![]() |
Buya BA Tuanku Mudo bin M. Yatim lahir di Koto Tinggi 14 Juli 1926, wafat Padang 13 Februari 1997/ Kamis 5 Syawal 1417 H, dalam usia 71 tahun. Tulisan ini terpahat kuat dan jelas di pusara beliau di Lubuak Tanah, Koto Tinggi, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman.
Namanya populer BA, adalah singkatan dari Buyung Adiak. Sejak kecil hingga akhir hayatnya, Buyung Adiak ini kalah populer oleh nama singkatannya, BA. Jauh sebelum Wapres Jusuf Kalla mempopulerkan namanya dengan JK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan SBY, Buyung Adiak ini duluan mempopulerkan namanya dengan sebutan BA.
"Buya BA," begitu anak-anak menyebut beliau. Kalau orang dewasa menyebutnya Ungku BA. Era 1980-1990, kediaman beliau di Koto Tinggi jadi tempat para ulama di Padang Pariaman ini berulang mengaji. Di Masjid Raya Lubuak Idai juga demikian. Ada beberapa orang yang berstatus guru tuo di pesantren, berulang ke masjid ini, mengaji dengan Buya BA.
Lama mengaji di Sungai Sariak dengan Ungku Shaliah Kiramaik dulunya, membuat beliau termasuk yang disayangi oleh Ungku Shaliah. Dari Sungai Sariak, beliau melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Jaho dengan Syekh Muhammad Djamil Jaho.
Sampai tamat di situ. Tahun 1956, beliau dapat kesempatan jadi pegawai di Departemen Agama. Dengan Buya Yusuf Jamil, Buya BA terkenal sebagai pendiri Mahkamah Syariah di Pariaman. Dan beliau juga sebagai hakim pertama yang dilatih secara nasional dari Pariaman ini.
Terakhir, beliau pensiun memangku jabatan sebagai Ketua Pengadilan Agama Pariaman. Perubahan nomenklatur, Mahkamah Syariah yang berganti nama menjadi Pengadilan Agama di penghujung masa pengabdiannya di pegawai negeri sipil lewat Departemen Agama yang juga sudah berganti nama menjadi Kemenag.
Dinilai ahli di bidang perbandingan mazhab, Buya BA terkenal sebagai ulama yang dinamis. Ikut mendirikan dan menggerakkan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Koto Tinggi, membuat kelompok lain bisa berdampingan di situ.
Sampai saat ini, kekuatan Perti, Muhammad dan Syattariyah di Koto Tinggi masih saling dukung mendukung. Tentu jejak keulaman Buya BA yang dirasakan begitu menyejukkan masyarakat saat ini. Dia diterima oleh tiga kelompok sosial keagamaan yang menonjol di Koto Tinggi itu.
Meskipun dia sendiri sering jadi mursyid dan memimpin jalannya orang Naqsabandiyah suluk, tetap saja keinginan orang Muhammadiyah dan Syattariyah yang memintanya mengaji, dilayani dengan sepenuh hati.
Jauh sebelum moderasi beragama digaungkan oleh pemerintah, Buya BA telah melakukan hal itu di Koto Tinggi dan Enam Lingkung. Tak heran, banyak para tuanku dan calon tuanku dulunya yang menjadikan Buya BA sebagai tempat guru yang senang diajak diskusi dan berhalaqah.
Karya dan Keluarga
Buya BA adalah anak dari M. Yatim dan Tiadam. Dari kecil, beliau berkecimpung di dunia surau dan pendidikan. Lama mengaji dengan Ungku Shaliah, membuat dia jadi guru tuo. Tidak hanya anak siak yunior yang menyapanya guru tuo, masyarakat Sungai Sariak pun memanggilnya dengan sebutan guru tuo.
Buya BA adalah anak kesayangan Ungku Shaliah. Sampai beliau jadi pegawai, Ungku Shaliah Kiramaik kalau ke Balai Kamih Pakandangan, selalu singgah di rumah Buya BA di Koto Tinggi. "Maa, Ungku BA," tanya Ungku Shaliah saat tiba di rumah. Oleh anak-anak Buya BA dijawab, "Buya lah pai ka kantua". Ungku Shaliah langsungg tidur. Mungkin agak letih habis berjalan jauh, dari Sungai Sariak ke Koto Tinggi ini.
