![]() |
مجلس الحديث النبويّ الشريف
MAJELIS KAJIAN HADITS BERSAMA ZULKIFLI ZAKARIA
DI RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE (TMC)
Jl. Basuki Rahmat No.1 Pariaman
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
BAHASAN HADITS TENTANG MENGIMANI AZAB KUBUR
Rabu, 18 Rabi’ul Awwal 1447 H / 10 September 2025 M
Teks Hadits:
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، سَمِعَ رَوْحَ بْنَ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: ذَكَرَ لَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي طَلْحَةَ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ يَوْمَ بَدْرٍ بِأَرْبَعَةٍ وَعِشْرِينَ رَجُلًا مِنْ صَنَادِيدِ قُرَيْشٍ، فَقُذِفُوا فِي طَوِيٍّ مِنْ أَطْوَاءِ بَدْرٍ خَبِيثٍ مُخْبِثٍ، وَكَانَ إِذَا ظَهَرَ عَلَى قَوْمٍ أَقَامَ بِالعَرْصَةِ ثَلاَثَ لَيَالٍ، فَلَمَّا كَانَ بِبَدْرٍ اليَوْمَ الثَّالِثَ أَمَرَ بِرَاحِلَتِهِ فَشُدَّ عَلَيْهَا رَحْلُهَا، ثُمَّ مَشَى وَاتَّبَعَهُ أَصْحَابُهُ، وَقَالُوا: مَا نُرَى يَنْطَلِقُ إِلَّا لِبَعْضِ حَاجَتِهِ، حَتَّى قَامَ عَلَى شَفَةِ الرَّكِيِّ، فَجَعَلَ يُنَادِيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِهِمْ: «يَا فُلاَنُ بْنَ فُلاَنٍ، وَيَا فُلاَنُ بْنَ فُلاَنٍ، أَيَسُرُّكُمْ أَنَّكُمْ أَطَعْتُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَإِنَّا قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا، فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟» قَالَ: فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تُكَلِّمُ مِنْ أَجْسَادٍ لاَ أَرْوَاحَ لَهَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ»، قَالَ قَتَادَةُ: أَحْيَاهُمُ اللَّهُ حَتَّى أَسْمَعَهُمْ، قَوْلَهُ تَوْبِيخًا وَتَصْغِيرًا وَنَقِيمَةً وَحَسْرَةً وَنَدَمًا
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdullāh bin Muḥammad yang telah mendengar Rauh bin ‘Ubādah berkata: telah menceritakan kepada kami Sa‘īd bin Abī ‘Arūbah, dari Qatādah, ia berkata: telah menyebutkan kepada kami Anas bin Mālik, dari Abu Thalhah radhiyallāhu ‘anhu, bahwa Nabi Allah shallallāhu ‘alaihi wasallam pada hari Perang Badar memerintahkan agar dua puluh empat orang tokoh Quraisy dilemparkan ke dalam salah satu sumur dari sumur-sumur Badr yang kotor lagi busuk. Dan beliau, apabila menang atas suatu kaum, biasa menetap di medan itu selama tiga malam. Maka ketika di Badr pada hari yang ketiga, beliau memerintahkan agar tunggangannya dipersiapkan dan dipasang pelananya, lalu beliau berjalan, diikuti oleh para sahabatnya. Mereka berkata: “Kami tidak melihat beliau pergi kecuali untuk suatu keperluan.”
Hingga beliau berdiri di tepi sumur, lalu mulai memanggil mereka dengan menyebut nama-nama mereka dan nama bapak-bapak mereka:
«يَا فُلاَنُ بْنَ فُلاَنٍ، وَيَا فُلاَنُ بْنَ فُلاَنٍ، أَيَسُرُّكُمْ أَنَّكُمْ أَطَعْتُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَإِنَّا قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا، فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟»
“Wahai fulan bin fulan, wahai fulan bin fulan! Apakah kalian senang seandainya kalian dulu taat kepada Allah dan Rasul-Nya? Sesungguhnya kami telah benar-benar mendapati apa yang dijanjikan Rabb kami itu nyata. Maka apakah kalian juga telah mendapati apa yang dijanjikan Rabb kalian itu nyata?”
Maka Umar radhiyallāhu ‘anhu berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau berbicara kepada jasad-jasad yang tidak memiliki ruh?”
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ»
“Demi Dia yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah kalian lebih mendengar terhadap apa yang aku ucapkan daripada mereka.”
Qatādah berkata: “Allah menghidupkan mereka sehingga mendengar ucapan beliau, sebagai celaan, penghinaan, azab, penyesalan, dan rasa kecewa.”
(HR. Al-Bukhārī, no. 3976)
26 - (932) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: ذُكِرَ عِنْدَ عَائِشَةَ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ يَرْفَعُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ» فَقَالَتْ: وَهِلَ، إِنَّمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّهُ لَيُعَذَّبُ بِخَطِيئَتِهِ أَوْ بِذَنْبِهِ، وَإِنَّ أَهْلَهُ لَيَبْكُونَ عَلَيْهِ الْآنَ» وَذَاكَ مِثْلُ قَوْلِهِ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَى الْقَلِيبِ يَوْمَ بَدْرٍ، وَفِيهِ قَتْلَى بَدْرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَقَالَ لَهُمْ مَا قَالَ «إِنَّهُمْ لَيَسْمَعُونَ مَا أَقُولُ» وَقَدْ وَهِلَ، إِنَّمَا قَالَ: «إِنَّهُمْ لَيَعْلَمُونَ أَنَّ مَا كُنْتُ أَقُولُ لَهُمْ حَقٌّ» ثُمَّ قَرَأَتْ: {إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى} [النمل: 80] {وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ} [فاطر: 22] يَقُولُ: حِينَ تَبَوَّءُوا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ.
