![]() |
H. Abdul Rauf Tuanku Kuniang dan istri |
MU-ONLINE, -- H. Abdul Rauf Tuanku Kuniang adalah ulama panutan, malin kitab, sehingga beliau menjabat Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk (P3NTR) di Nagari Pauh Kambar, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman pada era 1930 an. Disebut malin kitab, banyak para tuanku yang baru jadi di pesantren, berulang mengaji dengan Abdul Rauf ini.
P3NTR adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang membantu Pegawai Pencatat Nikah (PPN), dalam tugas-tugas pencatatan pernikahan, perceraian, dan rujuk, terutama di tingkat desa atau kelurahan. P3NTR juga dikenal dengan sebutan lain seperti Modin, Kaum, atau Amil di berbagai daerah.
Abdul Rauf lahir tahun 1909 di Rimbo Dulang-Dulang, Pauh Kambar, anak dari H. Abu Kasim dan Sarindun. Masa mudanya, menuntut ilmu dan sekolah di Canduang, Kabupaten Agam. Tak heran, di Pauh Kambar, beliau terkenal sebagai alumni Tarbiyah. Sampai tamat dan setelah menerima ijazah dari Syekh Sulaiman Arasuli, Abdul Rauf pindah dan melanjutkan mengaji di Maninjau, masih di Kabupaten Agam.
Anak kaum Suku Panyalai Pauh Kambar ini, setelah di Maninjau tak langsung pulang kampung. Melainkan meneruskan mengaji di Kamumuan, Sungai Limau. Cukup lama beliau mengaji di sini, merupakan kelanjutan dari Canduang dan Maninjau, sampai kaji beliau dihormati di Kamumuan ini.
Oleh gurunya di Kamumuan, Sungai Limau, Abdul Rauf diberikan gelar "Tuanku Kuniang". Tentunya setelah gurunya melihat dan menilai keilmuan dari seorang Abdul Rauf. Di Kamumuan ini pula beliau mengambil sanad keilmuan Tarekat Syattariyah yang tentunya bersambung ke Syekh Burhanuddin.
Pasca di Sungai Limau, Abdul Rauf aktif di kampung. Keaktifannya yang paling menonjol, adalah jadi P3NTR di Nagari Pauh Kambar. Kemudian, berdiri Masjid Raya Pauh Kambar Bintungan Tinggi, adalah kontribusi Abdul Rauf sebagai ulama di tengah masyarakat. Masjid Raya Pauh Kambar Bintungan Tinggi ini terkenal sebagai tempat kekuatan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) di dua nagari, Bintungan Tinggi dan Pauh Kambar. Artinya, dua nagari: Pauh Kambar dan Bintungan Tinggi, syarak di Pauh Kambar, adat di Bintungan Tinggi. Soal adat salingka nagari, kedua nagari tak bisa dipisahkan.
Di masjid itu pula letaknya sidang kedua nagari, sebagai simbol kekuatan agama dan adat di tengah masyarakat. Masyarakat kian banyak, perluasan penduduk kian meningkat, sehingga dibutuhkan satu lagi masjid. Oleh Abdul Rauf sebagai tokoh ulama yang dituakan, mendukung kehadiran masjid satu lagi. Yakni masjid di Parit.
Bagi Abdul Rauf, masjid harus difungsikan. Aktif melakukan ibadah, musyawarah membangun nagari dan kampung, aktif membina anak-anak dan masyarakat. Dukungannya terhadap hadirnya sebuah di Parit, sepenuhnya diberikan.
Sebagai ulama yang alim, beliau juga terkenal banyak amal ibadah. Keseharian beliau selalu mewajibkan untuk dirinya setiap pagi Shalat Dhuha enam rakaat. Setiap selesai Shalat Subuh mengamalkan surat Al-Waqiah, setiap selesai shalat wajib beliau mewajibkan membaca satu juz Al-Quran. Selesai Shalat Dhuha beliau juga mewajibkan membaca Tafsir Jalalein satu sumun.
Penggerak Perti di Nan Sabaris
Lama dan tamat sekolah di Canduang, setidaknya ideologi Perti terpatri dalam diri Abdul Rauf. Apalagi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) pada tahun 1928, beliau sudah menginjak usia remaja. Lewat ormas Islam itulah Abdul Rauf mengabdi, menyebarkan dan memperkuat paham ahlussunah waljamaah masyarakat di kampungnya, Pauh Kambar, Kecamatan Nan Sabaris. Kalau warga Perti di darek banyak berafiliasi dengan Naqsabandiyah, Abdul Rauf justru matang dengan Syattariyah di Piaman.
Aktif menggerakkan ormas ini di tengah masyarakat, Abdul Rauf konsen dengan pendidikan. Perti pernah jadi kekuatan partai politik, tak membuat beliau ikut larut di dalamnya. Malah sebaliknya, kian memperkuat posisinya dalam mengembangkan pendidikan Perti itu sendiri. Muktamar Perti tahun 1985, Abdul Rauf ikut. Helat lima tahun sekali yang diadakan di Asrama Haji Pondok Gede itu, Abdul Rauf ikut merumuskan sejumlah materi yang dibahas dalam muktamar yang memilih Yudo Paripurno sebagai Ketum Pimpinan Pusat Perti saat itu.
Dalam beraktivitas mengajar dan membaca, Abdul Rauf tak pernah pakai kacamata. Meski di usia lanjut, beliau tetap santai membaca kitab, buku, koran dan lain sebagainya, tanpa alat bantu kacamata. Sampai akhir hayatnya, beliau diberi kesehatan mata yang amat luar biasa oleh Allah SWT.
Gadang di Masjid Raya Pauh Kambar Padang Bintungan, beliau juga tersebut sebagai "Gutuo". Melalui kebesaran beliau di masjid itu pula tempat keputusan sidang syarak dan adat. Sehingga masjid itu terkenal juga sebagai keputusan ABS-SBK di Pauh Kambar dan Padang Bintungan.
Sementara, aktivitas mengajar, beliau banyak melakukan di Surau Rimbo Dulang-Dulang, Pauh Kambar. Surau Al-Ikhlas namanya. Adalah surau Korong Rimbo Dulang-Dulang. Surau pertama yang beliau dirikan terletak di tanah orang Suku Guci. Perkembangannya, surau ini beralih tempat ke tanah orang Suku Koto. Karena dinamika di tengah masyarakat korong, sekarang Surau Al-Ikhlas itu berdiri di atas tanah orang Tanjung.
Di Surau Al-Ikhlas yang pertama, yang berdiri di atas tanah orang Guci itulah Abdul Rauf banyak melakukan aktivitas mengajar. Menghidupkan wirid pengajian. Termasuk sejumlah tuanku yang baru pulang kampung atau yang baru tamat mengaji, berulang ke surau ini, buka kitab dan mengaji dengan Abdul Rauf.
Tiap minggu, ada sejumlah tuanku di Nan Sabaris dan sekitarnya mengaji aktif dengan Abdul Rauf ini. Mengaji buka kitab. Terjadilah halaqah, saling berargumen dalam persoalan tersangkut dalam kitab itu. Setidaknya, para tuanku yang aktif berulang ke Surau Al-Ikhlas ini, dapat wawasan baru. Perpaduan kajian Tarbiyah dan surau yang sudah dikuasai Abdul Rauf ini, menjadi kian kuat dan kokoh. Menjadikan beliau komit dan istiqamah dalam nilai Ahlussunah Waljamaah di teologi, konsen dengan fiqih Syafi'i dalam amaliah keseharian.
Keluarga
Abdul Rauf istri pertamanya di Toboh Gadang, kemudian di Gunuang Basi. Kedua istrinya, tidak punya keturunan dengan Abdul Rauf. Sementara, dengan istrinya Aisyah di Koto Tinggi, lahir anaknya, Bukhari Rauf. Sedangkan istrinya Aisyah di Koto Panjang Ulakan, lahir anaknya, Burhanuddin, Muslim, Maimunah, Yurwati, dan Zamzami. Dengan istrinya Fatimah di Gadur, beliau dikaruniai anak yang bernama Wirda, Wisda, Ermi, Zalkher, dan Salmi.
Dari Abdul Rauf, tersebut dua anaknya: Bukhari Rauf dan Burhanuddin Datuak Nan Basa pernah terjun ke politik praktis. Dari Perti, Bukhari Rauf masuk ke PPP, dan pernah jadi anggota DPRD Padang Pariaman dan Sumatera Barat. Buchari Rauf terkenal sebagai anggota dewan hebat, vokal. Begitu juga Burhanuddin. Dia jadi anggota DPRD Padang Pariaman dari PPP sejak 1982 hingga 1997.
Abdul Rauf wafat tahun 2006. Dimakamkan di Bayur Mudiak, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Enam Lingkung.
Laporan: ad tuanku mudo
Referensi:
1. Wawancara dengan Burhanuddin Datuak Nan Basa, Sabtu 19 Juli 2025 di kediamannya, Katapiang, Kecamatan Batang Anai. Burhanuddin adalah putra sulung Abdul Rauf dari ibunya, Aisyah Koto Panjang Ulakan.
2. Catatan singkat Hery Firmansyah Tuanku Khalifah. Hery Firmansyah Tuanku Khalifah adalah cucu dari Abdul Rauf, kemenakan dari Burhanuddin Datuak Nan Basa