![]() |
Syekh Haji Musa atau yang dikenal dengan Buya Tapakih dilahirkan pada tahun 1907 di Tiram, Kecamatan Ulakan Tapakih. Ayah beliau bernama Mansek gelar Rangkayo Majo Basa, sementara ibu beliau bernama Aminah. Ketika Syekh Haji Musa kecil keluarganya pindah ke daerah Kabun yang berada di tepian Sungai Batang Tapakih.
Syekh Haji Musa pernah menempuh pendidikan di HIS di Tapakih (setara pendidikan dasar khusus untuk anak-anak bangsawan dan anak-anak Belanda), MULO di Lubuk Alung, Padang Pariaman (setara sekolah menengah pertama). Ketika hendak melanjutkan ke AMS (setingkat sekolah menengah atas) pamannya menginginkannya untuk belajar agama Islam di Surau. Dengan diantar oleh keluarga, akhirnya Syekh Haji Musa mengaji di Surau Tanjuang Medan, di sini beliau dibawah pengajaran Syekh Bonta (Khalifah Syekh Burhanuddin) selama sekitar satu tahun.
Selepas dari Surau Tanjuang Medan, Syekh Haji Musa melanjutkan pelajarannya kepada Syekh Aluma Koto Tuo, di sini beliau belajar selama dua tahun dan di sini pulalah beliau diperkenalkan kepada salah seorang murid senior Syekh Aluma yaitu Ungku Panjang Sungai Sariak.
Setelah dua tahun belajar di Koto Tuo, beliau lanjut belajar ke daerah Sasak, Pasaman mengaji kepada Syekh Buya Muhammad Yunus atau yang dikenal juga sebagai Buya Sasak. Ada sumber lain yang mengatakan bahwa di sini beliau belajar ilmu tasawuf sementara di Koto Tuo belajar Tarekat.
Buya Muhammad Yunus pernah belajar kepada Syekh Muhammad Yatim, Surau Luhur Kalampaian Ampalu Tinggi, VII Koto Sungai Sariak. Buya Sasak terkenal dengan kealimannya, beliau tak hanya menguasai syariat, pun juga menguasai ilmu Tarekat terbukti beliau memegang Tarekat Naqsyabandiyah juga Syattariyah.
Syekh Haji Musa belajar ke Buya Sasak kurang lebih dua tahun pula, sebelum akhirnya memutuskan kembali mengaji kepada Syekh Aluma Koto Tuo. Setelah setahun, Syekh Aluma memerintahkan Syekh Haji Musa untuk melanjutkan kaji kepada murid seniornya di Sungai Sariak yang bernama Ungku Panjang di Ujung Gunuang, VII Koto Sungai Sariak.
Demi mengikuti perintah guru, akhirnya Syekh Haji Musa melanjutkan kajinya kepada Ungku Panjang sambil menjadi guru Tuo (santri senior) di pesantren Ungku Panjang. Di bawah bimbingan Ungku Panjang akhirnya beliau berhasil menamatkan pendidikan dan dianugerahi gelar Tuanku Sidi Basa.
Pada tahun 1932 setelah menyelesaikan pendidikannya, Syekh Haji Musa kembali ke Kabun Tapakih, ia membuka surau dan mengajar di sana. Sumber dari wawancara singkat dengan keturunan beliau mengatakan, bahwa beliau mengaktifkan kembali surau yang dulu telah dibangun oleh Inyiaknya (mamak ibu) yang bernama Syekh Inyiak Capiang, karena tidak berkembang jadi surau yang dulu tidak berkembang. Pada masa beliaulah surau tempatnya mengajar itu ramai didatangi oleh santri sehingga disebut dengan sebutan Surau Kabun.
Surau Kabun awalnya terletak agak terpencil dan terisolasi, tapi meskipun seperti itu lokasinya seperti tak menghalangi murid-murid beliau datang untuk mengaji di surau itu. Salah satu yang menjadi ciri khas pendidikan di Surau Kabun ketika itu adalah mengajarkan semua bidang ilmu tingkat tinggi, seperti kitab Khudri, bidang Nahwu, Sharaf, kitab Jam'ul Jawami dalam bidang Ushul Fiqih. Salah satu kelebihan ilmu Syekh Haji Musa adalah beliau hafal 1.000 bait Alfiyah ibn Malik, Matan Jauhar al Maknun, Matan Sulam Munawaraq, dan penguasaan kitab-kitab klasik lainnya.
Selain penguasaan mendalam akan kitab-kitab turats, Syekh Haji Musa pun mampu menyampaikan pengajaran dengan sangat jelas dan mudah, sehingga murid-murid beliau merasakan ilmu yang diajarkan beliau begitu mudah dipahami mereka. Ketinggian ilmu agama ini pulalah yang menjadikan beliau sosok pembela ajaran kaum tua dari serangan kritik kaum muda di waktu ramainya ajaran pembaharuan Islam yang kala itu ramai di Ranah Minang.
Syekh Haji Musa selalu memimpin shalat berjamaah di suraunya dan seringkali menghabiskan malamnya dengan berdzikir. Sosok ulama yang dikenal bijaksana ini pun menghindari popularitas dan jabatan. Banyak ulama yang lahir dari Surau Kabun seperti; Syekh Ungku Sidi Bajai, Koto Bangko, Sungai Garinggiang; Buya Amir, Dt. Tan Putiah, Pendiri Pesantren Gaya Baru, Batang Gasan, Syekh H. Anas, Tk. Sinaro, pengasuh Pesantren Darul Ulum, Pakandangan, ; Syekh Ali Umar, Tk. Labai, Pengasuh Pesantren Jami'atul Mukminin, Sungai Limau; Buya Haji Zubir, Tk. Kuniang, Pengasuh Pesantren Darul Ikhlas, Pakandangan; Buya H. Ashabal Khairi, Tk. Mudo, pengasuh Pesantren Luhur Mata Air Pakandangan.
Syekh Haji Musa Tuanku Sidi Rangkayo Tan Basa meninggal dunia pada usia 83 tahun pada tanggal 16 Mei 1989 bertepatan pada 10 Syawal 1409 H. Beliau dimakamkan di kompleks Pesantren beliau Pesantren Syekh Haji Musa Kabun Tapakih di Kecamatan Ulakan Tapakih, Kabupaten Padang Pariaman. Saat ini kepemimpinan Pesantren dilanjutkan oleh cucu beliau yaitu Buya Ali Umar, Tk. Sidi yang merupakan murid dari Buya H. Zubir, Tk. Kuniang Pakandangan yang juga merupakan murid dari Buya Syekh Haji Musa.
Sumber:
- Thariqoh Syathariyyah Indonesia
- http//: tarbiyahislamiyah.id
- wawancara dengan tokoh