![]() |
Oleh: Prof. Duski Samad Tuanku Mudo
Perti milenial yang dituju tulisan ini adalah mendekatkan kaum milenial dengan Perti dan atau mudah dikenali dan dijadikan rujukan keagamaan oleh milenial. Tema ini menjadi pembicaraan saat peringatan Milad 97 Perti di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Santri, kaum muda Perti dan jamaah yang memadati aula Pesantren Yatofa masih menimbulkan harapan kader dan kaum muda Perti terus menguat di Indonesia Tengah ini. Gubernur NTB, Dirjen Bimas Islam yang mewakili Menteri Agama dalam sambutannya mengingatkan agar Perti segera bangkit menyasar milenial. Membumikan Perti adalah tugas besar yang menantang semua jajaran keluarga besar Perti.
Hari ini Perti tepat berusia 97 tahun sejak didirikan oleh ulama dan kaum cendikiawan di bawah pimpinan Syekh Sulaiman Arrasuli, 05 Mei 1928 di Negeri Candung, Bukittinggi, Sumatera Barat. Perti sebagai organisasi yang lahir sebelum kemerdekaan tentu dicatat sejarah dan masih kuat adanya dalam memori anak bangsa yang lahir masih di abad 20 mereka yang sekarang di atas 50 tahunan. Realitasnya mereka yang kelahiran tahun abad 21, lebih lagi generasi milenial, sedikit yang tahu, kecuali santri dan siswa yang belajar di MTI atau lembaga pendidikan Perti.
Generasi milenial (sering juga disebut Millennials atau Generasi Y) adalah kelompok generasi yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996 (meski batas tahunnya bisa sedikit berbeda menurut beberapa ahli). Mereka tumbuh di masa transisi dari era analog ke digital, dan dikenal sebagai generasi yang:
Melek teknologi (karena tumbuh bersama perkembangan internet, ponsel, dan media sosial).
Cenderung lebih terbuka terhadap perubahan sosial dan budaya,
Memiliki aspirasi tinggi terhadap pendidikan dan karier,
Lebih menyukai fleksibilitas kerja dan pengalaman hidup daripada sekadar stabilitas.
Generasi ini datang setelah Generasi X dan sebelum Generasi Z.
Setiap generasi dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, teknologi, dan budaya zamannya, yang membentuk cara berpikir, bekerja, dan berinteraksi mereka.
Di tengah perubahan Perti, ormas dan lembaga apapun mesti segera menemukan strategi mempengaruhi kaum milenial.
STRATEGI MEMBUMIKAN
Membumikan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) di tengah milenial memerlukan pendekatan yang adaptif, kreatif, dan berakar kuat pada nilai-nilai Perti.
Berikut strategi utamanya:
1. Rebranding Perti untuk Generasi Milenial. Narasi Baru menonjolkan Perti sebagai gerakan intelektual, moderat, dan membumi, bukan sekadar organisasi tua adalah strategi yang mesti dilakukan semua jenjang kepemimpin Perti.
Visual dan Media Sosial: Gunakan logo, warna, dan desain modern dalam semua kanal media. Maksimalkan Instagram, TikTok, dan YouTube.
Tagline Populer: Misalnya: “Perti Bangkit: Religius, Intelektual, Progresif.”
2. Program Kaderisasi dan Edukasi Kreatif.
Sekolah Kepemimpinan Milenial Perti (SKMP): Fokus pada kepemimpinan nilai, dakwah digital, literasi turats, dan jejaring sosial.
Duta Perti Milenial: Duta pelajar/mahasiswa sebagai ikon di kampus dan sekolah.
Podcast & Webinar Rutin: Kajian ringan turats, adat, dan keislaman dengan bahasa kekinian.
3. Digitalisasi dan Dakwah Siber.
Aplikasi “PertiVerse”: Platform belajar kitab kuning, sejarah PERTI, dan komunitas online.
Konten Harian di Sosial Media: Quotes ulama Perti, sejarah perjuangan, dan hikmah harian.
4. Kolaborasi dan Komunitas.
Bangun komunitas kreatif berbasis masjid atau kampus, misalnya:
Ngaji Kitab Milenial
Kopi dan Kitab
Madrasah Digital Tarbiyah.
5. Koneksi dengan Warisan Intelektual PERTI. Alihkan karya ulama Perti ke bentuk e-book, komik, animasi, dan reels.
Perkuat narasi adat basandi syarak – syarak basandi kitabullah dalam konteks kekinian (misalnya: ekonomi halal, lingkungan, kesetaraan gender dalam Islam).
KONKLUSI
Membaca ulang sejarah dan kiprah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) selama 97 tahun terakhir menunjukkan bahwa Perti adalah warisan keulamaan dan keilmuan yang kaya makna. Namun, tantangan terbesarnya hari ini adalah keterputusan generasi—yakni jarak antara memori historis Perti dengan kesadaran dan partisipasi generasi milenial.
Maka, Perti Milenial bukan sekadar harapan, melainkan keniscayaan: bahwa Perti harus membentuk wajah baru yang bersahabat dengan dunia digital, narasi yang segar, dan strategi dakwah yang relevan. Melalui rebranding, kaderisasi kreatif, dakwah digital, penguatan komunitas, dan pengemasan ulang warisan ulama dalam format yang digemari anak muda, Perti bisa kembali hadir sebagai rujukan keagamaan, intelektual, dan sosial di kalangan generasi milenial dan Gen Z.
Menjadi organisasi tua bukan halangan untuk menjadi organisasi yang berdaya saing. Sebaliknya, akar sejarah yang kokoh justru menjadi fondasi kuat untuk melangkah maju. Kini saatnya Perti tampil dengan wajah baru yang tetap berakar pada nilai, namun bersinar di pentas masa depan.
@ds.Greenlombok 420#05052025
*Guru Besar UIN Imam Bonjol