![]() |
الْكَذِبُ فِي الدُّنْيَا وَلَا كِذْبَ فِي الْآخِرَةِ: صَوْتٌ صَادِقٌ بَيْنَ زَيْفِ السُّلْطَةِ وَصَمْتِ الضَّمِيرِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Tanganku kembali menari di atas papan ketik, mencoba merawat kejujuran dengan kata.
Judul ini kuambil dari karya lama Buya Hamka yang pernah kubaca saat remaja ketika duduk di bangku sekolah menengah dahulu di kota Padang. Aku lupa, apakah kubeli di Toko Takdir di Blok A atau Toko Buku Seroja di Fase VII Pasar Raya. Bohong di Dunia adalah karangan Buya Hamka rahimahullah, dibaca pada masa ketika aku sedang gandrung menyelami karya-karya sang ulama pujangga itu, yang kata-katanya tajam namun menyejukkan, ilmiah sekaligus puitis.
Kini, puluhan tahun berlalu, tema itu kembali relevan, bukan dalam lembaran buku, tapi di layar-layar berita: tentang kebohongan yang merajalela, bahkan konon di tahta tertinggi negeri.
Aku tulis ini ketika media-media Indonesia sedang dipenuhi berita tuduhan ijazah palsu dari seorang yang pernah menduduki tahta di Nusantara. Aku bingung dan berdo'a semoga dusta tersingkap, yang pendusta ditangkap, tidak dibiarkan tiarap di tengah rakyat yang bingung. Manakah yang jujur, manakah yang bohong?
Beberapa hari ini aku tertahan dari menulis di media sosial. Bukan karena tidak ada yang ingin aku sampaikan. Tapi ada kekuatan ghaib dalam diriku sendiri yang menahan. Seperti tangan yang gemetar saat hendak mengetikkan kalimat-kalimat. Seperti hati yang menolak dipaksa untuk berucap. Seakan ada suara yang berkata lirih dari dalam:
"Jangan tulis, jika engkau tak benar-benar tahu. Jangan bicara, jika itu hanya akan menambah beban dosa."
Takut berbohong dalam tulisan. Takut menyebarkan informasi yang keliru. Takut berdakwah tapi sebenarnya hanya sedang memasarkan ego sendiri. Maka aku diam. Diam yang bukan karena tak peduli, tapi diam yang sedang membersihkan niat.
Namun hari ini, kebohongan seakan menjadi berita harian. Beredar di layar-layar, di ruang obrolan, di mimbar-mimbar, bahkan di ruang-ruang suci. Ada orang-orang yang bersuara lantang mengkritisi kebohongan, dan di seberang sana, ada yang dengan segala makar mempertahankan status kebohongan mereka. Satu pihak menyuarakan kebenaran, satu pihak menegakkan kedustaan dengan segala tipu daya. Sang pendusta justru menuduh sang pengungkap kebenaran sebagai pembuat dusta. Dunia dibalikkan. Kebenaran dibungkam, kebohongan dipuja. Padahal Allah subahanhu wata’ala berfirman:
{وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ (15) أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِينَ (16) ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآخِرِينَ (17) كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ (18)} [المرسلات: 15 - 18]
"Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan! Bukankah Kami telah membinasakan umat-umat yang terdahulu? Kemudian Kami iringi mereka dengan (kehancuran) generasi-generasi berikutnya. Demikianlah Kami memperlakukan orang-orang yang berdosa." (QS. Al-Mursalat: 15-18)
Fenomena ini bukan hal baru. Sudah pernah terjadi, ribuan tahun silam. Dan Al-Qur’an telah mengabadikannya.
Fir'aun: Dusta yang Dituhankan
Dengan angkuh, insan diktator itu membentangkan dada:
{فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (24)} [النازعات: 24]
"Lalu dia berkata: Akulah Tuhan kalian yang Mahatinggi." (QS. An-Nazi’at: 24)
Dusta itu bukan hanya kesalahan logika, tapi pemberontakan terhadap fitrah manusia. Dan inilah dusta paling besar yang pernah diucapkan manusia. Ia, makhluk yang makan dan tidur, mengaku sebagai Tuhan. Dusta itu ia pertahankan dengan darah. Anak-anak lelaki Bani Israil ia bantai hanya karena ketakutan. Ketakutan akan kebenaran yang dinubuatkan: bahwa akan lahir dari kalangan Bani Israil seorang lelaki yang akan meruntuhkan tahtanya.
Allah subhanahu wata'ala pun mengutus Nabi Musa 'alaihis salam dengan wahyu yang menggetarkan:
{فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى (18) وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى (19)} [النازعات: 18، 19]
"Maka katakanlah (kepada Fir‘aun): 'Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri? Dan aku akan membimbingmu kepada Tuhanmu agar engkau takut (kepada-Nya).'" (QS. An-Nazi’at: 18–19)
Namun Fir’aun justru mendustakan dan mendurhakai. Maka Allah tunjukkan kebenaran itu dengan mukjizat-mukjizat: tongkat menjadi ular besar, tangan yang bersinar, air yang terbelah. Semua itu bukan pertunjukan, tapi bukti.
Nabi Harun 'alaihis salam berdiri mendampingi saudaranya, menghadapi penguasa zalim dengan kesabaran dan keyakinan. Rakyat Fir’aun pun terbelah. Sebagian tetap setia pada kekuasaan yang dibangun dari dusta, sebagian lagi mulai sadar. Di antara mereka ada yang beriman secara sembunyi-sembunyi:
وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌ مِّنْ آلِ فِرْعَوْنَ...
