![]() |
Para ulama berkumpul dan bermuzakarah di Surau Sipinang, komplek makam Syekh Muhammad Yatim, Mudiak Padang, Tandikek. |
Penulis: AD Tuanku Mudo
Syekh Muhammad Yatim (1868-1950 M) tersebut sebagai tuanku yang fenomenal, punya kharisma yang diakui semua orang. Disebut juga Tuanku Mudiak Padang, karena dia ulama yang lahir di Mudiak Padang, nama lain untuk sebutan pada Nagari Tandikek.
Tuanku Ampalu juga kemasyhuran nama lain Syekh Muhammad Yatim ini, karena ia lama mengajar dan mengabdi di Ampalu Tinggi. Tersebutlah Pondok Pesantren Luhur Kalampaian. Ini pesantren tua di Kabupaten Padang Pariaman, berdiri sejak 1686 M. Di surau Ampalu Tinggi ini banyak sudah ulama yang jadi, hebat di zamannya masing-masing.
Syekh Muhammad Yatim tercatat sebagai khalifah kelima di pesantren itu. Ada empat ulama yang tafaqquh fiddin di situ sebelum Syekh Muhammad Yatim.
Pertama Syekh Oesman. Menurut Na'ali Ibrahim Tuanku Majolelo yang menyusun sejarah ringkas Pesantren Luhur Kalampaian, tertanggal 12 Desember 1977, Syekh Oesman mengajar dari 1687-1776 M atau 82 tahun lamanya. Dari Syekh asal Lubuak Pua ini, Pesantren Luhur Kalampaian dilanjutkan oleh Syekh Labai. Dari Syekh Labai, kepemimpinan dilanjutkan oleh Syekh Sunda Ketaping.
Dari Syekh Sunda Ketaping, kepemimpinan anak siak di Ampalu Tinggi dilanjutkan oleh Syekh Talawi. Dan setelah Syekh Talawi, yang kelimanya dilanjutkan oleh Syekh Muhammad Yatim. Ya, Tuanku Ampalu dan Tuanku Mudiak Padang, yang sedang kita perbincangkan saat ini.
Syekh Muhammad Yatim, seperti yang ditulis Armaidi Tanjung dalam buku "Mereka yang Terlupakan, Tuanku Menggugat" 2008 ini mulai mengajar di Ampalu Tinggi 1880-1950 M atau 70 tahun lamanya mendampingi anak siak di Kalampaian itu.
Masa itu, seperti diceritakan dalam buku Armaidi Tanjung, Ampalu Tinggi menapaki masa kejayaan yang amat luar biasa. Ada 500 an santri yang mengaji di Kalampaian.
Syekh Muhammad Yatim kian terkenal. Namanya harum, menyebar ke seantero Minangkabau. Tidak saja santri yang mengaji di situ, para ulama dari berbagai mazhab pun sering datang ke Ampalu Tinggi. Ada kajian diskusi, kajian perdebatan panjang, yang membuat para ulama di Padang Pariaman, berhabis waktu bersama Syekh Muhammad Yatim ini.
Di samping itu, banyaknya anak siak mengaji di Ampalu Tinggi, adalah faktor nagari yang sedang darurat. Indonesia masih dalam tahapan perjuangan kemerdekaan dari penjajah. Belanda masih menguasai negeri ini. Nah, orang yang sedang mengaji tak jadi incaran tentara Belanda. Maka diyakini, supaya tak masalah dengan penjajah, para pemuda lebih memilih mengaji di surau.
Aktivitas anak nagari, terutama anak muda lebih banyak sibuk di surau. Mereka mengaji siang dan malam. Surau Kalampaian ini jadi ramai oleh anak siak yang mengaji.
Berlomba-lomba orang datang ke Ampalu Tinggi. Tidak saja masyarakat sekitar Ampalu Tinggi, tetapi dari luar Sumatera Barat pun banyak. Seperti dari Lubuak Jambi, Teluk Kuantan di Riau sana, Tanjung Simalidu di Jambi sana. Kebesaran Syekh Muhammad Yatim, mampu memberikan yang terbaik, menyelamatkan anak nagari dari ganasnya kaum penjajah.
Ramainya orang mengaji di Ampalu Tinggi, Belanda pun mulai curiga. Tahun 1926, adalah puncak keganasan Belanda terhadap pribumi. Syekh Muhammad Yatim dicurigai melakukan pergerakan terhadap perlawanan pada Belanda ini.
Belanda akhirnya menangkap Syekh Muhammad Yatim. Ulama hebat ini diangkut dari Ampalu Tinggi ke Sampan. Di Sampan, tak jauh dari Kalampaian, adalah rumah tahanan Belanda. Di situ ada kandang yang diberi kawat berduri, adalah tempat tawanan Belanda.
Pribumi yang dianggap membangkang, di Sampan ini ditarok oleh Belanda. Syekh Muhammad Yatim ditahan oleh Belanda.
Menarik, dan di sini Tuhan memperlihatkan kekuasaan-Nya. Datang petir yang disertai angin kencang di tengah hujan lebat pula.
