![]() |
اللَّيْلَةُ السَّابِعَةَ عَشْرَةَ مِنْ رَمَضَانَ فِي مَكَّةَ: تَدَبُّرُ نُزُولِ الْقُرْآنِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Setelah makan sahur dini hari tadi di hotel, aku melihat ke arah jam tangan di tangan kiriku. Waktu menunjukkan bahwa hari ini adalah Senin, 17 Maret 2025. Itu berarti bertepatan dengan 17 Ramadhan 1446 Hijriyah, karena awal puasa tahun ini berlangsung serentak antara pengumuman pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Teringatlah aku, bahwa di banyak masjid di tanah air, sejak tadi malam telah diadakan peringatan Nuzulul Quran. Sebuah momentum yang diperingati sebagai hari besar keislaman, mengenang turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berbagai masjid dan lembaga Islam biasanya merayakannya dengan tabligh akbar, kajian, atau lomba-lomba yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Ada pula yang mengisinya dengan khataman, menghafal ayat-ayat tertentu, atau memperbanyak tadarus.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, di Masjidil Haram tidak ada peringatan khusus. Aku menunaikan shalat tarawih di suthuh (lantai atap) Masjidil Haram, seperti biasanya. Shalat dilakukan enam kali salam, setiap dua rakaat, lalu ditutup dengan satu rakaat witir yang di dalamnya terdapat qunut. Tanpa tabligh akbar, tanpa kajian sebelum atau sesudah tarawih.
Hal ini menunjukkan bahwa amalan yang lebih utama bukanlah perayaan khusus peringatan, tetapi bagaimana kita mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa besar dalam Islam.
Aku teringat pengalaman dalam salah satu perjalanan umrah, saat berada di Madinah dan menunaikan shalat Jumat di Masjid Nabawi. Khatib pada waktu itu membahas bahwa tidak ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memperingati tanggal lahir beliau dalam bentuk acara tertentu. Setelah mendengar khutbah itu, aku mengecek kalender di ponsel, dan ternyata hari itu adalah 12 Rabi’ul Awwal, tanggal yang sering dirayakan sebagai Maulid Nabi di berbagai belahan dunia.
Demikian pula dengan malam tadi, tanggal 17 Ramadhan. Tidak ada peringatan dalam bentuk acara tertentu di Tanah Suci. Tidak ada lampu sorot atau laser yang dinyalakan di puncak jam besar Makkah seperti ketika memasuki malam 1 Sya’ban atau malam Idulfitri. Tidak ada pemandangan yang berbeda dari malam-malam lainnya di bulan Ramadhan.
Di tanah air kita, malam seperti ini biasanya diisi dengan pengajian dan berbagai kegiatan Islami sebagai bagian dari syiar agama.
Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah turunnya Al-Qur'an?
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
أُنْزِلَ الْقُرْآنُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ مِنَ السَّمَاءِ الْعُلْيَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا جُمْلَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ فُرِقَ فِي السِّنِينَ
"Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadr dari langit tertinggi ke langit dunia secara sekaligus, kemudian diturunkan secara bertahap dalam beberapa tahun."
Kemudian Ibnu 'Abbas membaca firman Allah subhanahu wata‘ala:
فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ
"Maka Aku bersumpah dengan tempat-tempat terbenamnya bintang-bintang." (QS. Al-Waqi‘ah: 75)
Lalu ia berkata:
نَزَلَ مُتَفَرِّقًا
"Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur."
(Hadis ini dinilai shahih oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak [no. 3782] dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, meskipun tidak diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.)
Dan juga dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
أُنْزِلَ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا لَيْلَةَ الْقَدْرِ، ثُمَّ أُنْزِلَ بَعْدَ ذَلِكَ بِعِشْرِينَ سَنَةً
"Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada malam Lailatul Qadr, kemudian diturunkan setelah itu selama dua puluh tahun."
Kemudian beliau membaca firman Allah subhanahu wata‘ala:
وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْناكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيراً
"Dan mereka tidak mendatangimu dengan suatu perumpamaan, melainkan Kami mendatangkan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang terbaik." (QS. Al-Furqan: 33)
وَقُرْآناً فَرَقْناهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلى مُكْثٍ وَنَزَّلْناهُ تَنْزِيلاً
"Dan Al-Qur’an yang telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar engkau membacakannya kepada manusia dengan perlahan-lahan, dan Kami menurunkannya secara bertahap." (QS. Al-Isra’: 106)
(HR. Al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah)
Turunnya Al-Qur'an adalah peristiwa besar dalam sejarah umat Islam. Namun, perayaannya dalam bentuk tertentu tidak memiliki dasar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang ditekankan dalam ajaran beliau adalah menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah, terutama di sepuluh malam terakhir, sebagaimana sabda beliau:
مَن قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِهِ
"Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(HR. Al-Bukhari, no. 1901; Muslim, no. 760)
Malam-malam Ramadhan terus bergulir, membawa kita semakin dekat ke penghujung bulan suci ini. Sudah sejauh mana kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup? Apakah ayat-ayat yang kita baca hanya berlalu di lisan, atau sudah kita resapi dalam hati dan amalkan dalam kehidupan?
Ramadhan adalah saat terbaik untuk kembali kepada Al-Qur’an, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak tadarus bersama Jibril di bulan ini. Maka marilah kita jadikan momentum ini sebagai awal dari hubungan yang lebih erat dengan kitab suci kita. Bacalah dengan hati, renungkan dengan akal, dan amalkan dengan perbuatan. Sebab, Al-Qur’an bukan sekadar bacaan, melainkan cahaya yang menuntun kita menuju ridha Allah subhanahu wata‘ala.
Dan disunnahkan menghidupkan malam-malam akhir Ramadhan dengan doa ini:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Ya Allah, Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai ampunan, maka ampunilah aku." (HR. At-Tirmidzi no. 3513)
Dan doa yang di bawah ini juga masyhur di kalangan ulama:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْقُرْآنِ، الَّذِينَ هُمْ أَهْلُكَ وَخَاصَّتُكَ، وَوَفِّقْنَا لِتِلَاوَتِهِ وَتَدَبُّرِهِ وَالْعَمَلِ بِهِ
"Ya Allah, jadikanlah kami termasuk Ahlul Qur’an, hamba-hamba-Mu yang Engkau muliakan dengan kitab-Mu. Berilah kami taufik untuk membacanya, merenungkannya, dan mengamalkannya."
Amiin, wahai Rabb Pemilik Al- Qur'an.
Makkah, Senin, 17 Ramadhan 1446 H / 17 Maret 2025 M
Zulkifli Zakaria
Tulisan ini bisa dibaca di
http://mahadalmaarif.com