![]() |
تَعَلُّمُ الصَّبْرِ بِالِابْتِسَامِ
Bismillahirrahmanirrahim
Siang tadi, aku mengikuti shalat Jum'at di Masjidil Haram, tepatnya di Mathaf Daur Tsani—lantai tiga menurut istilah yang lazim digunakan di Indonesia. Setelah selesai shalat, aku melanjutkan tulisan yang sejak tadi ingin kuposting ke Facebook dan beberapa grup WhatsApp. Saat akhirnya tulisan itu terunggah, dada terasa sedikit lapang. Ada kebahagiaan tersendiri dalam berbagi ilmu dan kebaikan.
Tiba-tiba seorang lelaki berbahasa Arab menghampiriku. Dengan sopan, ia meminta izin untuk menggunakan paket internet. Aku pun mengaktifkan hotspot untuknya. Tanpa ragu, ia langsung menelpon, berbicara panjang, berjalan ke sana kemari, bahkan tertawa. Sekitar setengah jam berlalu, ia kembali kepadaku dan mengucapkan, "Syukran."
Aku tersenyum. Hati terasa lebih lega. Ada kepuasan batin saat bisa membantu sesama hamba Ar-Rahman, meskipun hanya dengan sesuatu yang tampak sederhana.
Kulirik jam Casio hitam di tangan kiri. Waktu sudah mendekati pukul setengah tiga.
"Aku harus masuk ke dalam agar bisa mendapatkan paket buka puasa dan bertahan hingga tarawih," batinku.
Sebelum itu, aku memutuskan untuk menjaga kondisi tubuh dengan pergi ke WC 3 guna menunaikan hajat dan berwudhu.
Ujian Sabar di Antrean Wudhu
Di sinilah pelajaran itu datang. Atau lebih tepatnya, aku kembali diingatkan pada pelajaran yang sering terlupakan.
Antrean tempat buang air dan wudhu begitu sesak. Aku memilih salah satu kran di mana sudah ada seseorang yang sedang berwudhu dan seorang lainnya menunggu giliran. Orang-orang di ruangan itu umumnya bertubuh besar dan tinggi. Aku berdiri di belakang pria yang tengah menunggu giliran, menyadari bahwa tubuhku lebih kecil dibandingkan mereka.
Tiba-tiba, seorang lelaki berperawakan Arab atau Barbar—aku tak tahu pasti—datang dan berdiri di kananku. Matanya tajam mengamati kran, lalu memberi isyarat kepada orang di depanku seolah meminta giliran. Aku berdiri tepat di belakang sang penunggu, tetapi bagi lelaki itu, aku seperti tak terlihat.
Nafsuku membisikkan protes, "Aku juga punya hak atas giliran ini!"
Namun akal segera menenangkannya, "Aku sedang berpuasa. Mungkin lelaki ini sedang terburu-buru, sedangkan aku hanya menunggu waktu Ashar."
Aku teringat sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang menahan diri saat berpuasa. Maka aku paksakan sebuah senyuman. Bukan karena aku tak punya harga diri, tapi karena aku ingin mendidik jiwaku.
Hadits yang Menguatkan Kesabaran
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدِ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا.
"Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata kotor dan berbuat bodoh. Jika seseorang memusuhinya atau mencacinya, hendaklah ia mengatakan, ‘Aku sedang berpuasa,’ (sebanyak dua kali). Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Ar-Rahman daripada aroma kesturi. Ia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Aku. Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya."
(HR. Al-Bukhari, no. 1894)
Hadits ini mengajarkanku bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan amarah dan menjaga lisan. Maka aku biarkan lelaki itu mengambil giliranku.
Buah dari Kesabaran
Setelah lelaki itu selesai, aku pun duduk tenang di tempat wudhu. Kususun tas, sajadah, peci, dan kacamata di atas marmer di depanku. Tak ada yang menarik tanganku. Aku bisa berwudhu dengan tenang.
Aku tersenyum. Bukan karena aku menang, tetapi karena aku telah berusaha mengalahkan nafsu.
Sungguh, senyum yang dipaksakan demi kesabaran akan berbuah manis di hati.
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."
(QS. Az-Zumar: 10)
Doa Memohon Kesabaran
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الصَّابِرِينَ، وَزِدْنَا صَبْرًا وَيَقِينًا، وَثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ وَذِكْرِكَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاضِينَ بِقَضَائِكَ، وَارْزُقْنَا حُسْنَ الظَّنِّ بِكَ وَبِعِبَادِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
"Ya Ar-Rahman, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang sabar. Tambahkanlah kesabaran dan keyakinan kepada kami. Teguhkan hati kami dalam ketaatan dan dzikir kepada-Mu. Jadikan kami termasuk orang-orang yang ridha dengan ketetapan-Mu. Anugerahkan kepada kami husnuzan kepada-Mu dan kepada sesama hamba-Mu. Wahai Dzat yang Maha Penyayang dari segala yang penyayang."
Masjidil Haram, Makkah
Jumat, 7 Ramadhan 1446 H / 7 Maret 2025 M
Zulkifli Zakaria
Tulisan ini bisa dibaca di:
http://mahadalmaarif.com