![]() |
Gobah Muhammad Jamil Tuanku Kaciak di Duku Banyak, Nagari Balah Aie Timur, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak. |
Nama Muhammad Jamil tak banyak diketahui oleh masyarakat. Termasuk masyarakat Duku Banyak dan Balah Aie sendiri, juga tak begitu familiar dengan nama demikian. Yang diketahui masyarakat adalah Tuanku Kaciak Duku Banyak.
Tuanku Kaciak terkenal lama mengajar dan tinggal di Surau Duku Banyak, Nagari Balah Aie Timur, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman. Beliau terkenal dengan ulama keramat. Dari Tanah kelahirannya Taluak Kuantan, Provinsi Riau, Tuanku Kaciak ini berjalan kaki saja ke tempat dia "merasul" di Duku Banyak.
Hardi Tuanku Imam dan Saparilis Tuanku Kaciak, dua tokoh ulama yang mendiami Surau Duku Banyak dan Surau Gadang Limau Hantu, Senin 16 Juni 2025 menyebutkan, kalau Tuanku Kaciak itu memang terkenal sebagai ulama yang sering tampak oleh masyarakat di banyak tempat.
Ali bin Yusuf, tokoh masyarakat Duku Banyak juga bercerita seperti demikian. "Dia termasuk ulama yang bagak, tempat para ulama dan tuanku mendalami kajian batin, ilmu thariqat," itu cerita yang diterima dari mulut ke mulut oleh Ali bin Yusuf.
Disebut bagak, suatu ketika Surau Duku Banyak tempat ia mengajar anak siak ini dimasuki maling. Tengah malam, di tengah anak siak sedang tidur pulas, kampung pun sunyi dari hiruk pikuk kebesingan, tiba-tba Tuanku Kaciak mendengar ada bunyi orang berjalan. Selintas membayang ada orang tak dikenal masuk surau. Tuanku Kaciak ini batuk ringan, sebagai memperingati, bahwa surau sedang tidak kosong.
Mendengar batuk itu, orang maling ini pada belarian keluar surau. Oleh Tuanku Kaciak dikejar sampai lari jauh. Sekencang orang maling itu lari dari dalam surau, sekencang itu pula Tuanku Kaciak ini mengejar. Sampai berlari di dalam semak, terjepit ketiaknya oleh sebatang anak batang pinang. Saking kuat dan kencangnya berlari mungkin, batang pinang itu tercerabut dari tempat tumbuhnya oleh renggutan ketiak Tuanku Kaciak.
"Dari Taluak Kuantan, Tuanku Kaciak terus berjalan. Berjalan dan berjalan. Dimana terdengar orang mengaji, dia singgah, dan menetap untuk ikut mengaji, dan paling lama dia mengaji dengan Syekh Talawi," kata Hardi Tuanku Imam. Banyak tempat mengaji, berguru kepada banyak ulama, Tuanku Kaciak ini selalu membawa kitab dasar yang lazim disebut sebagai kitab matan. Tapi, ketika ikut mengaji, gurunya selalu berpikir panjang. "Dikapitnya kitab kecil, sementara isi kepalanya banyak kitab yang tinggi-tinggi," ulas Hardi Tuanku Imam.
Tuanku Kaciak lahir di Pulau Panjang, Taluak Kuantan pada 1863. "Angka tahun ini kami ambil dari perkiraan. Karena menurut cerita yang kami terima dari yang tua-tua dulunya, Syekh Muhammad Yatim memanggil dia Gutuo," sambung Saparilis Tuanku Kaciak. Pertama kali turun ke Padang Pariaman ini, Tuanku Kaciak tinggal di Kampung Paneh, mengajar di situ, dan sempat kawin dengan perempuan Kampung Paneh, punya sepasang anak laki-laki dan perempuan. Lama di situ, akhirnya diminta mengajar di Duku Banyak, sampai dia wafat 1949 juga di Duku Banyak ini. Kampung Paneh dengan Duku Banyak, adalah korong tetangga, sekarang berada dalam satu nagari; Balah Aie Timur.
