![]() |
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
Melanjutkan rangkaian kajian, Seri 2 menyajikan telaah dalil-dalil ilmiah—ayat Al-Qur’an, hadits shahih, dan penjelasan para ulama klasik-kontemporer—sebagai fondasi menimbang Tabuik dalam timbangan Dinul Islam. Semoga meneguhkan komitmen kita mengikuti kebenaran.
MENIMBANG DENGAN DUA SUMBER AGAMA ISLAM
PERTAMA: AL-QURANUL KARIM:
1. Firman Allah subhaanhu wata’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An-Nisaa’:59)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Wajib bagi setiap mukmin yang mengimani Allah ta’ala dan hari akhir, menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih sebagai dasar untuk melakukan apa saja. Serta menjadikan penjelasan ulama beserta kebijakan umara yang kedua mereka ini disebut sebagai ulul amri, sebagai arahan.
Kemudian manakala ada persoalan yang dipertentangkan, maka wajib bagi ulul amri (ulama dan umara) mengembalikannya kepada Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.
2. Firman Allah subhaanahu wata’ala:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“... Pada hari ini Aku telah menyempurkan untuk kalian din kalian ini dan Aku sempurnakan atas kalian nikmat-Ku, serta Aku telah meridhai untuk kalian ini Islam sebagai din....”
(Sebahagian QS. Al-Maaidah:3)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Perayaan Tabuik Pariaman ada unsur kesamaan pokok Al-Husainiyat (riual peringatan kematian), yaitu memperbaharui kenangan atau ratapan terhadap kematian Al-Husain bin ’Ali radhiyallaahu ‘anhuma yang menjadi roh atau dasar utama paham keagamaan Syi’ah Rafidhah. Padahal ajaran Islam telah sempurna sebelum kematian tersebut, maka semua keyakinan dan ritual keagamaan Syi’ah yang demikian adalah tidak termasuk dalam Dinul Islam.
Karenanya tidak bisa disebut diucapkan Tabuik Pariaman yang Islami sebagaimana tidak sah dikatakan Ritual Al-Husainiyat yang Islami, atau mengislamikan Tabuik Pariaman dan Al-Husainiyat Syi’ah.
3. Firman Allah subhaanahu wata’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Rabb mereka!
Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidi lharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)! Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Maaidah:2)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Apabila suatu perbuatan tergolongan bid’ah atau sesat yang haram hukum melakukannya, maka semua keterlibatan di dalam prosesi pengadaan perbuatan tersebut adalah dilarang dan dihukumi haram.
4. Firman Allah ta’ala:
ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا- وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
"..... Demikianlah nasehat yang disampaikan kepada siapa saja yang telah mengimani Allah dan hari akhir. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia jadikan baginya jalan keluar, dan Dia memberinya rezki dari arah yang tidak dia perhitungkan. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia-lah Penjaminnya. Sesungguhnya Allah ta’ala adalah Maha Menuntaskan urusan-Nya, dan Dia telah menjadikan ukuran bagi segala sesuatu.”
(QS. Ath-Thalaaq:2-3)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Ketika Perayaan Tabuik Pariaman telah diyakini sebagai perbuatan haram, maka wajib bagi Permerintah Pariaman dan masyarakat muslim untuk tidak lagi membuatnya karena alasan takut kepada Allah ta’ala.
Lalu jika kawatir akan menyebabkan penurunan pemasukan finansial bagi Pariaman, maka telah ada jaminan dari solusi (jalan keluar) dari sisi Allah ta’ala, sebagaimana ada solusi sumber rezki lain yang tidak terduga.
KEDUA: SUNNAH
1. Hadits Larangan Tasyabbuh:
‘Utsman bin Abi Syaibah telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Abu An-Nashr telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) ‘Abdurrahman bin Tsabit telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Hassan bin ‘Athiyah telah menyampaikan hadits kepada kami, dari Abu Munib Al-Jurasyi, dari Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhu yang menuturkan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam telah bersabda,
«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»
"Barangsiapa yang bertasyabbuh (menyerupakan dirinya) dengan suatu kaum, maka dia adalah termasuk di antara mereka."
(Lafaz HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no.4031, Al-Albaniy menilai :Shahih)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Perayaan Tabuik Pariaman adalah bentuk tasyabbuh (penyerupaan diri) dengan ritual Al-Husainiyat kaum Syi’ah Rafidhah, sekalipun masyarakat Pariaman yang membuatnya mengaku tidak menganut agama Syi’ah.
2. Hadits Penetapan Hari Raya Kaum Muslimin
Musa bin Isma’il telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Hammad telah menyampaika hadits kepada kami, dari Humaid, dari Anas radhiyallahu yang mengatakan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah tiba di Medinah, sementara mereka (penduduk Medinah) memiliki dua hari yang mereka bermain-main pada dua hari itu. Beliau bertanya,
« مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ »
“Apakah kedua hari ini?”
Mereka menjawab, “Dahulu pada masa Jahiliyah, kami telah biasa mengisinya dengan bermain.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
« إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ »
“Sesungguhnya Allah telah menukar kedua hari raya ini untuk kalian dengan sesuatu yang yang lebih baik: hari Al-Adhha (‘Iedul Adhha) dan hari Al-Fithr (‘Iedul Fithri).”
(Lafaz HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no.1134, Al-Albaniy menilai: shahih)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Sewajarnya orang mukmin meninggalkan suatu perbuatan ketika telah datang dalam ajaran Islam bahwa perbuatan itu dilarang dan berpindah kepada perbuatan lain yang diperintah syarak. Sekali pun telah terbiasa dan sejak lama melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
3. Hadits Perpecahan Ummat:
Dan ada hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma yang menuturkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
«إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي النَّار إِلا مِلَّةً وَاحِدَةً»
“Sesungguhnya Bagi Israil telah terpecah belah atas 72 golongan, dan ummat akan terpecah belah atas 73 golongan yang kesemua mereka adalah dalam Neraka, kecuali satu golongan,”
Maka mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah ia (golongan tersebut) wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda,
«مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي»
“Yang aku dan para sahabatku di atasnya.”
(Lafaz HR. Al-Baghawiy dalam kitab Syarhus Sunnah 1/149, bagian dari hadit no.104, kata editor terbitan ini Abu Muzhaffar Sa’id As-Sinariy :”Shahih dengan sejumlah riwayat penunjangnya.”)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Jika ingin menjadi muslim yang selamat dari Neraka, maka mestilah mengamalkan Dinul Islam sesuai yang didapati dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi dan para sahabatnya radhiyallaahu ‘anhum.
Sedangkan segala macam kegiatan bercorak Al-Husainiyat Syi’ah Rafidhah adalah tidak ada dilakukan pada masa generasi pertama tersebut, sepatutnyalah dijauh dan tidak terlibat dalam pelaksanaannya.
4. Hadits Larangan Niyahah:
Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) ‘Affan telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Aban bin Yazid telah menyampaikan hadits kepada kami; Dan Ishaq bin Manshur telah menyampaikan hadits kepada saya, (yang mengatakan bahwa)—dan ini adalah lafaz versinya—Habban bin Hilal telah menyampaikan kabar kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Habban telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Yahya telah menyampaikan hadits kepada kami bahwa Zaid telah menyampaikan hadits kepadanya bahwa Abu Salam telah menyampaikan hadits kepadanya bahwa Abu Malik Al-Asy’ariy telah menyampaikan hadits kepadanya bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
« أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ »
“Empat perbuatan pada ummatku adalah berasal dari perbuatan Jahiliyah yang mereka tidak meninggalkanya: “Berbangga-bangga dengan kebangsawanan, mencela nasab keturunan, meminta hujan dengan bintang-bintang dan meratapi orang yang telah mati.”
Dan Beliau bersabda juga,
«النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا، تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ»
“Wanita yang meratapi orang mati apabila tidak bertaubat sebelum kematiannya, maka pada hari kiamat nanti akan diberdirikan dengan mengenakan baju ghamis dari aspal dan baju kurung berupa gatal-gatal.”
(Lafaz HR. Muslim dalam Shahih Muslim no.934-29)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Sekalipun disebutkan di dalam hadits ini, maka dosa ratapan mayat juga akan didapati oleh lelaki, jika mengerjakannya. Dan semua pelaku dalam semua prosesi perayaan Tabuik Pariaman adalah para pelaksana bagi hakekat ratapan terhadap kematian Al-Husain radhiyallaahu ‘anhu, yang perbuatan tersebut adalah haram, tergolong dosa besar karena ada ancaman siksa akhirat bagi pelakukannya.
5. Hadits Bahaya Mengajarkan Perbuatan Sesat:
Ali bin Hujr telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Isma’il bin Ja’far telah menyampaikan kabar kepada kami, dari Al-‘Ala’ bin ‘Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
«مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ يَتَّبِعُهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ يَتَّبِعُهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا»
“Barangsiapa yang telah mengajak kepada suatu hudan (perbuatan yang berasal dari petunjuk Islam), maka dia memiliki pahala seperti pahala-pahala siapa saja telah mengikutinya, tanpa ada pengurangan pahala mereka tersebut sedikit pun. Dan barangsiapa yang telah mengajak kepada kesesatan, maka dia memikul dosa seperti dosa-dosa siapa saja yang telah mengikutinya, tanpa ada penguranagn dari dosa-dosa mereka tersebut sedikit pun.”
Abu Isa berkata: “Ini hadits hasan shahih.”
(Lafaz HR. At-Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidziy no.2674)
Wajhu ad-Dalaalah:
Apabila telah dipahami bahwa Perayaan Tabuik Pariaman adalah penerapan dari sebagian ritual keagaaman sesat Syi’ah Rafidhah, maka berdosa orang yang melaksanakannya dan dosa lebih bagi yang mengajak orang lain untuk melaksanakannya dan merayakannya.
6. Hadits Perintah Berpegang Dengan Sunnah:
Ali bin Hujr telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Baqiyah bin Al-Walid telah menyampaikan hadits kepada kami, dari Bahir bin Sa’d, dari Khalid bin Ma’dan, dari ‘Abdurrahman bin ‘Amr As-Salmiy, dari Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallaahu ‘anhu yang menuturkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikan nasehat kepada kami pada suatu hari setelah shalat shubuh, dengan suatu nasehat yang sangat berkesan menyebabkan mata mengeluarkan airnya dan qalbu menjadi gemetar.
Lalu ada seorang berkata, “Sungguh ini adalah nasehat seorang yang bakal berangkat, maka apakah gerangan yang Engkau pesankan kepada kami, wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda,
«أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ»
“Aku pesankan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala dan untuk mendengar dan mentaati, sekali pun (yang memimpin) seorang budak Habsyi! Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang akan hidup nanti, maka dia tentu menyaksikan banyak pertikaian, dan waspadalah kalian terhadap persoalan-persoalan baru karena sungguh ia adalah sesat! Barangsiapa di antara kalian yang mendapati itu, maka hendaklah ia berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang benar nan berpegang kepada petunjuk! Kalian gigit kuatlah ke atas sunnah tersebut dengan gigi-gigi taring!”
Abu Isa berkata, “Ini hadits hasan shahih.”
(Lafaz HR. At-Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidziy no.2676)
Wajhu Ad-Dalaalah:
Seorang muslim wajib berpegang kepada ajaran Islam yang diyakini berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para khalifah rasyid setelah Beliau.
Tradisi Al-Husainiyat Syi’ah adalah tidak berasal dari tuntunan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan tuntunan khalifah rasyid yang berempat radhiyallaahu ‘anhum, maka mesti kita jauhi karena termasuk dalam makna “persoalan baru” (perkara yang diada-adakan di dalam beragama), sekali pun banyak manusia yang melakukanny). Dan Perayaan Tabuik Pariaman adalah semisalnya.
7. Hadits Larangan Membuat Hal Baru Dalam Masalah Agama:
Ya’qub telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Ibrahim bin Sa’d telah menyampaikan hadits kepada kami, dari ayahnya, dari Al-Qasim bin Muhammad, dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha yang mengatakan, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ»
“Barangsiapa yang telah membuat baru di dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang semula tidak terdapat di dalamnya, maka ia ditolak.”
(Lafza HR. Al-Bukhariy di dalam Shahih Al-Bukhariy no.2697)
8. Hadits Amalan Bid’ah Tertolak.
Ishaq bin Ibrahim dan ‘Abdun bin Humaid telah menyampaikan hadits kami yang keduanya dari Abu ‘Amir; ‘Abdun mengatakan bahwa ‘Abdul Malik bin ‘Amru telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) ‘Abdullah bin Ja’far Az-Zahriy telah menyampaikan hadits kepada kami, dari Sa’d bin Ibrahim yang menuturkan, “Saya telah bertanya kepada Al-Qasim bin Muhammad tentang seseorang yang memiliki 3 rumah, lalu mewasiatkan sepertiga dari setiap rumah tiga tersebut, maka dia (Al-Qasim) menjawab,
“Dikumpulkan kesemua wasiat tersebut dalam satu rumah.” Setelah itu dia mengatakan bahwa ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha telah menyampaikan kabar kepadanya bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
“Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak didasari di atas perintah kami, maka ia ditolak.”
(Lafaz HR. Muslim dalam Shahih Muslim no.1718-18)
Wajhu Ad-Dalaalah Dua Hadits Bahaya Bid’ah:
Perayaan Tabuik Pariaman adalah tergolong perbuatan baru (bid’ah) dalam agalam Islam, yang tidak bisa disebut sebagai produk budaya semata. Karena roh keberadaan Parayaan ini adalah ritual keagaam kaum Syi’ah. Maka tertolak secara dalam syari’at Islam dan wajib seorang muslim menolaknya atau tidak melaksanakannya.
9. Hadits Tanggung jawab Setiap Pemegang Amanah
Bisyr bin Muhammad As-Sakhtiyaniy telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) ‘Abdullah telah menyampaikan kabar kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Yunus telah menyampaikan kabar kepada kami, dari Az-Zuhriy yang menuturkan, “Salim telah menyampaikan kabar kepadaku, dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma yang mengatakan, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Setiap kalian adalah pengembala dan ditanyai tentang yang digembalakannya. Imam (pemimpin) adalah seorang pengembala dan ditanyai tentang rakyatnya. Lelaki adalah pengembala dalam keluarganya dan ditanyai tentang yang digembalakannya. Wanita (isteri) adalah di dalam rumah suaminya adalah pengembala yang ditanyai tentang yang digembalakannya. Dan pembantu yang berada di dalam harta kekayaan tuannya adalah pengembala dan akan ditanyai tentang yang digembalakannya.”
Ibnu ‘Umar melanjutkan, “Saya suka Beliau bersabda,
«وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ»
“Dan lelaki adalah pengembala di dalam harta ayahnya.”
(Lafaz HR. Al-Bukhariy dalam Shahih Al-Bukhariy no. 2751)
Wajhu Ad-Dalalah:
Ulama adalah pemegang amanah hukum Allah ta’ala yang mesti mereka sampaikan kepada ummat dan nanti akan dipertanggungjawabkan. Mas’uul (ditanyai) bisa bermakna ditujukan kepadanya pertanyaan di dunia, bisa juga ditujukan kepadanya pertanyaan di akhirat.
Umara (pemerintah) adalah pemegang amanah mengatur rakyat, termasuk pengaturan peneratapan ajaran agama Allah ta’ala.
Ketika ulama telah mengetahui keharaman perayaan Tabuik Paraiaman, lalu berdiam diri dan tidak menyampaikannya kepada umara dan rakyat, maka kepada mereka ini pertanyaan ditujukan di dunia dan di akhirat.
Dan ketika penguasa telah mengetahui dari ulama keharaman perayaan Tabuik Pariaman, lalu tidak mau menghentikannya, maka kepada mereka ini pertanyaan ditujukan di dunia dan akhirat.
Bersambung ke seri 3, insya Allah