![]() |
oleh ReO Fiksiwan
“Biarlah para pedagang agama ini tahu bahwa akan tiba saatnya manusia akan memberontak terhadap mereka, dan saya takut agama akan menjadi korban dari revolusi itu.” — Ali Shariati (1933-1977).
Sejauh mana nilai fundamental agama bisa menyulut perubahan dan revolusi?
Meski banyak ahli bahkan awam berapologi, perang Iran dan Israel maupun konflik Israel Palestina bukan perang agama(holy war), di bawah permukaan justru tersimpan apa yang dimaksud mendiang cendekiawan Iran, Ali Shariati, agama perang agama.
Apa pasal dan hakikat agama melawan agama?
Teolog Charles Kimball, paskah teror 9/11 — setahun setelah teror menyulut perang Amerika melawan Irak — memprovokasi pikirannya dengan agama jadi sumber pencetus kejahatan, When Religion Becomes Evil(2002) dan kedua pihak yang berperang punya lima dalil utama:
1/Absolute Truth Claims, kleim kebenaran mutlak
2/Blind Obedience, Pembangkangan membabi buta
3/ Establishing the "Ideal" Time, merawat kestabilan waktu yang ideal
4/The End Justifies Any Means, Menghalalkan cara untuk tujuan tertentu
5/Declaring Holy War, mendeklarasi ideologi perang suci.
Boleh jadi, perspektif itu ideal barat. Mari tengok ke timur. Ke dunia Islam yang tertuduh sebagai pengusung lima dalil Kimball. Boleh ditambah, pengimbang, Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam(2010) dari Graham E. Fuller(88).
Salah satu dari perspektif timur Islam itu, pihak Islam Syiah, Ali Shariati. Ia pemikir Islam terkemuka Iran. Belajar filsafat dan sosiologi di jantung orientalis Eropa, Perancis, universitas Sorbone.
Sekembali dari studinya, di tengah gejolak politik melawan rezim Iran, Syah Reza Pahlevi, oleh Ayatullah Rohullah Khomeini, Shariati menjadi tokoh utama pencetus Revolusi Islam Iran 1979.
Untuk mempurifikasi agama, khusus Islam, dari serangan keras tiga berhala nalar anti agama, sekularisme-marxisme-komunisme, ia menulis perspektif filsafat agama yang bebas dari kleim kekuasaan dan yang non status quo.
Sebagaumi kekuatan revolusioner yang mendorong perubahan sosial dan politik, bukan sekedar ritual pemenuh kaidah-kaidah syariah.
Bagi Shariati, pseudo agama yang dihidupkan westernisasi dan kapitalisme, turut jadi agen utama perusak tatanan sosial dan politik di Iran, khususnya.
Baik westernisasi maupun kapitalisme yang sangat gencar dan kuat merambah ke negaranya di bawah rezim pro Barat sekuler Pahlevi, nyaris menghapus telah menyebabkan masyarakat Iran kehilangan identitas dan nilai-nilai Islamnya.
Dalam Religion Vs. Religion(1988), sebagai agama non status quo, kapitalisme, di sisi lain, telah menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi yang besar antara kelas penguasa sebagai agen agama non status quo berhadapan dengan rakyat jelata sebagai pemeluk agama syariah.
Islam yang diyakini sebagai mandat ilahi dan penyeru amar ma’ruf nahi mungkar, bagi Shariati dipandanf sebagai ideologi revolusioner yang dapat membebaskan masyarakat dari penindasan dan ketidakadilan.
Tekanannya, Islam sebagai gerakan sosial dan politik yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan egaliter.
Islam bukan hanya agama personal, tetapi juga kekuatan kolektif yang dapat mendorong perubahan sosial dan politik yang sejak dicetuskan pada abad keenam masehi, memasok ideologi revolusi rahmatan lil alamin.
Selain itu, peran intelektual dalam mempromosikan perubahan sosial dan politik emansipatif, adil dan egaliter di Iran ketika itu, kesadaran beragama harus dibentuk dan dibangun dengan fundanmental nilai-nilai Islam yang revolusioner.
Agama, dalam hal ini, dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi gerakan intelektual — dikenal dengan istilahnya, rausyanfikr — untuk memperjuangkan keadilan sosial dan politik pada semua level dan strata kewargaan agama.
Pengaruh besar pemikiran, baik lewat ceramah-ceramahnya di kampus dan publik serta buku-bukunya yang laris, ikut menggerakkan massa di seluruh Iran dan menyulut revolusi Islam.
Tak sampai di negaranya, paska revolusi Iran pecah 1979 dan Ayatullah Rohullah Khomeini naik tahta bersama para mullah dan waliyatul faqih, gerakan pemikiran Ali Shariati masuk memengaruhi ke negara-negara lain, terutama di Timur Tengah. Termasuk Indonesia, terutama pada Reformasi 1998, hampir 20 kemudian
Agama versus Agama, bagi filsafat agama dan kekuasaan dari pandangan Ali Shariati menegaskan, satu-satunya gerakan fundamental agama paling mumpuni: Revolusi Tauhid.
Sedikit bukti, tengoklah Iran kini. Plototi political faith and face, Ali Khamenei(86) dengan menanggalkan kesan, persepsi, mungkin juga benci dan simpati, pada sosok sejatinya.
Itu bukan sekedar ide perubahan, kemajuan dan perdamaian belaka. Tapi, harmoni melampaui dunia mondial dan kepastian menunggu akhir hidup, akhirat, sebuah harapan semua manusia yang gampang dilupa dan diabaikan.
Dan Thomas Jefferson pernah menuduh:
“Di setiap negara dan di setiap zaman, segelintir pemuka agama selalu memusuhi kebebasan. Ia selalu bersekutu dengan penguasa lalim, mendukung pelanggarannya sebagai imbalan atas perlindungan terhadap dirinya sendiri.”