![]() |
السَّرِقَةُ لَا تَسْرِقُ الأَجْرَ
Pencurian yang Tak Mencuri Pahala
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Aku melaksanakan shalat Zhuhur hari ini di Masjid Nurul Jihad, Desa Batangkabung, beberapa ratus meter dari rumah kami di Kota Pariaman. Usai shalat, aku bertahan di dalam masjid untuk membuka ponsel dan memeriksa beberapa pesan penting yang belum sempat terbaca karena mengajar santri.
Ketika hendak pulang, aku sengaja berjalan ke arah utara masjid untuk melihat kotak infak yang kabarnya telah dibobol maling. Aku memotretnya dengan ponsel: kotak dari plat besi tebal itu telah dirusak pada bagian lubang pemasukan uang. Sebagian besar isi kotak telah digasak pencuri. Sisa yang tertinggal, sekitar 2,3 juta rupiah, berada di dasar kotak—sulit dijangkau oleh tangan dari atas.
Kejadian ini dilaporkan oleh salah seorang petugas masjid melalui grup WhatsApp jemaah, yang juga kuikuti. Pesan itu dikirim pada Sabtu, 10 Mei 2025, selepas Zhuhur:
"Telah terjadi kemalingan kotak amal di Masjid Nurul Jihad Batangkabung. Kejadian kira-kira sebelum sholat Zhuhur. Jadi, awak mamintak pandapek ka mamak-mamak, samo ibuk-ibuk ambo, jo kakak-kakak, dan seluruh jamaah masjid Nurul Jihad: baa solusi yang rancak tuk keamanan masjid wak ko ke depan nyo?" (sesuai redaksi aslinya)
Berbagai pendapat dan saran bermunculan. Ada yang mengusulkan pemasangan CCTV, pengawasan bergilir, hingga memperbaiki desain kotak infak agar lebih aman. Kejadian ini menyadarkan kita bahwa tempat suci pun tak luput dari ujian dan musibah, namun setiap musibah juga membawa peluang pahala bagi yang sabar dan tetap yakin kepada Allah.
Di masjid ini memang ada dua kotak infak permanen—satu di selatan, satu lagi di utara. Yang dibobol adalah yang terletak di pintu utara, tempat paling banyak jemaah lalu lalang menuju tempat wudhu.
Selesai shalat Maghrib tadi malam di masjid ini, aku mengajak salah seorang petugas masjid dan seorang jemaah tetap untuk makan malam di sebuah warung mi kuah dekat Terminal Jati Pariaman. Di sanalah mereka menjelaskan kronologi dugaan pelaku, yang datang menjelang Zhuhur, menumpang mandi, dan saat lengah masjid sepi, kotak infak pun dirusak.
Setelah mereka selesai bercerita, aku berkata: "Tak usah kita bersedih. Ini telah terjadi sesuai takdir. Pencuri itu malang dan bodoh—uang hasil curian itu takkan lama manfaatnya, sedangkan ancaman Neraka menantinya. Adapun semua yang telah bersedekah dan mewakafkan uangnya, insyaa Allah, telah mendapatkan pahala. Pengurus masjid juga tidak salah, mereka telah berusaha membuat kotak seaman mungkin. Maka kita serahkan semua kepada Allah subhanahu wata'ala."
Aku menyadari bahwa setiap musibah menyimpan hikmah. Ia bukan hanya luka, tapi juga cermin keimanan. Maka dari itu peristiwa ini bukan hanya tentang kehilangan materi, melainkan tentang ujian keimanan dan keikhlasan. Barangsiapa yakin bahwa setiap sedekah akan dibalas, maka hatinya tidak akan guncang oleh pencurian atau pengkhianatan.
Sesungguhnya, pencurian kotak infak bukanlah kegagalan pahala. Pahala sedekah tak hilang oleh tangan pencuri.
Dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
"Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan mendapatkan balasan) sesuai dengan apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa hijrahnya karena (ingin mendapatkan) dunia yang ingin diraihnya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya itu." (HR. Al-Bukhari no. 1)
Maka sedekah yang diniatkan ikhlas karena Allah tetap tercatat, meskipun akhirnya jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Ini menguatkan hati orang-orang yang diuji oleh kejadian serupa.
Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« قَالَ رَجُلٌ: لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ، فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ زَانِيَةٍ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ، عَلَى زَانِيَةٍ؟ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ، فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ، عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ، فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ: أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ، وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا، وَأَمَّا الغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ»
"Ada seorang laki-laki berkata: 'Aku benar-benar akan bersedekah.' Maka ia pun keluar dengan sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang pencuri.
Pagi harinya orang-orang membicarakannya: 'Tadi malam seseorang bersedekah kepada pencuri!'
