![]() |
عِشْ حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا
Bismillāhirraḥmānirraḥīm
Kabar Duka di Tengah Perjalanan Suci
Dua hari yang lalu, ketika kami masih berada dalam perjalanan dari Madinah menuju Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah umrah dalam keadaan berihram, aku mendapat kabar melalui video call di grup keluarga. Puteri keempatku, yang baru saja tiba di Pariaman setelah libur semester kuliah di Al-Azhar Kairo, menyampaikan berita duka: ayah salah seorang temannya wafat di Makkah ketika sedang melaksanakan sa’i umrah.
Ternyata, kata anakku: "Ayah teman itu adalah pembimbing jemaah umrah dari Sumatera Barat juga, sebagaimana Abi."
Dalam video yang ia kirim, tampak jelas jenazah sang ustadz diantar dengan mobil golf menuju Masjid al-Ḥarām, diiringi beberapa jemaah Indonesia. Wajah dan kepalanya dibiarkan terbuka, tubuhnya hanya terbalut kain ihram. Pemandangan itu sungguh menggetarkan hati, seakan Allah memilihnya untuk pulang di tempat termulia, dalam keadaan ibadah.
Tamu Allah yang Doanya Mustajab
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu, dari Rasulullāh shallallāhu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
«الْحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ، وَفْدُ اللَّهِ، إِنْ دَعَوْهُ أَجَابَهُمْ، وَإِنِ اسْتَغْفَرُوهُ غَفَرَ لَهُمْ»
"Orang-orang yang berhaji dan berumrah adalah tamu-tamu Allah. Apabila mereka berdoa kepada-Nya, Allah akan mengabulkannya, dan apabila mereka memohon ampun kepada-Nya, Allah akan mengampuni mereka."
(HR. Ibnu Mājah, no. 2892)
Hadits ini menggambarkan betapa agungnya kedudukan mereka yang datang ke Baitullāh dengan niat ibadah. Mereka adalah tamu Allah yang dimuliakan, doa mereka dikabulkan, ampunan mereka diterima.
Doa Rasulullah untuk Umar
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, ia berkata: Rasulullāh shallallāhu 'alaihi wasallam melihat pada Umar sebuah baju putih, lalu beliau bertanya:
«ثَوْبُكَ هَذَا غَسِيلٌ أَمْ جَدِيدٌ؟»
Umar menjawab: "Bukan, bahkan ini hanya baju yang sudah dicuci."
Maka Rasulullāh shallallāhu 'alaihi wasallam bersabda:
«اِلْبَسْ جَدِيدًا وَعِشْ حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا»
"Pakailah pakaian yang baru, hiduplah dengan terpuji, dan wafatlah dalam keadaan syahid."
(HR. Ibnu Mājah, no. 3558)
Doa ini mengajarkan kita bahwa yang utama bukan sekadar pakaian baru, melainkan hidup yang terpuji (ʿisy ḥamīdan), mulia (ʿisy karīman), dan berakhir dengan kematian syahid.
Kematian yang Indah dalam Ibadah
Riwayat lain dari Ibnu ‘Abbās radhiyallāhu ‘anhumā menyebutkan:
"Ada seorang laki-laki bersama Rasulullāh shallallāhu 'alaihi wasallam, lalu untanya menjatuhkannya hingga ia meninggal. Maka Rasulullāh shallallāhu 'alaihi wasallam bersabda:
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَلَا تُقَرِّبُوهُ طِيبًا، وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا.
‘Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, jangan diberi wewangian, dan jangan ditutup kepalanya, karena sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah’."
(HR. Muslim, no. 1206)
Betapa bahagianya seorang hamba yang menghadap Allah di tanah suci, dengan pakaian ihram dan lisan yang masih basah dengan talbiyah. Kematian semacam ini merupakan salah satu bentuk mati syahid, sebagaimana doa Rasulullah shallallāhu 'alaihi wasallam untuk Umar.
Hidup Mulia, Mati Syahid
Allah subhānahu wata‘āla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
(QS. Al-Ḥujurāt: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah subhānahu wata‘āla tidak diukur dari pakaian baru, harta, ataupun status keturunan, melainkan dari ketaatan dan ketakwaan. Doa Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam kepada Umar radhiyallāhu ‘anhumā agar “ʿisy ḥamīdan wa mut syahīdan” adalah doa agar hidupnya penuh dengan pujian yang baik, mulia, dan ditutup dengan syahid.
Setelah Haji dan Umrah: Hidup dengan Cahaya Taqwa
Ibadah haji dan umrah tidak berhenti di Ka’bah. Ia adalah titik balik yang seharusnya meninggalkan bekas dalam kehidupan sehari-hari.
Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah shallallāhu 'alaihi wasallam bersabda:
مَن حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، ولَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَومِ ولَدَتْهُ أُمُّهُ
'Barang siapa berhaji lalu ia tidak berkata kotor dan tidak berbuat kefasikan, niscaya ia kembali (dari haji) seperti pada hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.'"
(HR. Al-Bukhāri, no. 1521)
Artinya, setelah kembali dari haji dan umrah, seorang muslim seakan lahir kembali tanpa dosa. Itulah saatnya menjaga kesucian hati, memperbanyak amal saleh, dan menapaki sisa hidup dengan ketaatan yang menambah kemuliaan.
Renungan
Kabar wafatnya ayah teman puteriku di Makkah, dalam keadaan ihram saat menunaikan sa’i, membuatku termenung lama. Aku sendiri yang saat itu masih di perjalanan menuju Baitullāh bertanya dalam hati: “Apakah kelak aku juga akan dipanggil dalam keadaan ibadah? Ataukah Allah masih memberi waktu untuk memperbaiki diri?”
Seorang hamba bisa saja pulang dengan baju baru, tapi itu hanya keindahan luar. Yang lebih penting adalah pulang dengan hati yang bersih, hidup yang terpuji, dan wafat dalam keadaan mulia.
Semoga Allah subhānahu wata‘āla mengaruniakan kepada kita semua kehidupan yang penuh takwa, langkah yang selalu terhormat, dan penutup hidup yang diridai-Nya, bahkan semoga kita digolongkan sebagai orang-orang yang mut syahīdan di jalan-Nya.
Āmīn
Makkah al-Mukarramah, Kamis, 12 Rabi'ul Awwal 1447 H / 4 September 2025 M
Tulisan ini bisa diakses di: http://maahadalmaarif.com