![]() |
مجلس الحديث النبويّ الشريف
MAJELIS KAJIAN HADITS BERSAMA ZULKIFLI ZAKARIA
DI RUMAH SAKIT TAMAR MEDICAL CENTRE (TMC)
Jl. Basuki Rahmat No.1 Pariaman, Telp (0751) 93277-WA +62823-9204-3467
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
BAHASAN HADITS TENTANG MENGIMANI AZAB KUBUR
Rabu, 27 Muharram 1447 H / 23 Juli 2025 M
Teks Hadits:
4234 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي ثَوْرٌ، قَالَ: حَدَّثَنِي سَالِمٌ، مَوْلَى ابْنِ مُطِيعٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: افْتَتَحْنَا خَيْبَرَ، وَلَمْ نَغْنَمْ ذَهَبًا وَلاَ فِضَّةً، إِنَّمَا غَنِمْنَا البَقَرَ وَالإِبِلَ وَالمَتَاعَ وَالحَوَائِطَ، ثُمَّ انْصَرَفْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى وَادِي القُرَى، وَمَعَهُ عَبْدٌ لَهُ يُقَالُ لَهُ مِدْعَمٌ، أَهْدَاهُ لَهُ أَحَدُ بَنِي الضِّبَابِ، فَبَيْنَمَا هُوَ يَحُطُّ رَحْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ سَهْمٌ عَائِرٌ، حَتَّى أَصَابَ ذَلِكَ العَبْدَ، فَقَالَ النَّاسُ: هَنِيئًا لَهُ الشَّهَادَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَلْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَصَابَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ المَغَانِمِ، لَمْ تُصِبْهَا المَقَاسِمُ، لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا» فَجَاءَ رَجُلٌ حِينَ سَمِعَ ذَلِكَ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِرَاكٍ أَوْ بِشِرَاكَيْنِ، فَقَالَ: هَذَا شَيْءٌ كُنْتُ أَصَبْتُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «شِرَاكٌ - أَوْ شِرَاكَانِ - مِنْ نَارٍ»
‘Abdullāh bin Muḥammad telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Mu‘āwiyah bin ‘Amr telah menyampaikan hadits kepada kami, (yang mengatakan bahwa) Abū Isḥāq telah menyampaikan hadits kepada kami, dari Mālik bin Anas, (yang mengatakan bahwa) Tsaur telah menyampaikan hadits kepadaku, (yang mengatakan bahwa) Sālim, maulā (bekas budak / hamba sahaya yang dimerdekakan oleh) Ibnu Muthī‘ telah menyampaikan hadits kepadaku, bahwa ia mendengar Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu berkata:
“Kita menaklukkan Khaybar, dan kita tidak memperoleh rampasan berupa emas maupun perak. Yang kita peroleh hanyalah sapi, unta, barang-barang kebutuhan, dan kebun-kebun (kurma) yang berdinding. Kemudian kita pulang bersama Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam menuju Wādī al-Qurā. Bersama beliau ada seorang hamba miliknya bernama Mid‘am, yang dihadiahkan kepada beliau oleh salah seorang dari Bani Dhibāb.
Ketika ia sedang menurunkan pelana (perlengkapan) Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba meluncur sebuah anak panah nyasar hingga mengenai hamba itu.
Orang-orang pun berkata: ‘Selamat baginya, ia mati syahid!’
Maka Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«بَلْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَصَابَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ المَغَانِمِ، لَمْ تُصِبْهَا المَقَاسِمُ، لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا»
“Tidak! Demi (Allah) Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya sehelai selimut (syamlah) yang ia ambil pada hari Khaybar dari harta rampasan perang—yang belum sampai ke bagian pembagian—akan menyala atasnya menjadi api (neraka).”
Lalu datanglah seorang laki-laki, setelah mendengar hal itu dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam, membawa seutas tali sandal atau dua tali sandal, seraya berkata: ‘Ini sesuatu yang dulu aku dapatkan (sebelum dibagikan).’