Pembuka Jaringan Taluak Kuantan
Masyarakat Taluak Kuantan terkenal banyak mengaji di Padang Pariaman sejak zaman dulu hingga saat ini. Dinilai, Tuanku Kaciak ini pembuka jaringan demikian. Surau Duku Banyak dan Surau Gadang Limau Hantu, itu sejak dulu sampai kini, selalu tokoh tuankunya dari Taluak Kuantan. Di dua surau ini pula anak siak mengaji umumnya datang dari Taluak Kuantan, sampai sekarang.
Hubungan masyarakat Balah Aie dengan masyarakat Taluak Kuantan pun terjalin secara berkesinambungan. Tentu rintisan Tuanku Kaciak ini cukup memberikan yang tebaik, sehingga budaya sosial keagamaan masyarakat Balah Aie dengan masyarakat Taluak Kuantan bisa saling isi mengisi. Masyarakat Taluak Kuantan sering ke Balah Aie, pun sebaliknya demikian juga. Bahkan, ziarah sekali setahun masyarakat Taluak Kuantan ke Duku Banyak, sudah dijadikan tradisi kelaziman setiap bulan Rajab.
Suatu ketika terjadi perdebatan antara masyarakat Balah Aie ini. Perdebatan soal tempat Shalat Subuh dan Shalat Jumat Tuanku Kaciak di dua tempat yang di lihat oleh jemaah yang ikut shalat tersebut. Masyarakat Balah Aie membantah kalau Tuanku Kaciak Shalat Jumat-nya tidak di Taluak Kuantan, karena mereka jadi makmum ketika Shalat Subuh paginya.
Sedangkan dari Taluak Kuantan didapatkan kabar, kalau beliau Tuanku Kaciak jadi imam Shalat Jumat yang baru saja selesai di hari itu juga. Perdebatannya kian keras, saling mempertahankan argumen masing-masing. Yang benarnya, sesuatu dan orang bergerak karena kuasa Allah SWT. Tuhan punya cara untuk memuliakan seorang hamba, yang kadang-kadang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia.
Dan memang zaman itu, kendaraan jalan kaki paling banyak dilakukan. Kalau pun ada kuda tumpangan, hanya untuk orang-orang khusus. Tuanku Kaciak, adalah seseorang yang sudah terbiasa berjalan jauh. Baginya berjalan sejauh dari Taluak Kuantan ke Padang Pariaman bukan sesuatu yang luar biasa. Hanya, orang zaman sekarang yang geleng-geleng kepala mendengar cerita tersebut.
Begitu sebaliknya, dari Padang Pariaman ke Taluak Kuantan, Tuanku Kaciak bukan sekedar pulang kampung. Ada perjalanan ibadah lain yang dipikulnya sebagai seorang hamba. Istri tuanya pun tinggal di Taluak Kuantan.
Diturut dan Menurut
Semakin banyak Tuanku Kaciak menurut guru dan ulama di berbagai tempat, dia pun kian banyak didatangi oleh ulama. Dan memang, di zaman dimana bangsa Indonesia sedang mencari indentitas diri. Suatu tantangan pula bagi orang siak untuk senantiasa aktif di tengah masyarakat. Silaturrahmi dari surau yang satu ke surau lainnya, saling berbagi cerita dan kisah, sambil tentunya buka kitab, adu argumen, serta menyikapi perkembangan yang terjadi dinilai meleset dari ajaran yang bersua dalam banyak kitab.
Di Toboh Mandailing, tak jauh dari Duku Banyak terkenal dengan majlis halaqah, tempat para guru berdebat dan berdiskusi soal banyak hal. Banyak ulama yang ikut dalam halaqah Tuanku Sidi Talua itu. Di Ampalu Tinggi juga demikian. Para ulama banyak berjawab soal, memperhalus kaji dengan Syekh Muhammad Yatim.
Tuanku Kaciak tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia ikut pula. Meski tak banyak cakap, tetapi di hari yang lain, Tuanku Sidi Talua, Syekh Muhammad Yatim, Tuanku Shaliah Pengka Lubuk Pandan, dan tuanku lainnya sering pula menyauk ilmu, bersilaturahmi batin dengan beliau Tuanku Kaciak di Duku Banyak ini.
