![]() |
Oleh : Zahir Mahzar
اِنَّاۤاَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِوَمَاۤاَدْرٰٮكَ مَالَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ۙ خَيْرٌمِّنْ اَلْفِ شَهْرٍتَنَزَّلُ الْمَلٰٓئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَابِاِذْنِ رَبِّهِمْ ۚ مِّنْ كُلِّ اَمْرٍسَلٰمٌ ۛ هِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Kami telah menurunkannya pada Laylatul Qadr & tahukah kamu apa itu Laylatul Qadr ?. Laylatul Qadr itu lebih baik ketimbang (masa) 1000 bulan. (Pada malam itu) turun para malaikat & ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur (suatu urusan). Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar. (QS.97:1-5)
Misteri al-Qadr memang harus dimulai secara global dalam bahasan pendahuluan mengenai kehidupan kita di dunia dengan kejadian yg tak terhitung sebagai implementasi deterministik. Misal, suatu peristiwa yg kita alami sekarang ditentukan secara kausal bila & hanya bila terdapat serangkaian peristiwa sebelumnya yg merupakan penyebab bersama yg cukup membentuk peristiwa yg sekarang terjadi kemudian jika semua atau sebagian besar peristiwa yg terjadi sekarang merupakan hasil dari tindakan manusia sebenarnya ditentukan secara kausal,sehingga masalah yg penting dalam bagi kita adalah tantangan terhadap kehendak bebas yg akan berlaku. Konsepsi filosofis mengenai takdir sekilas memang tampak tidak memiliki korelasi dalam fisika teori, namun dalam kedua tataran keilmuan tersebut berlaku untuk pengertian tentang sebab-musabab yg mendahului ketetapan suatu takdir dalam skala kuantum.
Satu set himpunan kejadian di masa lalu hanya dapat benar² cukup untuk menghasilkan suatu takdir bilamana himpunan tersebut mencakup "klausa ceteris paribus" yg terbuka dengan mengecualikan kehadiran penghalang potensial yg dapat mengintervensi terjadinya peristiwa di masa depan. Bertrand Russell terkenal menentang gagasan penyebab di sepanjang garis pristiwa yg situasinya tidak berubah & dengan mencoba mendefinisikan determinasi kausal dalam kaitannya dengan serangkaian kondisi yg cukup sebelumnya,maka kita pasti akan jatuh ke dalam kekacauan daftar kondisi negatif yg tidak ada habisnya untuk mencapai kondisi yg kita harapkan. Penjelasan khas sebuah qadr melekat pada kondisi seluruh kehidupan dunia pada waktu tertentu karena berbagai alasan sehingga kita mungkin secara intuitif berpikir bahwa qadr itu cukup untuk memberikan kondisi lengkap mengenai kehidupan di dunia pada rentang waktu ∆t untuk memperbaiki apa yg terjadi setelahnya (setidaknya untuk sementara waktu).
Akan tetapi jika kita perhatikan bahwa segala macam pengaruh dari luar dunia kita hidup telah datang dengan kecepatan cahaya c sebagai ambang batas tertinggi kecepatan gerak dalam dimensi kita yg memiliki efek penting terhadap misteri keberadaan. Ayat تَنَزَّلُ الْمَلٰٓئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا bukan saja menandai "turunnya" para malaikat pengampu interaksi fundamental yg meraut pipih lonjongnya alam semesta ke dimensi kita namun juga menentukan peristiwa yg harus terjadi demi keseimbangan sistem alam & kehidupan dalam suatu set aturan كُلِّ اَمْرٍ hukum fisika. Hal ini juga di tegaskan dalam QS. 51:1-4.
وَالذّٰرِيٰتِ ذَرْوًافَالْحٰمِلٰتِ وِقْرًافَالْجٰرِيٰتِ يُسْرًافَالْمُقَسِّمٰتِ اَمْرًا
Demi partikel² yg menampi (melaju naik-turun agar stabil), demi muatan (listrik) yg mengampu beban (massa), demi (kuark - gluon) yg mengalir dengan (sangat) mudah, demi (interaksi gaya) yg membagi² aturan (takdir).
Kata الذّٰرِيٰتِ yg merupakan merupakan bentuk jamak mudzakar dari istilah ذَرَّةٍ mengacu pada suatu bagian terkecil dari materi, ulama klasik memaknainya sebagai butiran debu atau biji sawi namun di abad sains ini kita mengetahui bahwa bagian terkecil dari struktur materi adalah partikel fundamental (sub atomik) bukan debu, kemudian diikuti dengan kata ذَرْوًا yg memiliki makna tepatnya adalah menampi, bukan sekedar terbang berhamburan tak beraturan,misal sebagaimana saat kita mencermati orang yg menampi beras tampak bergerak naik-turun maka seperti itulah ilustrasi gerakan partikel² kuantum yg memiliki sifat gelombang (gerakan naik turun dalam frekuensi tertentu). Ayat pertama dari surat ad-Dzariat tersebut secara kebetulan dirumuskan dengan sangat baik dalam teori dualisme gelombang - partikel de Broglie & kita umat Islam yg telah memiliki cluenya sering kalah start oleh para ilmuwan barat karena kita lebih suka meributkan masalah receh perbedaan manhaj, aqidah & madzab.