Maka Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
«شِرَاكٌ - أَوْ شِرَاكَانِ - مِنْ نَارٍ»
“Seutas tali sandal—atau dua tali sandal—(itu pun dapat menjadi) api (neraka).”
(HR. Al-Bukhāri, no. 4234)
Petikan Pelajaran:
Allāh subhānahu wata’āla berfirman:
{ وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (161)} [آل عمران: 161]
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali Imrān: 161)
Peristiwa ini terjadi setelah penaklukan Khaybar, sebuah benteng Yahudi yang terkenal kuat di utara Madinah. Khaybar adalah pusat kekuatan dan ekonomi orang-orang Yahudi yang sering memusuhi kaum muslimin.
Perang Khaybar terjadi pada tahun ke-7 Hijriah, setelah perjanjian Hudaibiyah. Perang ini merupakan penaklukan benteng-benteng Yahudi di utara Madinah yang sebelumnya sering berkhianat dan memprovokasi kaum Quraisy. Kejadian ini berlangsung sekitar bulan Muḥarram atau Shafar tahun 7 H.
Penaklukan Khaybar menandai kekuatan Islam yang semakin besar dan menjadi momentum penting bagi kaum muslimin, karena selain kemenangan militer, kaum muslimin juga memperoleh hasil pertanian dan kebun kurma yang melimpah, hewan ternak seperti sapi dan unta, serta berbagai perlengkapan kebutuhan sehari-hari. Namun, mereka tidak mendapatkan harta emas atau perak.
Setelah Khaybar ditaklukkan, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam melanjutkan perjalanan menuju Wādī al-Qurā. Dalam rombongan itu ada seorang budak bernama Mid‘am, yang dihadiahkan kepada Rasulullah oleh seorang dari Bani Dhibāb. Ketika Mid‘am sedang menurunkan perlengkapan milik Rasulullah, tiba-tiba sebuah anak panah nyasar mengenainya dan ia wafat seketika.
Para sahabat berkata, “Berbahagialah dia dengan mati syahid.”
Namun Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam menolak anggapan itu dan bersabda,
“Tidak! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya sehelai kain (syamlah) yang diambilnya dari harta rampasan perang pada hari Khaybar—yang belum dibagi secara resmi—akan menyala sebagai api yang membakarnya.”
Mendengar ucapan ini, seorang sahabat segera datang dengan membawa seutas tali sandal (atau dua), seraya berkata, “Ini sesuatu yang pernah aku ambil dari rampasan.”
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seutas tali sandal—atau dua tali sandal—(itu pun dapat menjadi) api (neraka).”
Makna dan Pelajaran:
1. Konteks Khaybar – Penaklukan Khaybar adalah momentum besar kemenangan kaum muslimin. Namun, kemenangan itu diiringi peringatan tegas dari Rasulullah bahwa harta rampasan perang adalah hak bersama yang harus dibagikan secara adil. Mengambilnya secara sembunyi-sembunyi adalah ghulul dan termasuk dosa besar.
2. Ghulul Menghalangi Syahid – Mid‘am wafat di medan jihad, tetapi karena mengambil sehelai kain dari rampasan perang, ia tidak memperoleh status syahid. Ini menegaskan bahwa amal besar seperti jihad bisa gugur nilainya bila dicampuri dosa harta haram.
3. Benda Sekecil Apapun Bisa Jadi Api Neraka – Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam menegaskan bahwa bahkan tali sandal yang diambil tanpa hak dapat menjadi sebab azab. Ini adalah peringatan keras agar setiap muslim berhati-hati dalam urusan harta.
4. Jangan Cepat Menghakimi Syahid atau Tidaknya Seseorang – Para sahabat mengira Mid‘am mati syahid, tetapi Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam membongkar keadaan sebenarnya. Ini pelajaran bahwa hanya Allah yang mengetahui akhir hidup seseorang dan hakikat amalnya.
Wallaahu a’lam