"Buya Ali Imran Ringan-Ringan pernah datang dan menjadikan Duku Banyak ini tempat ziarah rutinnya setiap tahun. Buya Ali Imran bercerita, kalau dia disuruh naik haji oleh beliau Tuanku Kaciak. Buya Ali Imran menjawab, tidak mungkin rasanya, karena faktor ketidakmampuan. Oleh Tuanku Kaciak disuruh menabung uang yang kecil-kecil saja. Dan akhirnya Buya Ali Imran sempat ke Tanah Suci, melaksanakan rukun Islam yang kelima, dan merasa hal itu didapatkannya di Duku Banyak, maka tiap tahun Buya Ali Imran ziarah ke seni," cerita Hardi Tuanku Imam.
Syekh Muhammad Yatim disebutnya sebagai anak siak yang cepat malinnya. "Padahal dari Syekh Muhammad Yatim itu telah bejibun ulama dan tuanku yang lahir". Mendengar ungkapan kata-kata itulah, Muhammad Yatim menjadi sering bertandang ke Duku Banyak. Sering duduk bersama, membaca kitab, mengulang kaji istilahnya yang lazim di kalangan orang surau di Duku Banyak ini.
Suatu ketika anak siak di Duku Banyak kehilangan sanduk di dapur. Sementara, nasi sedang mendidih dalam periuk dan itu butuh dikacau dengan sanduk. Pening anak siak ini berkeliling, turun naik dari dapur ke surau, tak juga bersua sanduk, oleh Tuanku Kaciak dikacau nasi yang sedang mendidih tadi dengan tangannya langsung. Hangat. Pastilah itu. Tapi tangan Tuanku Kaciak sepertinya tidak merasakan kehangatan alias tidak ada apa-apa, dan seperti sedang tidak menyentuh benda yang panas.
Pembuatan Gobah yang Direstui Tuanku Shaliah Pengka
Belakangan, sekitar tahun 1980 an, banyak masyarakat dan ulama yang susah mencari makam beliau Tuanku Kaciak ini. “Kami datang ke Lubuk Pandan, bertanya dan minta restu ke Tuanku Shaliah Pengka. Karena kami dapat cerita, kalau Tuanku Shaliah Pengka ikut menguburkan beliau Tuanku Kaciak saat wafat di sepangga bulan Ramadan kala itu. Oleh Tuanku Shaliah Pengka diizinkan dan malah dianjurkan, agar makam beliau dirawat,” ujar Hardi Tuanku Imam.
“Dulu, makam beliau Tuanku Kaciak ini belum ada gobah. Ketika ada yang ziarah, pada susah mencari, dan membersihkan semak. Pasca izin dari Tuanku Shaliah Pengka, gobah seadanya sudah tersedia. Masyarakat dan jemaah yang ziarah sudah ada tempatnya. Kalau banyak jemaah, Surau Duku Banyak pun sanggup menampungnya. “Beliau Tuanku Kaciak ini diyakini banyak orang, dan cerita guru-guru dulu, pernah mendapatkan dan bersua dengan malam lailatul qadar,” kata Hardi Tuanku Imam.
Sepeninggal Tuanku Kaciak, kelangsungan Surau Duku Banyak dan Surau Gadang Limau Hantu dilanjutkan oleh kemenakannya, Mukhtar Tuanku Kuniang, Zaini Tuanku Kaciak. Dan saat ini, Surau Duku Banyak dipimpin oleh Hardi Tuanku Imam, sedangkan Surau Gadang Limau Hantu oleh Saparilis Tuanku Kaciak.
Setidaknya, dari sekian banyak anak-anak Taluak Kuantan yang mengaji langsung dengan beliau Tuanku Kaciak, berehasil melanjutkan trah dan kelangsungan antara kedua masyarakat, Balah Aie dan Taluak Kuantan. (AD)
Referensi:
Wawancara dengan Ali bin Yusuf, Senin 16 Juni 2025 di Kampung Ladang, Kecamatan Nan Sabaris.
Wawancara dengan Hardi Tuanku Imam, Senin 16 Juni 2025 di Surau Duku Banyak, Nagari Balah Aie Timur, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak.
Wawancara dengan Saparilis Tuanku Kaciak, Senin 16 Juni 2025 di Surau Gadang Limau Hantu, Nagari Balah Aie, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak.