![]() |
Oleh: Syahrul Mubarak, S.Pd, M.Hum, Tuanku Bandaro Auliya
Hampir semua orang Minangkabau mempunyai perhatian tentang perkembangan bersyafar ke Ulakan. Hal ini tentu ada asal muasal kenapa kegiatan tersebut bisa rutin dan dilakukan serentak oleh jamaah Tarekat Syattariyah di Minangkabau, bahkan sampai ke negara tetangga seperti Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand Selatan. Untuk itu kita akan membahas asal usul terjadinya kisah bersyafar yang dilakukan oleh puluhan ribu jamaah setiap tahunnya.
Pada tahun-tahun yang lampau, setelah wafatnya Syekh Burhanuddin pada hari Arba'a (Rabu) 10 Safar tahun 1111 Hijriyah, semua murid-murid beliau datang berziarah ke makam beliau. Mereka datang ada yang mempunyai rombongan dan ada pula yang datang seorang, tujuannya adalah sebagai bentuk hormat kepada gurunya Syekh Burhanuddin selaku pelopor dan pembawa agama Islam di Minangkabau ini. Namun begitu, kedatangan mereka ke Ulakan ini tidak ditentukan hari dan bulannya, ada yang datang di bulan Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal dan lainnya sebagainya. Mereka datang menurut kemauan mereka masing-masing pada masa itu.
Kemudian pada tahun 1315 Hijriyah, maka seorang ulama besar yang bernama Tuanku Syekh Kapalo Koto dekat Pauh Kamba, berencana untuk menyatukan orang yang datang ke makam Syekh Burhanuddin itu. Ia berencana menyatukan jamaah yang datang berziarah pada hari, bulan dan tahun yang sama untuk menambah syiar Islam sekaligus mempererat tali silaturahmi antara sesama jamaah tarekat Syattariyah yang diajarkan Syekh Burhanuddin.
Untuk melanjutkan rencana baik ini, Tuanku Syekh Kapalo Koto menemui seorang ulama besar di Nagari Tujuah Koto yang menganut paham yang sama yang bernama Syekh Katapiang. Setelah bertemu, ia menyampaikan semua rencananya tersebut kepada Syekh Katapiang dan beliau menyetujui rencana tersebut.
Setelah kembali dari Ampalu Tinggi, Syekh Kapalo Koto membuat undangan yang kemudian dikirim kepada seluruh ulama yang mengikuti jejak Syekh Burhanuddin ke seluruh wilayah di Minangkabau. Sesuai dengan jadwal di undangan tersebut, berdatanganlah para undangan dari berbagai daerah di Minangkabau.
Setelah semua undangan hadir, Syekh Kapalo Koto menyampaikan rencananya untuk menetapkan jadwal ziarah ke makam Syekh Burhanuddin secara bersama-sama sebagai bentuk penghormatan kepada guru dan mempererat tali silaturahmi sesama jamaah dan pewaris amalan Syekh Burhanuddin.
Setelah Syekh kapalo Koto menyampaikan usulannya kepada seluruh undangan, maka terjadilah tanya jawab sekitar waktu dan bulan. Setelah beberapa saat pembahasan akhirnya diputuskanlah ziarah bersama ke makam yang mulia Syekh Burhanuddin ini dilakukan sekali setahun di bulan Safar pada minggu kedua di hari Rabu.
Maka dimulailah ziarah bersama yang pertama kali ke makam Syekh Burhanuddin di Ulakan pada hari Arba'a (Rabu) bulan Safar tahun 1316 Hijriyah. Akhirnya kegiatan ziarah bersama itu diberi nama dengan kegiatan "Basapa" atau bersafar.
Pembaca yang budiman! Kendatipun demikian jelasnya asal usul bersafar ke Ulakan yang dipelopori oleh ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama'ah pengikut Syekh Burhanuddin. Pada saat ini ada buku sejarah yang disusun orang mengatakan, bahwa bersafar ke Ulakan itu adalah perbuatan kaum Syi'ah yang dipelopori oleh Tengku Burhanuddin Syah, anak raja dari Aceh yang diangkat menjadi raja muda di Ulakan untuk memerintah Pesisir Barat Minangkabau sekitar tahun 1533 Masehi. Serta pernah mendirikan sekolah agama yang bermazhab Syi'ah, akhirnya dia wafat dan dikuburkan di situ.
Pembaca yang terhormat! Walaupun banyak simpang siur sejarah mengatakan tentang asal usul bersafar di Ulakan ini, jelasnya adalah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam tulisan ini, bahwa bersafar ke Ulakan bukanlah perbuatan kaum Syi'ah, tetapi perbuatan kaum Ahlussunnah wal Jama'ah pengikut Syekh Burhanuddin orang induk Pariaman Minangkabau yang bermazhab Syafi'i.
Kemudian daripada itu, nama bersafar (basapa) telah dikenal oleh orang di Minangkabau, apalagi bagi pengikut Syekh Burhanuddin, mereka datang ke makam Syekh Burhanuddin berziarah untuk menghormati ulama yang telah mengembangkan agama Islam di alam Minangkabau ini. Setiap daerah atau nagari mempunyai sebuah surau di lokasi makam tersebut, di surau inilah mereka melakukan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan berziarah yang mereka lakukan pada dasarnya adalah untuk menambah syiarnya agama Islam, mereka merasa tentram melakukan berbagai amalan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah pencipta seluruh alam. Mereka shalat berjamaah kemudian berzikir mengingat dan membesarkan Allah.
Semua surau-surau yang ada di lokasi tersebut penuh sesak, puluhan ribu umat manusia membanjiri lokasi makam Syekh Burhanuddin yang berukuran 250x150 meter itu. Namun beruntung sekarang ada masjid Agung yang besar bisa menjadi menampung semua jama'ah yang datang jika surau-surau mereka sudah tidak muat lagi.
Pembaca yang budiman! Untuk jama'ah yang datang ke acara bersafar ini sekarang tidak hanya dari daerah di Minangkabau, tapi sudah merambah sampai ke provinsi lain di Sumatera dan juga wilayah semenanjung Melayu seperti ulama dari wilayah Selatan Thailand, Singapura, Malaysia dan juga Brunei Darussalam juga hadir dalam acara bersafar ini.
Sumber :
- Riwayat dan perjuangan Syekh Burhanuddin
- Wawancara dengan tokoh masyarakat