendengar suara mendiang suaminya yang memanggil-manggilnya dengan lembut.
Ungkapan itu membuat bulu kuduk merinding, seakan Allah sedang memberikan isyarat tentang kabar gembira bagi seorang hamba yang beriman.
Kini, kabar yang datang berbeda. Kondisinya kritis. Bunda Fulanah bertanya apakah aku memiliki waktu untuk menemaninya menjenguk bibi tercinta itu di rumah tua mereka di Kampung Dalam, Padang Pariaman. Aku mengiyakan, setelah lebih dulu menghubungi teman-teman di pesantren untuk memberi tahu bahwa aku tak bisa hadir hari itu karena mendampingi seseorang dalam sakaratul maut.
Aku membangunkan istriku yang tertidur di atas sajadah, memintanya bersiap lebih dulu sementara aku menyelesaikan beberapa hal. Anak pertama dan kedua kami sudah berangkat ke sekolah Islam tempat mereka mengajar, sehingga rumah pagi itu hanya dihuni kami berdua bersama anak ketiga kami yang jadwal mengajar siang hari.
Sekitar satu jam kemudian, terdengar ketukan di pintu. Sopir Bunda Fulanah datang menjemput. Di dalam mobil telah menanti dokter Fulanah bersama besan bibinya. Kami berangkat dengan hati berdoa agar Allah memberi kemudahan di akhir perjalanan hidup wanita shalihah itu.
Sesampainya di rumah tua itu, aku menunggu di ruang tamu sementara istriku masuk bersama dokter Fulanah. Tak lama kemudian, aku dipanggil. Di dalam kamar, kulihat sang ibu renta itu berbaring diam, wajahnya pucat, napasnya hampir tak terdengar. Sekitar tempat tidur duduk anak-anak dan menantunya, beberapa di antaranya tampak menahan tangis.
Aku mendekat, meminta izin untuk duduk di sampingnya. Dari tasku, aku keluarkan minyak cendana premium (al-oud), kuoleskan sedikit pada ujung hidungnya, berharap aromanya memberi ketenangan. Lalu aku mulai membaca Surat Al-Fatihah, kemudian Surat Yasin. Pada beberapa ayat tertentu aku mengulang-ulang dengan suara yang lembut dan khusyuk.
Allah subḥānahu wata‘ālā berfirman:
{يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ}
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
(QS. Ibrahim: 27)
Aku berharap Allah meneguhkan hatinya dengan kalimat tauhid di saat-saat genting itu. Lalu aku mengulang ayat yang menggambarkan kabar gembira bagi jiwa yang beriman:
{قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ}
"Dikatakan (kepadanya): Masuklah engkau ke dalam surga..."
(QS. Yasin: 26)
Ketika ayat itu kuucapkan berulang kali, tubuhnya bergerak, tangannya terangkat seperti hendak meraih sesuatu dari atas. Matanya terbuka, memandang langit-langit dengan pandangan penuh pengharapan. Detik-detik itu terasa sangat sakral, seakan malaikat rahmat turun menyambut ruh yang bersih.
Tak lama kemudian, napasnya melemah, lalu berhenti. Aku mengambil tisu, menutup matanya seraya membaca doa yang diajarkan Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْفَعْ دَرَجَتَهَا فِي الْمَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهَا فِي عَقِبِهَا فِي الْغَابِرِينَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَافْسَحْ لَهَا فِي قَبْرِهَا وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ.
"Ya Allah, ampunilah dia, angkatlah derajatnya di kalangan orang-orang yang mendapat petunjuk, jadikanlah dia pengganti yang baik bagi keturunannya yang ditinggalkan, ampunilah dia dan kami wahai Rabb semesta alam, lapangkan kuburnya dan berikan cahaya di dalamnya."
(Dasar dari HR. Muslim no. 920, dengan merubah nama orang dido'akan)
Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn... Allah menjemput hamba-Nya yang setia menjaga Al-Qur’an hingga usia senja.
Kisah hidupnya menjadi teladan; seorang ibu yang ditinggal suaminya di usia relatif masih muda yaitu sekitar 35 tahun , namun tidak pernah berhenti mendidik delapan anak kandung dan lima anak asuh dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Dikatakan bahwa ia jarang marah, rajin membaca Al-Qur’an hingga akhir hayatnya, dan tidak pernah lalai dari kebaikan.
Sore tadi, selepas Ashar, jasadnya dimakamkan di pekarangan rumahnya, di samping tiga kuburan keluarga lainnya. Seusai penguburan, keluarga meminta agar aku menyampaikan sepatah kata di dekat pusara. Aku sampaikan kepada mereka agar memperbanyak doa untuk almarhumah, khususnya dua hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap muslim yang wafat: ampunan dari Allah dan keteguhan dalam menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur, sebagaimana laporan 'Utsmān bin 'Affān radhiyallāhu 'anhu bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam, apabila telah selesai penguburan, beliau berdiri di dekat kuburnya lalu bersabda:
استغفروا لأخيكم ، و سَلوا له التثبيتَ ، فإنَّه الآنَ يُسألُ
'Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu, dan mintakanlah agar ia diteguhkan (menjawab pertanyaan), karena sekarang ia sedang ditanya (oleh malaikat).'"
(HR. Abu Dawud no. 3221, hasan)
Hari itu aku kembali menyadari betapa pentingnya menutup hidup dengan iman yang kuat, betapa berharganya bacaan Al-Qur’an di telinga seorang yang sedang menghadapi sakaratul maut, dan betapa agungnya kasih sayang seorang ibu yang diiringi dengan amal shalih hingga menutup usia.
Semoga Allah subḥānahu wata‘ālā mengangkat derajatnya, meluaskan kuburnya, meneguhkan hatinya menjawab pertanyaan kubur, dan meneguhkan hati kita semua agar wafat dalam keadaan husnul khatimah.
Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn.
Pariaman, 6 Shafar 1447 H / 31 Juli 2025 M
Tulisan ini bisa diakses di http://mahadalmaarif.com