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyām, dari ayahnya, ia berkata:
“Disebutkan di hadapan ‘Āisyah bahwa Ibnu ‘Umar menisbatkan kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam sabda berikut: "Sesungguhnya mayit diazab di dalam kuburnya karena tangisan keluarganya atas dirinya."
Maka ‘Āisyah berkata: "Ia salah. Sesungguhnya Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam hanya bersabda:
'Sesungguhnya ia benar-benar diazab karena kesalahan atau dosanya, sedangkan keluarganya saat itu menangisinya.'
Itu sama halnya dengan ucapannya (Ibnu ‘Umar) tentang sabda Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam ketika beliau berdiri di atas sumur (qulīb) pada hari Perang Badar, dan di dalamnya terdapat jasad orang-orang musyrik yang terbunuh pada Perang Badar. Lalu beliau berkata kepada mereka sesuatu yang beliau ucapkan:
'Sesungguhnya mereka mendengar apa yang aku katakan.'
Padahal (kata ‘Āisyah) ia salah. Sesungguhnya beliau hanya bersabda:
'Sesungguhnya mereka mengetahui bahwa apa yang aku sampaikan kepada mereka adalah benar.'
Kemudian ‘Āisyah membaca firman Allah Ta‘ālā:
"Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidak dapat menjadikan orang-orang mati mendengar"
(QS. an-Naml: 80), dan:
"Dan engkau bukanlah orang yang dapat memperdengarkan (membuat mendengar) kepada orang-orang yang berada di dalam kubur"
(QS. Fāthir: 22).
Maksudnya: ketika mereka telah menempati tempat duduk mereka di neraka.”
(HR. Muslim , no. 932-26)
Pelajaran dari Hadits ini:
Para sahabat berbeda pendapat di antara mereka dalam hal ra’yu (pendapat) dan ijtihad. Namun, dalil dari al-Qur’an dan Sunnah tetap menjadi tolok ukur kebenaran dan kesalahan dalam setiap perbedaan yang terjadi di antara mereka.
Dalam hadits ini, Abdullah bin ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam berdiri di atas Qalīb Badr (sumur tempat jasad pemimpin-pemimpin Quraisy yang kafir dilemparkan setelah terbunuh pada Perang Badar tahun kedua hijriah, setelah Allah mengalahkan mereka melalui tangan kaum mukminin). Lalu Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam menyeru mereka dengan menyebut nama-nama mereka satu per satu, berikut nama ayah mereka, sebagai bentuk celaan dan teguran.
Dalam Shahih Muslim disebutkan secara jelas nama-nama mereka:
“Wahai Abu Jahl bin Hisham, wahai Umayyah bin Khalaf, wahai ‘Utbah bin Rabi‘ah, wahai Syaibah bin Rabi‘ah.” Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam mengkhususkan mereka dalam seruan karena kerasnya penentangan dan besarnya permusuhan mereka terhadap beliau dan para sahabatnya.
Kemudian Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apakah kalian telah menemukan janji Rabb kalian (yakni azab) itu benar?”
Lalu beliau menambahkan:
“Sesungguhnya mereka sekarang mendengar apa yang aku katakan.”
Ini adalah pemberitahuan dari beliau tentang adanya kesadaran dan pendengaran mereka terhadap ucapannya shallallāhu ‘alaihi wasallam.
Urwah bin az-Zubair meriwayatkan bahwa ketika perkataan Abdullah bin ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā tersebut disebutkan kepada ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anha, ia mengingkari riwayat Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā itu dan berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam hanya bersabda: ‘Sesungguhnya mereka sekarang benar-benar mengetahui bahwa apa yang dahulu aku katakan kepada mereka adalah kebenaran,’ yaitu tentang tauhid, iman, dan yang lainnya.”
Dengan demikian, ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anh menafikan adanya pendengaran bagi orang mati ketika berada di dalam kuburnya.
Kemudian ia berdalil dengan firman Allah Ta‘ālā:
"Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidak dapat menjadikan orang-orang mati mendengar, dan tidak (pula) menjadikan orang-orang tuli mendengar seruan apabila mereka berpaling membelakang."
(QS. an-Naml: 80).
Ia bermaksud menegaskan pendapat yang ia pegangi.
Makna ayat tersebut adalah bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam tidak dapat memperdengarkan mereka, tetapi yang memperdengarkan mereka adalah Allah ta‘ālā.
Adapun apa yang disebutkan oleh Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā adalah lebih kuat dan lebih shahih. Dan ayat yang dijadikan dalil oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anha tidak bertentangan dengan riwayat Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā. Maknanya: Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam sendiri tidaklah memperdengarkan mereka, akan tetapi Allah-lah yang menghidupkan mereka hingga akhirnya mereka mendengar. Dan pengetahuan (yang mereka miliki setelah mati) tidak menafikan adanya pendengaran. Karena sesungguhnya mereka tidak mendengar ketika dalam keadaan mati, tetapi Allah menghidupkan mereka hingga mereka dapat mendengar.
Jika dalam keadaan itu mereka bisa mengetahui (kebenaran), maka memungkinkan pula bagi mereka untuk mendengar.
Wallāhu a’lam