"Dan berkatalah seorang lelaki yang beriman dari keluarga Fir‘aun..." (QS. Ghafir: 28)
Fir’aun dan tentaranya akhirnya tenggelam di laut dalam kepanikan dan penyesalan yang sia-sia:
{فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ (78)} [طه: 78]
"Lalu Fir‘aun pun mengejar mereka dengan bala tentaranya, lalu mereka ditenggelamkan oleh gelombang laut." (QS. Thaha: 78)
Di akhirat, Fir’aun akan disiksa siang dan malam:
{النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ (46)} [غافر: 46]
"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat dikatakan, 'Masukkanlah keluarga Fir‘aun ke dalam azab yang sangat keras.'" (QS. Ghafir: 46)
Bohong di Dunia, Tapi Tidak di Akhirat
Bohong di dunia bisa dibungkus narasi. Bisa dibela oleh kekuasaan, uang, dan media. Tapi tidak di akhirat. Di sana, segala tirai akan disingkap:
{وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36) وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37) كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا (38) } [الإسراء: 36 - 38]
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati—semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh, karena sesungguhnya kamu tidak akan mampu menembus bumi, dan tidak pula akan dapat menyamai gunung-gunung dalam ketinggian. Semua itu—keburukannya—amat dibenci di sisi Rabbmu." (QS. Al-Isra’: 36-38)
{وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ (28) يَاقَوْمِ لَكُمُ الْمُلْكُ الْيَوْمَ ظَاهِرِينَ فِي الْأَرْضِ فَمَنْ يَنْصُرُنَا مِنْ بَأْسِ اللَّهِ إِنْ جَاءَنَا قَالَ فِرْعَوْنُ مَا أُرِيكُمْ إِلَّا مَا أَرَى وَمَا أَهْدِيكُمْ إِلَّا سَبِيلَ الرَّشَادِ (29) وَقَالَ الَّذِي آمَنَ يَاقَوْمِ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِثْلَ يَوْمِ الْأَحْزَابِ (30) مِثْلَ دَأْبِ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ (31) وَيَاقَوْمِ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ يَوْمَ التَّنَادِ (32) يَوْمَ تُوَلُّونَ مُدْبِرِينَ مَا لَكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (33)} [غافر: 28 - 33]
"Dan berkatalah seorang laki-laki mukmin dari keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya, ‘Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki hanya karena dia berkata, “Rabbku adalah Allah,” padahal dia telah datang kepada kalian dengan bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian? Jika dia berdusta, maka dustanya akan menimpa dirinya sendiri; tetapi jika dia benar, niscaya sebagian dari apa yang dia janjikan kepada kalian akan menimpa kalian.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan banyak berdusta.’
‘Wahai kaumku, milik kalian kekuasaan hari ini, kalian berjaya di bumi. Tetapi siapa yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu datang kepada kita?’
Fir‘aun berkata, ‘Aku hanya menunjukkan kepada kalian apa yang aku pandang baik, dan aku tidak menunjukkan kepada kalian kecuali jalan yang benar.’
Dan orang yang beriman itu berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kalian akan tertimpa seperti hari (kehancuran) golongan-golongan terdahulu, seperti keadaan kaum Nuh, ‘Ad, dan Tsamud, serta orang-orang setelah mereka. Dan Allah tidak menghendaki kezaliman bagi para hamba-Nya.’
‘Dan wahai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kalian akan tertimpa (azab) pada hari saling memanggil, yaitu hari ketika kalian lari berpaling ke belakang; tidak ada seorang pun yang dapat melindungi kalian dari (azab) Allah. Dan barangsiapa disesatkan Allah, maka tidak ada baginya seorang pun yang dapat memberi petunjuk.’" (QS. Ghafir: 28-33)
{وَيْلٌ لِكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ (7)} [الجاثية: 7]
"Celakalah bagi setiap pendusta yang banyak berdosa." (QS. Al-Jatsiyah: 7)
Dunia bisa tertipu oleh pencitraan. Tapi akhirat, tempat di mana semua wajah terbuka, akan memisahkan yang jujur dari yang dusta. Semoga kita termasuk golongan yang benar, meski kecil jumlahnya di dunia, namun besar harapannya di sisi Allah subhanahu wata‘ala.
Maka Hari Ini Aku Menulis Kembali
Tapi dengan rasa takut. Takut kepada Tuhan yang tak bisa dibohongi. Semoga setiap kata yang tertulis di sini adalah pantulan kejujuran, bukan bayangan ambisi.
Aku ajak diriku dan pembaca tulisan ini untuk membiasakan permohonan kepada Pemilik Jiwa, doa yang berikut ini. Dari Ummu Ma’bad radhiyallaahu ‘anha yang mengatakan, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengucapkan:
«اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ النِّفَاقِ، وَعَمَلِي مِنَ الرِّيَاءِ، وَلِسَانِي مِنَ الْكَذِبِ، وَعَيْنِي مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ، وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ»
"Ya Allah, sucikanlah hatiku dari kemunafikan, amal perbuatanku dari riya (pamer ibadah), lisanku dari dusta, dan mataku dari khianat. Sesungguhnya Engkau mengetahui pengkhianatan mata dan apa yang disembunyikan oleh hati."
(HR. Al-Baihaqi dalam Kitab Ad-Da’awat al-Kabir, no. 258)
Amin, Wahai Rabb Pemiliki dunia dan akhirat.
Pariaman, Kamis, 3 Dzulqa’dah 1446 H/1 Mei 2025
Tulisan ini bisa dibaca di http://mahadalmaarif.com