Dan itu tidak sekali dua. Acap dilakukan Ungku Shaliah Kiramaik. Sebab, Ungku Shaliah Kiramaik terkenal dengan ulama yang sering mengunjungi pasar. Dan hampir semua pasar di Padang Pariaman ini, sudah dijejaki oleh Ungku Shaliah ini. Mengunjungi pasar hampir pula setiap hari pekan. Ke Balai Kamih Pakandangan, setiap hari Kamis orang banyak akan bertemu dan melihat Ungku Shaliah Kiramaik ini.
Pun sebaliknya. Buya BA juga sering berulang ke Sungai Sariak, tempatnya Ungku Shaliah Kiramaik. Apa pun kegiatan di tempat Ungku Shaliah, Buya BA wajib diundang dan diberitahu. Tiba musim maulid, sampai susah anak Buya BA membawa lamang pulang, saking banyaknya lamang sebagai sedekah untuk orang siak yang ikut merayakan maulid itu. Orang kampung, masyarakat sekitar surau dan masjid yang maulid itu pada memberi lamang ke guru tuonya, Buya BA.
Ada cerita menarik tentang fatwa beliau Buya BA saat Ungku Shaliah Kiramaik akan dikuburkan. Beliau Ungku Shaliah wafat di suraunya di atas anjung, lalu oleh muridnya diturunkan ke bawah. Keluarganya pada minta dikuburkan di tempatnya masing-masing. Di tengah kerumunan masyarakat dan banyak orang yang sedang takziah, Buya BA datang dan tiba di situ.
Langsung dekat jenazah Ungku Shaliah Kiramaik yang sedang dikelilingi banyak orang, tokoh masyarakat, tokoh ulama dan keluarga besar beliau. Kepada Buya BA, masyarakat minta fatwa dimana seharusnya dikuburkan Ungku Shaliah Kiramaik ini.
Buya BA minta dimana beliau wafat, di situ pula dikuburkan. Beliau wafat di atas anjung lalu di turunkan ke bawah. Nah, di sini saja kuburkan. Keluarganya pada diam, dan semua orang menerima fatwa itu, di tempat makamnya sekarang, Pasa Panjang Sungai Sariak.
Dari perkawinan Buya BA dengan Rosmanidar, beliau dikaruniai delapan orang anak, yakni Zulbaili Rajo Tianso, Zafril, Ruzaimiwaldi, Arnida, Arius, Afniyenti, Yudelmi, dan Helmi.
Sekolah Mualimin dan Tarbiyah Perti Koto Tinggi
Sekolah Mualimin adalah sekolah pendidikan agama yang didirikan Buya BA di Lubuak Tanah, Koto Tinggi. Mualimin juga disebut sebagai madrasah. Mualimin yang didirikan Buya BA ini adalah sarana pendidikan madrasah dasar bagi masyarakat Koto Tinggi dan sekitarnya. Dan sekolah Mualimin ini terkenal hampir semua ormas Islam punya itu. Yang paling banyak punya sekolah Mualimin adalah Muhammadiyah.
Tamat dari sekolah Mualimin, muridnya melanjutkan ke Tarbiyah Perti di Lubuak Idai. Tarbiyah Perti ini juga Buya BA salah seorang pendiriannya. Tarbiyah Perti di Lubuak Idai cukup bertahan lama, dan banyak menghasilkan lulusan yang bekerja di Kemenag. Bahkan sebagian besar lulusan surau yang tidak berijazah, ke Tarbiyah Perti Lubuak Idai ini menyambung sekolah, dan selanjutnya berkarir di abdi negara lewat guru agama dan pegawai kantor lingkungan Kemenag.
Lubuak Idai dan Lubuak Tanah, Nagari Koto Tinggi boleh dikatakan tempat peradaban dan kelahiran Tarbiyah Perti di Padang Pariaman. Masjid Raya Lubuak Idai pertama dibangun persis seperti masjid yang di lambang Perti. Ormas Islam yang lahir 1928 ini mampu memberikan yang terbaik pada masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan. (AD)
Referensi:
1. Wawancara dengan Zulbaili Rajo Tianso, Ahad 29 Juni 2025 di Koto Tinggi. Zulbaili adalah anak sulung Buya BA. Dia sering diajak oleh Buya BA kemana saja beliau berdakwah. Paling sering ke Sungai Sariak, tempat Ungku Shaliah Kiramaik.