![]() |
مجلس الحديث النبويّ الشريف
MAJELIS KAJIAN HADITS BERSAMA ZULKIFLI ZAKARIA
DI RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE (TMC)
Jl. Basuki Rahmat No.1 Pariaman, Telp (0751) 93277-WA +62823-9204-3467
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Rabu, 15 Dzulhijjah 1446 H / 11 Juni 2025 M
PERTEMUAN 16 : DAKWAH NABI MUHAMMAD SHALLALLĀHU ‘ALAIHI WASALLAM ADALAH UNTUK SEMUA MANUSIA
Teks Hadits:
240 - (153) حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو، أَنَّ أَبَا يُونُسَ، حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»
Yunus bin ‘Abdil A’la telah menyampaikan hadits kepadaku, (yang mengatakan bahwa) Ibnu Wahab telah menyampaikan kabar kepada kami, dari Az-Zuhri, (yang mengatakan bahwa) ‘Amru telah menyampaikan kabar kepadaku bahwa Anas telah menyampaikan hadits kepadanya dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, dari Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda,
«وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»
“Demi Dia yang jiwa Muhammad berada di dalam tangan-Nya, tiadalah seorang pun dari ummat ini—baik dia Yahudi maupun Nasrani--yang mendengar tentangku, lalu dia meninggal dunia dalam keadaan tidak tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, kecuali dia termasuk penghuni Neraka.”
(Teks HR. Muslim no. 153-240)
Petikan Pelajaran:
Makna “mendengar tentangku” dalam hadits tersebut adalah mengetahui risalah beliau yang mulia, dan sampainya kabar pengutusan beliau kepada seseorang.
Al-Qari rahimahullāh menjelaskan:
“Yaitu siapa saja yang mendengar orang memberitakan tentang diutusnya diriku. Inti maknanya adalah: siapa pun yang mengetahui risalahku —dari orang yang telah ada atau akan ada— dari ‘umat ini’, yakni ummat ad-da’wah (umat yang menjadi objek dakwah).”
(Mirqāt al-Mafātīh Syarh Misykāt al-Mashābīh, Beirut, Dar al-Fikr, th. 1422 H – 2002 M, 1/ 77)
Sebagian ulama berpendapat bahwa sekadar mendengar kabar pengutusan Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam saja tidaklah cukup untuk menjatuhkan vonis kekal di neraka. Meskipun orang yang tidak beriman kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam tetap disebut kafir dan berlaku padanya hukum-hukum duniawi kaum kafir, namun jika dakwah belum sampai kepadanya secara benar, tidak tercemar atau berubah, maka ia dimaafkan di sisi Allah. Hukum mereka seperti ahlul-fatrah (orang-orang yang hidup di masa kekosongan risalah), yang akan diuji pada hari kiamat.
Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia.
Seruan dakwah beliau mencakup orang-orang Yahudi, Nasrani, dan seluruh bangsa di muka bumi. Maka tidak ada seorang pun setelah diutusnya Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam yang diberi kelapangan kecuali dengan membenarkan (mengimani) beliau dan mengikuti ajaran yang beliau bawa.
Dalam hadis ini, Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam bersumpah demi Allah—Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Allah shallallāhu ‘alaihi wasallam adalah Zat yang menguasai seluruh jiwa makhluk, dan Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam sering bersumpah dengan sumpah ini. Dalam sumpah beliau, ditegaskan bahwa siapa pun yang hidup di masa beliau atau setelahnya hingga hari kiamat—yakni dari kalangan ummat ad-da‘wah (umat yang menjadi objek dakwah), yaitu seluruh manusia dan jin—jika telah mendengar tentang risalah beliau namun tetap tidak beriman hingga mati, maka ganjarannya adalah masuk neraka sebagai hukuman atas kekafirannya kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam dan ajaran yang beliau bawa.
Sebab, setiap orang dari kalangan tersebut wajib masuk Islam dan beriman kepadanya. Penyebutan secara khusus terhadap orang Yahudi dan Nasrani dalam hadis ini adalah bentuk penyebutan al-khāshsh ba‘da al-‘ām (penyebutan yang khusus setelah yang umum) untuk memperjelas. Maka jika orang-orang Ahlul Kitab saja wajib beriman, apalagi orang-orang yang tidak memiliki kitab sebelumnya, tentu lebih utama (untuk diwajibkan beriman).
Sebagaimana firman Allah subhānahu wata’āla:
{قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)} [الأعراف: 158]
“Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, (yaitu) Allah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Dia yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia agar kalian mendapat petunjuk!”
(QS. Al-A‘rāf: 158)
Ayat dan hadis ini menunjukkan kewajiban beriman kepada risalah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam yang ditujukan kepada seluruh manusia, serta penghapusan seluruh agama-agama terdahulu dengan agama beliau. Maka siapa saja yang tidak beriman kepada beliau shallallāhu ‘alaihi wasallam, tidak dianggap sebagai seorang mukmin dan ia termasuk penghuni neraka, sekalipun ia mengklaim beriman kepada Allah dan sebagian rasul, seperti Musa dan ‘Isa ‘alaihimas salām.
Padahal pengikut kedua nabi ini adalah sebagaimana Allah subhānahu wata’āla kabarkan:
{الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157)} [الأعراف: 157]
“Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, yang (namanya) mereka dapati tertulis di sisi mereka dalam Taurat dan Injil, yang menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan melarang mereka dari yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, serta membebaskan mereka dari beban dan belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Al-A‘rāf: 157)
Bahkan Allah subhānahu wata’āla mengabarkan tanggapan bangsa Jin tentang Al-Qur’ān yang mereka dengan dari mulut Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam:
{وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ (29) قَالُوا يَاقَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ (30)} [الأحقاف: 29، 30]
“Dan (ingatlah) ketika Kami menghadapkan kepadamu sekelompok jin yang mendengarkan Al-Qur'an; maka ketika mereka menghadirinya, mereka berkata, 'Diamlah (dengarkan baik-baik)!' Lalu setelah selesai (bacaan itu), mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan. Mereka berkata, 'Wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengar sebuah Kitab yang diturunkan setelah Musa, membenarkan apa yang ada sebelumnya, yang memberi petunjuk kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”
(QS. Al-Ahqāf: 29-30)
Wallaahu a’lam