![]() |
Oleh: Jemmy Ibnu Suardi, M.A. Tuanku Sidi
Berawal dari mulut kasar seorang oknum Habib yang merasa superior dengan nasab pribadinya, kemudian merendahkan nasab orang lain, yang konon juga adalah zuriyat Nabi, bedanya yang satu dari Yaman, satunya lagi dari Walisongo lokal.
Sebelum munculnya pertikaian organisasi tarekat, persoalan nasab menjadi sumbu ledak yang efeknya tidak bisa dianggap enteng, saling klaim keabsahan nasab keturunan Walisongo di Jawa yang konon zuriyat Nabi beserta nasab Ba'alawi Yaman yang konon juga zuriyat nabi. Hasilnya ada JATMAN dan JATMA.
Tes uji DNA pun menjadi hujjah, sesiapa yang mengaku zuriyat nabi harus tes DNA, begitu kata habib Riziek dalam salah satu video yang beredar beberapa tahun lalu. Tantangan itu kemudian dijawab oleh Kiyai Imaduddin, yang konon mendapati hasil tes DNA klan Ba'lawi Yaman berbeda hasilnya dengan klan Syarif dan Sayyid dibelahan bumi yang lain. Namun demikian Syeikh Ali Jum'ah, ulama besar Mesir, menegaskan secara ijma', bahwa nasab Ba'alwi adalah sah zuriyat Nabi.
Jika merujuk kepada Syeikh Ali Jum'ah Mesir, boleh jadi Ba'alawi adalah betul zuriyat nabi, namun demikian, bisa saja orang Arab imigran Yaman yang mengaku Habib memang betul juga bukan zuriyat nabi, wallahua'lam.
Yang menjadi sorotan adalah kemudian, legitimasi pemimpin tertinggi institusi tarekat di pulau Jawa menjadi goyang, Habib Lutfi bin Yahya, pemimpin Jatman, yang sudah puluhan tahun memimpin organisasi tarekat tersebut akhirnya dijungkal. Dalam kongres Jatman 2023 habib Lutfi tidak terpilih kembali. Hasil kongres memutuskan KH. Achmad Chalwani menjadi pucuk pimpinan Jatman.
Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah yang disingkat Jatman, adalah sebuah lembaga otonom dibawah naungan PBNU yang mengurusi secara khusus persoalan tentang tarekat. Jatman didirikan pada tahun 1957, lalu disahkan dalam Muktamar NU di Semarang tahun 1979, dan di SK-kan PBNU tahun 1980. Secara harfiah, Jatman ini berarti kumpulan para pengamal tarekat muktabarah pada kalangan NU.
Cikal bakal organisasi ini dibentuk di Jombang, Jawa Timur dengan nama Tarekat Nahdlatul Ulama yang diprakarsai oleh KH Muhammad Baidlowi, pemimpin NU di Jombang. Pendirian Tarekat Nahdlatul Ulama ditandatangani Muhammad Baidlowi, Najib Wahab, dan Khatib.
Habib Lutfi bin Yahya memimpin Jatman sejak tahun 2000 sampai lengser ditahun 2023 melalui kongres Jatman. Perseteruan klaim nasab zuriyat nabi, konon menjadi penyebab Habib Lutfi tidak terpilih kembali, selain itu Habib Lutfi dituduh menyelewengkan sejarah Jatman. Pasca lengser dari Jatman, Habib Lutfi mendirikan sendiri organisasi tarekatnya, JATMA Aswaja.
Habib Luthfi bin Yahya bersama mantan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini mendeklarasikan organisasi tarekat baru yang bernama Jam’iyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Ahlussunnah wal Jamaah, disingkat JATMA Aswaja. Wadah ini diklaim untuk menampung pengamal tarekat dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, diluar Jatman.
Deklarasi Jatma Aswaja digelar usai acara “Dzikir dan Pengajian Rutinan Jumat Kliwon Kanzus Sholawat Kota Pekalongan”, pada Jumat pagi, 18 April 2025. Dihadiri oleh para ulama dan masyayikh dari beberapa daerah, seperti Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain.
Jatma Aswaja berdiri sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) yang bersifat independen, berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-0001630.AH.01.07.TAHUN 2025.
Kalangan tarekat, khususnya di pulau Jawa kini memiliki dua organisasi tarekat, JATMAN dibawah naungan Nahdatul Ulama (NU) dan JATMA Aswaja dibawah Habib Lutfi bin Yahya.
Tarekat di Sumatera
Berbeda di pulau Jawa, pulau Sumatera nampaknya tidak terlalu mengikuti kegaduhan organisasi tarekat, meskipun tidak dipungkiri sebagian kelompok orang juga ikut terlibat didalamnya. Jika dirujuk secara historis, tarekat yang mula-mula masuk ke Sumatera adalah tarekat Syattariyah yang dibawa Syeikh Abdurrauf Singkil di Aceh dan Syeikh Burhanuddin Ulakan di Minangkabau pada permulaan abad 16.
Tarekat ini memberikan pengaruh besar di Nusantara, khususnya Sumatera. Salah satu basis Syattariyah di Nusantara adalah Pariaman, Sumatera Barat. Pada awalnya tarekat Syattariyah mendominasi pengaruhnya sampai permulaan abad ke-19. Baru pada tahun 1800an Syeikh Ismail Khalidi membawa tarekat Naqsyabandiyah ke Sumatera. Jadilah di Sumatera sejak abad ke-19 setidaknya terdapat dua aliran besar tarekat, yakni Syattariyah dan Naqsyabandiyah Khalidi.
Kedua ordo tarekat ini, memiliki basis-basis di surau yang ada di Darek dan rantau Sumatera yang berdiri secara otonom. Kalaupun ada, barulah kemudian ketika Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) bediri tahun 1928, maka sebagian pengamal tarekat ini bernaung dibawah Perti, sebagaimana dikatakan oleh ustad Abdul Shomad, salah seorang tokoh Perti, bahwa organisasi Perti berakidah ahlusunnah wal jama'ah, bermazhab fiqh Syafi'i, akidah Asy'ari - Maturidi dan bertasawuf tarekat Naqsyabandi Khalidi.
Lalu tarekat Syattariyah sendiri di Pariaman mayoritas lebih bersifat independen dan otonom tanpa berafiliasi dengan organisasi besar Islam. Meskipun demikian, tarekat Syattariyah juga ada organisasinya yang bernama DPP Syattariyah yang berpusat di Koto Tuo yang sekarang dipimpin oleh Buya Ismet Koto Tuo. Ada juga sebagian pengamal Syattariyah yang bergabung dengan NU dan ada pula yang bergabung dengan PERTI.
Misalnya salah satu tokoh besar tarekat Syattariyah di Pariaman, yakni Abuya Haji Tuanku Kuning Surau Cubadak, Sei Asam, Pariaman, yang masih melestarikan sistem keilmuan yang berbasis kepada surau. Institusi surau sendiri, di Jawa dikenal dengan pesantren, sebagaimana Prof Azyumardi Azra adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Sumatera Barat warisan intelektual Syeikh Burhanuddin Ulakan. Lembaga pendidikan surau ini, memiliki ke-khasan tersendiri, salah satunya adalah melahirkan ulama-cendikia bergelar Tuanku.
Fenomena JATMAN NU dan JATMA Aswaja Habib Lutfi, tampaknya tidak terlalu berdampak pada pengamal tarekat yang ada di Sumatera, walaupun ada mungkin kecil. Efek superioritas pada nasab, akhirnya berujung pada polarisasi organisasi pengamal tarekat, wallahua'lam.
*Peneliti dan Pemerhati Umat