Kalimat وَالذّٰرِيٰتِ ذَرْوًا merupakan konsep dalam mekanika kuantum bahwa setiap dzarroh atau entitas kuantum dapat diilustrasikan sebagai partikel atau gelombang yg mana hal ini sekaligus mengungkapkan ketidakmampuan konsep klasik "partikel" atau "gelombang" untuk sepenuhnya menggambarkan perilaku obyek pada skala kuantum. Para mufasir klasik yg hidup pada zaman dahulum belum bersentuhan nalar dengan penemuan konsep fisika kuantum sehingga wajar jika mereka memaknai kalimat tersebut sebagai debu² yg terhambur oleh hembusan angin, namun kita umat muslim seperti baru bangun dari tidur ketika para ilmuwan fisika yg mayoritas non muslim telah mengantarkan pemahaman saintifik atas misteri alam. Melalui karya Max Planck ,Albert Einstein ,Louis de Broglie ,Arthur Compton ,Niels Bohr ,Erwin Schrödinger serta banyak lainnya, revolusi sains melalui teori fisika sejak abad - 19 menyatakan bahwa semua dzarroh menunjukkan sifat gelombang (dzarwa) & sebaliknya. Fenomena ini telah terverifikasi bukan hanya untuk dzarroh saja akan tetapi juga untuk persenyawaan dzarrohseperti atom & molekul sedangkan untuk dzarroh makroskopik karena gerakan naik turunnya sangat pendek sehingga sifat² dzarwa biasanya nyaris tak dapat dideteksi.
Pada kalimat kedua, فَالْحٰمِلٰتِ وِقْرًا menjadikan konsep yg lebih rumit ketimbang ayat pertama dimana kata حٰمِلٰتِ itu dari kata dasar ْحَمِل hamil atau mengandung menjadi kata حِمْلٌ (himlun) yg berarti mengandung suatu muatan, kemudian diikuti kata وِقْرًا yg maksudnya adalah suatu beban berat atau massa, hal ini menunjukkan sebuah hubungan antara muatan listik q & massa m suatu dzarroh sebagai sifat dasar dalam hukum fisika. Meski muatan listrik & massa merupakan kuantitas fisik yg independen namun untuk pemahaman yg lebih intens dalam kajian elektrodinamika klasik terdapat kuantitas fisik yg disebut rasio massa terhadap muatan mq¯¹ dimana saat 2 dzarroh yg memiliki rasio mq¯¹ yg sama dikenai medan listrik atau magnet dalam ruang vakum maka keduanya akan bergerak di jalur yg sama dalam bentuk persamaan a(mq¯¹) = E + (v⊗B) yg diturunkan dari hukum gaya Lorentz & hukum II Newton tentang gerak. Setiap kali terjadi transfer muatan (pada umumnya elektron yg ditransfer karena proton lebih berat) maka akan terjadi transfer massa juga, misal ketika sebuah elektron dengan massa m & muatan - q berpindah dari atom A ke atom B maka massa atom A akan berkurang & massa atom B menjadi bertambah yg dapat digeneralisasi bahwa atom dengan tambahan muatan negatif lebih berat daripada atom yg kehilangan satu muatan negatif.
Kesetaraan antara muatan q & massa m dapat kita lihat pada persamaan gaya Coulomb F = к.q₁q₂r¯² dengan hukum gravitasi Newton F = G.m₁m₂r¯² yg mana muatan bekerja lebih dominan pada medan listik sedangkan interaksi massa bekerja dominan pada medan gravitasi. Muatan q & massa m bukanlah entitas fisik yg dapat di pisahkan satu sama lain karena kedua entitas tersebut merupakan atribut yg menandai keberadaan suatu dzarroh. Dalam banyak eksperimen fisika, perbandingan antara muatan dengan massa menjadi satu²nya kuantitas yg dapat diukur secara langsung, disinilah kiranya Allah ﷻ memberikan celah bagi manusia untuk memahami rahasia kosmik dari skala mikro,karena memang seringkali muatan dapat disimpulkan dari pertimbangan teoretis sehingga perbandingan muatan terhadap massa akan menyediakan cara untuk mengukur massa suatu dzarroh. Perbandingan gaya elektrostatik terhadap gaya gravitasi antara 2 dzarroh akan sebanding dengan produk perbandingan muatan terhadap massanya yg ternyata gaya gravitasi dapat diabaikan pada tingkat subatomik karena massa dzarroh yg amat sangat kecil...to be continued []