Ia pun berkata: 'Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Aku benar-benar akan bersedekah lagi.'
Lalu ia keluar lagi dengan sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang wanita pezina.
Pagi harinya orang-orang membicarakannya: 'Tadi malam seseorang bersedekah kepada seorang pezina!'
Ia berkata: 'Ya Allah, bagi-Mu segala puji. [Aku bersedekah] kepada pezina?'
Lalu ia berkata lagi: 'Aku sungguh akan bersedekah lagi.'
Maka ia pun keluar dengan sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang yang kaya.
Pagi harinya orang-orang berkata: 'Tadi malam seseorang bersedekah kepada orang kaya!'
Maka ia berkata: 'Ya Allah, bagi-Mu segala puji—kepada pencuri, kepada pezina, dan kepada orang kaya.'
Maka ia didatangi (dalam mimpi) dan dikatakan kepadanya:
'Adapun sedekahmu kepada pencuri, maka mudah-mudahan ia menahan diri dari mencuri.
Sedekahmu kepada pezina, mudah-mudahan ia menahan diri dari berzina.
Dan sedekahmu kepada orang kaya, mudah-mudahan ia mengambil pelajaran lalu menginfakkan dari harta yang telah Allah berikan padanya.'" (HR. Al-Bukhari no. 1421)
Hadits ini adalah kabar gembira bagi orang-orang yang ikhlas bersedekah namun diuji dengan musibah. Mereka tidak kehilangan pahala, bahkan bisa menjadi sebab hidayah bagi pelaku kejahatan. Sedekah tidak pernah sia-sia, sebab Allah subhanahu wata'ala menilai niat, bukan hasil akhir yang di luar kuasa hamba.
Dari Sa‘d bin Abi Waqqash radhiyallaahu 'anhu, bahwa ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ »
“Sesungguhnya engkau tidaklah menginfakkan suatu nafkah pun, yang engkau niatkan untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau akan diberi pahala karenanya — hingga (pahala itu pun berlaku atas) apa yang engkau suapkan ke mulut istrimu.”
(HR. Al-Bukhari no. 56)
Betapa ajaran Islam menanamkan harapan yang luas kepada setiap amal, sekecil apapun, selama niatnya tulus. Maka infak yang kita salurkan ke masjid, bahkan jika hilang oleh sebab pencurian, tetap menjadi amal yang bernilai tinggi di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Allah Melipatgandakan Sedekah Orang yang Ikhlas
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
{مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (262) قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (263) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (264)} [البقرة: 261 - 264]
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Dan Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya), Maha Mengetahui.
Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebut pemberian (man) dan menyakiti (penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada rasa takut atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati.
Perkataan yang baik dan pengampunan lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan gangguan. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian batalkan pahala sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya (man ) dan menyakiti (penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaannya seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu ditimpa hujan lebat, sehingga menjadikannya bersih (tanpa sesuatu pun di atasnya). Mereka tidak mampu menguasai sesuatu pun dari apa yang telah mereka usahakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. “ (QS. Al-Baqarah: 261-264)
Maka siapapun yang telah menaruh infak di kotak tersebut, insyaa Allah pahalanya tetap utuh. Bahkan bisa jadi lebih besar karena adanya ujian kesabaran dan keikhlasan atas musibah ini.
Ditahlilkan
Di sebagian kampung di Sumatera Barat, kudengar ada kebiasaan yang disebut “ditahlilkan” di masjid Jum’at. Yakni jika terjadi pencurian, seperti kotak infak yang dibobol, imam dan jemaah membaca tahlil bersama agar pelaku mengembalikan barang yang dicuri atau mendapat balasan atas perbuatannya.
Amalan seperti ini tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Padahal ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha meriwayatkan bahwa beliau bersabda:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
“Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits ini menjadi prinsip dasar bahwa ibadah dan amalan yang baik harus sesuai petunjuk Nabi, bukan semata karena adat atau harapan masyarakat.
Setiap ujian adalah panggilan untuk tetap istiqamah. Bila satu jalan kebaikan diganggu, jangan biarkan niat mulia ikut tergoyah. Maka marilah kita jaga niat, tetap berinfak, dan jangan biarkan satu musibah menghalangi kita dari berbuat kebaikan yang sama di masa depan.
Doa penutup saat musibah:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أْجُرْنَا فِي مُصِيبَتِنَا، وَأَخْلِفْ لَنَا خَيْرًا مِنْهَا
"Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah kami pahala dalam musibah kami ini dan gantilah dengan yang lebih baik darinya."
Amin, wahai Rabb Pemberi rezeki dan pahala.
Pariaman, Senin, 14 Dzulqa‘dah 1446 H / 12 Mei 2025 M
Tulisan ini juga bisa diakses di:
http://mahadalmaarif.com