![]() |
Shaleh Tuanku Sulaiman. Namanya Shaleh, gelar Tuanku Sulaiman. Lama mengajar di Lubuak Aro, Tandikek, beliau lebih masyhur dengan Sulaiman Shaleh. Sehingga banyak orang menyebutnya Tuanku Sulaiman Shaleh atau Ungku Sulaiman Shaleh Mudiak Padang.
Beliau lahir pada tahun 1901 di Lurah Parit, Nagari Koto Dalam dari ayah Musa bersuku Piliang dan ibu Piak Ingin bersuku Sikumbang. Sebelum gempa bumi Padang Panjang 1926, beliau telah berpindah dari kampungnya di Lurah Parit ke Ampalu Tinggi. Di situ beliau belajar dan mengaji.
Surau Kalampaian Ampalu Tinggi kala itu sedang menapaki masa kejayaan. Banyak anak siak dari berbagai belahan negeri ini mengaji dengan beliau Syekh Muhammad Yatim di Ampalu Tinggi itu. Sulaiman Shaleh ini termasuk satu diantara anak siak hebat itu yang sempat lama mengaji di Ampalu Tinggi.
Dari Lurah Parit ke Ampalu Tinggi tak begitu jauh. Zaman itu, besar kemungkinan beliau berjalan kaki. Di Ampalu Tinggi, Sulaiman Shaleh terbilang lama mengaji. Tahun 1938, Sulaiman Shaleh pulang kampung ke Lurah Parit, Koto Dalam. Yang namanya orang surau, ketika pulang kampung, selalu ke surau pula.
Ini bukan pulang kampung sebentar Sulaiman Shaleh. Terkesan beliau sudah pulang habis, dan tidak punya rencana untuk balik ke Ampalu Tinggi, tempat dia mengaji sejak sebelum gempa Padang Panjang tahun 1926.
"Buktinya, sebuah surau yang aktif digerakkannya tiap waktu menjadi kian ramai oleh anak-anak mengaji. Dari 1938-1945, surau Lurah Parit itu berisi, aktif. Yang anak-anak mengaji Quran, yang dewasa ikut mengaji kitab, yang tua-tua mengaji pula lewat wirid mingguan".
Kurang lebih tujuh tahun di kampung. Pas di tahun kemerdekaan republik ini diproklamirkan, dan menjelang agresi Belanda kedua, Sulaiman Shaleh pindah dari kampung. Dia pindah dan menetap sambil mengajar di Surau Koto, Koto Mambang, Sungai Durian.
Dari Surau Koto ini, Sulaiman Shaleh sempat pula mengajar ke Batu Taba, Tanah Datar. Sekali semusim, dia diminta mengajar anak siak di Batu Taba itu. Namun, di Surau Koto, beliau tak lama tinggal. Hanya sebentar, lalu pindah ke Kayu Tanam.
Sambil tinggal di sebuah surau, Sulaiman Shaleh pun sempat mengulang kaji dengan Syekh Muhammad Arif Tuanku Salim di Surau Palak Aneh, Kayu Tanam. Kurang lebih dua tahun di nagari yang terkenal sebagai ikue darek kapalo rantau itu, mengajar sambil mengulang kaji dengan beliau Syekh Muhammad Arif Tuanku Salim ini, lalu Sulaiman Shaleh pindah ke Lubuk Alung.
Tepatnya ke Kampung Kalawi Pasie Laweh Lubuk Alung. Di sana Sulaiman Shaleh menetap, mengajar sambil menghidupkan surau, menyeru kepada kebaikan dan ikut mencegah kemungkaran.
Surau sebagai media dakwah, menyempurnakan ibadah masyarakat, serta tempat mengorganisir sosial kemasyarakatan dan keagamaan. Bagi Sulaiman Shaleh, tak jadi masalah apa surau milik masyarakat atau surau milik kaum. Sepanjang beliau diminta mengajar dan memimpin surau itu, beliau menjalankan tanggung jawabnya sebagai suluah bendang dalam nagari.
Menjelang Gestapu, sekitar tahun 1962, Sulaiman Shaleh berangkat dari Lubuk Alung ke Tandikek. Beliau pindah mengajar dan merasul ke Lubuak Aro, Tandikek atau Mudiak Padang. Di sini, Sulaiman Shaleh terbilang lama. Dari 1962 hingga 1990, dan sempat punya banyak anak siak yang datang dari luar Nagari Tandikek.