Syekh Muhammad Yatim sedang dalam tahanan yang tentunya dikawal ketat oleh Belanda. Hujan lebat, petir pun menggelegar, saling bersahutan karena hembusan angin kencang.
Belanda akhirnya menyerah. Melepaskan kurungan, dan mempersilahkan Syekh Muhammad Yatim keluar dari tahanan.
Syekh Muhammad Yatim yakin, bahwa siapa yang menolong (agama) Allah, dia pun akan ditolong oleh Allah SWT. Itulah landasan Tuanku Ampalu ini dalam berkhidmat di tengah masyarakat.
Perjuangan yang hebat, adalah perjuangan yang digantungkan pada kekuasaan Allah SWT, itulah perjuangan seorang tuanku dan ulama tafaqquh fiddin.
Mengajar banyak umat dan santri, tidak bergantung pada gaji dan honor yang akan dia terima. Tetapi sebuah tanggung jawab moral. Tanggung jawab sebagai seorang yang diberi ilmu pengetahuan, maka tertonggok kewajiban untuk menyampaikannya pada banyak orang.
Dari Buluah Kasok, Syekh Muhammad Yatim mengajar di Ampalu Tinggi. Pun ke Mudiak Padang dia sering bolak balik dari Ampalu Tinggi ini. Dia punya kendaraan kuda. Dengan bendiya itulah Syekh Muhammad Yatim pulang balik ke rumah istrinya, sepulang mengajar di Ampalu Tinggi.
Tercatat, Tuanku Ampalu ini sempat punya empat orang istri yang melahirkan banyak anak pula.
Sehingga perjuangan Syekh Muhammad Yatim terhadap kebesaran Ampalu Tinggi, tidak saja dengan kemampuannya yang mumpuni dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga dengan harta dan kekayaannya.
Dari Syekh Muhammad Yatim ini pun tercatat, banyak ulama terkenal yang lahir. Kalampaian Ampalu Tinggi mencatat, kepemimpinan Syekh Muhammad Yatim berkembang pesat.
Aliran Sungai Batang Mangoi, yang menjadi tempat mandi dan mencuci para anak siak di Kalampaian, menjadi saksi tersendiri terhadap kehadiran para tuanku yang berpihak pada masyarakat.
Dari Kalampaian bersama Syekh Muhammad Yatim, ada dan besar nama Tuanku Saliah Sungai Sariak, Tuanku Musa Tapakis, Tuanku Shaliah Lubuk Pandan, Tuanku Sidi Tawaf Buluah Kasok, Tuanku H. Ibrahim Ambung Kapur, Tuanku H. Salif Batang Kabung dan para tuanku lainnya.
Guru Syekh Muhammad Yatim
Menurut Koten Tuanku Bandaro, Syekh Muhammad Yatim telah melahirkan banyak ulama besar dan hebat pula. Sebut saja Syekh Musa Tapakis, Syekh H. Ibrahim Ambung Kapur, Tuanku Shaliah Kiramaik, Tuanku Sidi Talue, Tuanku Shaliah Pengka Lubuk Pandan, ayah Syekh Ali Imran Hasan Ringan-Ringan, dan banyak lagi ulama lainnya.
"Masa dulu dia termasuk orang hartawan, punya sawah dan harta yang banyak. Istrinya empat. Punya kendaraan kuda. Zaman itu orang yang punya kuda hanya bisa dihitung dengan jari, saking mewahnya kendaraan demikian. Syekh Muhammad Yatim pulang kampung ke Sipinang, Mudiak Padang ini sekitar tiga tahun menjelang ajalnya datang," ujar Koten Tuanku Bandaro, yang sehari aktif menggerakkan Surau Mudiak Padang, komplek makamnya Syekh Muhammad Yatim.
Cerita Koten, Syekh Muhammad Yatim awalnya menuntut ilmu ke Syekh Talawi. Dari situ berlanjut ke Syekh Sumani, Syekh Kenari, Syekh Cupak, Syekh Talang, dan Syekh Tuan Kadhi Padang Ganting, Tanah Datar. "Semua jejak perjalanan spritual yang dilakukan Syekh Muhammad Yatim dulunya dalam menuntut ilmu, termasuk makam muridnya sudah kita rancahi kembali," ujar Koten.
Belakangan ada penghargaan terhadap ulama itu. Apalagi pertalian dan karyanya sangat besar sekali di tengah masyarakat Padang Pariaman dan Sumatera Barat di zamannya. Dia tidak sekedar ulama ahli kitab. Tetapi mampu memberikan keteladanan kepada banyak orang, yang dimulai dari dirinya sendiri.
"Sedangkan sejumlah makam muridnya saja sudah berlabel cagar budaya. Seperti makam Tuanku Shaliah Kiramaik Sungai Sariak. Tentu sangat salah, dan kurang adab kita kalau makam beliau tidak atau belum dijadikan sebagai cagar budaya yang ditetapkan negara".