![]() |
Oleh: Prof. Duski Samad Tuanku Mudo
Burung besi Super jet IU 765 take off dari Soetta pukul 11.00 kini pukul 14.30 siap landing di bandar udara Zainuddin Abdul Madjid.
Crew pesawat beberapa kali menyebut nama Zainuddin Madjid yang sejak lama sudah penulis tahu juga, namun beda rasanya ketika nama ulama dilekatkan pada fasilitas umum sekelas bandara. Patut ditiru betapa ulama dihargai di daerah ini.
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah seorang ulama kharismatik asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang dikenal luas karena kontribusinya dalam bidang pendidikan, dakwah, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau lahir pada 5 Agustus 1898 di Kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur, dan wafat pada 21 Oktober 1997.
Dikenal dengan gelar Maulana Syaikh atau Kiai Hamzanwadi, beliau mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan (NW) pada tahun 1953, yang menjadi organisasi Islam terbesar di Lombok dan berperan penting dalam pengembangan pendidikan dan dakwah di wilayah tersebut.
Atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau pada tahun 2017.
Sebagai penghormatan atas kontribusinya, nama beliau diabadikan sebagai nama Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid di Lombok.
PENGHARGAAN TERHADAP ULAMA DI NTB
Penghargaan terhadap ulama di Lombok, khususnya terhadap tokoh besar seperti Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, mencerminkan penghormatan masyarakat dan negara terhadap peran strategis ulama dalam pendidikan, dakwah, dan perjuangan sosial.
1. Pemberian Gelar Pahlawan Nasional
Pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Zainuddin Abdul Madjid. Ini adalah bentuk tertinggi penghargaan negara terhadap kontribusi seorang warga negara dalam membela, membangun, dan mencerdaskan bangsa.
2. Penamaan Infrastruktur Publik.
Nama beliau diabadikan sebagai:
Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid di Lombok.
Banyak madrasah, masjid, dan lembaga pendidikan di NTB yang menggunakan nama beliau sebagai bentuk penghargaan atas jasa dalam bidang pendidikan Islam.
3. Pelestarian Warisan melalui Nahdlatul Wathan
Organisasi. Nahdlatul Wathan (NW) yang beliau dirikan terus berkembang sebagai wadah dakwah, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Ribuan madrasah dan pesantren NW menjadi bukti hidup warisan perjuangan beliau yang terus dijaga oleh masyarakat.
4. Festival dan Peringatan Hari Besar.
Di NTB, secara rutin digelar peringatan haul Maulana Syaikh, sebagai ajang silaturahmi dan refleksi terhadap perjuangan beliau. Ini menjadi bagian dari budaya religius yang memperkuat posisi ulama sebagai pewaris nilai-nilai luhur agama dan bangsa.
5. Peran Sosial Ulama Lokal.
Ulama di Lombok umumnya disebut Tuan Guru. Mereka masih sangat dihormati dan berpengaruh dalam urusan adat, sosial, politik, dan pembangunan. Keberadaan Majelis Ulama NTB, forum Tuan Guru, dan partisipasi mereka dalam kebijakan publik menunjukkan kuatnya posisi ulama di tengah masyarakat.
Inilah cermin kemuliaan ulama.
Mereka dihormati, bukan karena kekuasaan atau kekayaan, melainkan karena ilmu, akhlak, dan pengabdian.
NTB memberi pelajaran berharga: memuliakan ulama berarti memuliakan masa depan umat dan bangsa.
Semoga tradisi ini menginspirasi daerah lain untuk menjadikan ulama sebagai pilar peradaban, bukan sekadar pelengkap seremoni.04052025