Ada dinamika tersendiri di Sulaiman Shaleh selama di Lubuak Aro ini. Dari rentang waktu yang terbilang lama dan panjang, negeri ini membentuk beliau dengan sebutan Sulaiman Shaleh Mudiak Padang. Meski beliau bukan anak Nagari Mudiak Padang, tetapi nagari ini sudah menjadikan dia sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan.
Sulaiman Shaleh, mungkin satu ulama hebat murid dari Syekh Muhammad Yatim yang terkesan tidak betah tinggal di satu tempat. Dia sering berpindah tempat, dari surau yang satu ke surau yang lainnya. Namun demikian, Surau Lubuak Aro menjadi kata kunci membuat dia sampai pada puncak.
Meski dari Lubuak Aro ini beliau sempat tiga kali lagi pindah tempat tinggal, yakni ke Batang Piaman, Kampung Tanjung Koto Mambang, dan terakhir ke Kampung Lambah, Koto Dalam sampai di petang Rabu tahun 1993, beliau menghadap Allah SWT, menemui jalan pulang ke kampung keabadian.
Beliau wafat saat melakukan shalat sunat rawatib menjelang Shalat Ashar, Rabu sore, dan Kamisnya dimakamkan di komplek Masjid Raya Kampung Lambah, Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago.
“Di surau ini generasi muda Minangkabau, khususnya laki – laki didik dengan berbagai macam materi, baik pendidikan bathin atau spiritual maupun pendidikan duniawi. Mereka diajar oleh guru yang merupakan mamak mereka sendiri dan juga saudara – saudara mereka yang lebih senior atau lebih tua yang dipercayakan membimbing adik – adiknya.”
Metode pola asuh di surau antara mamak yang mengajar dengan kemenakannya atau antara senior yang dipercayakan membimbing yuniornya, melahirkan hubungan emosional yang kuat dan tumbuh secara alamiah. Hal ini menjadi sangat penting, karena dapat membentuk kepribadian anak kemenakan yang ada di surau itu dengan tumbuhnya tanggung jawab, harga – menghargai, kebersamaan dan egalitarian.
“Disamping berguru, di surau anak siak dan masyarakat menghargai teman sebaya. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan, menumbuhkan rasa kebersamaan, egalitarian, saling menghargai serta menghormati yang lebih tua karena selain oleh guru juga dibimbing oleh senior – seniornya. D surau mereka mendapatkan kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual disamping kecerdasan spiritual.”
Surau punya caranya tersendiri dalam berdinamika. Meskipun Sulaiman Shaleh berasal dari Surau Kalampaian Ampalu Tinggi, beliau lebih luas lagi mengembangkan ilmunya, sesuai dengan adat dan adab yang berlaku di kampung masing-masing. Saat beliau tinggal di surau orang Kayu Tanam, beliau langsung nyambung dengan masyarakat setempat.
Keluarga
Sering pindah surau, mengajar di banyak tempat, beradaptasi dengan masyarakat luas, Sulaiman Shaleh terbilang ulama yang lebih mementingkan kehidupan surau ketimbang pribadinya. Baginya, surau harus berfungsi dan hidup. Di banyak surau itulah jejak keilmuannya terpahat dengan jelas dan kuat.
Beliau malin dan alim. Mengaji dengan buka kitab, sampai ke mengaji thariqat, banyak orang dan masyarakat yang mendatanginya. Bukti kealiman beliau, pasca beliau wafat, di makamnya digelar kegiatan ziarah dan basapa setahun sekali oleh jemaah dan murid-muridnya.
Istrinya ada di banyak tempat. Di Batukalang ada. Di Galoro ada pula. Sementara, di Gunuang Tiala namanya, Sidah di Tandikek, Piak Bonjo, asli orang Bonjol Pasaman tapi ayahnya orang Padang Pariaman, dan Jamilah di Batang Piaman.
Dari sekian banyak istri Sulaiman Shaleh, anaknya tercatat bernama Rohana, Nahari, Alimi, Rosmanidar, Yahya, Tuanku Nahar, M. Zahar, Sufriati, Muhammad Shaleha Jamil, Yanti, Muhammad Yatim, Anawarti.
Referensi:
1. Wawancara dengan Jafri Tuanku Ibrahim, Jumat 27 Juni 2025 di Padang Sago. Jafri Tuanku Ibrahim adalah murid Sulaiman Shaleh yang terbilang lama mengaji dengan beliau di Lubuak Aro, Tandikek.