![]() |
الطَّعَامُ الَّذِي يُغَذِّي الرُّوحَ وَالْبَدَنَ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Umrah Ramadhan kali ini mengajarkanku banyak hal tentang rezeki, kebiasaan, dan makna berbagi. Seperti kebiasaanku di rumah, aku tetap memasak nasi dan lauk sederhana di hotel. Aku membungkusnya dengan kertas nasi dari tanah air, lalu menyimpannya rapi di dalam tas kecil sebelum berangkat ke Masjidil Haram.
Bekal yang kubawa pun tidak jauh dari kebiasaan: rendang daging kering, rendang telur, dan abon yang telah kupersiapkan dari rumah. Jika habis, aku berencana membeli ayam goreng atau ayam bakar ala Makkah sebagai teman makan nasi. Beras yang kubawa adalah beras Darek Kamang Agam yang kubeli di Pariaman, dan jika persediaan menipis, aku akan membeli beras apa saja yang ada di toko-toko Makkah.
Setiap sore menjelang Maghrib, Masjidil Haram dipenuhi dengan suasana penuh berkah. Para petugas muda membagikan paket ifthar kepada jamaah yang duduk menunggu adzan. Beberapa kali, aku menerima paket yang berisi kurma, air minum, roti, yoghurt, dan bumbu khas makanan Arab. Kadang, isi paket sedikit berbeda—ada jus buah menggantikan yoghurt.
Aku selalu bersyukur dengan sajian berbuka itu, tetapi setelah Maghrib, aku akan mengambil bungkusan nasi dari tas dan menikmatinya perlahan. Roti dan yoghurt yang mengenyangkan bagi banyak orang di sini, tetap tak bisa menggantikan rasa kenyang yang kurasakan saat makan nasi. Itulah makanan pokokku sejak kecil.
Pengalaman ini mengingatkanku pada hikmah zakat fitrah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan zakat fitrah dikeluarkan dari makanan pokok masyarakat setempat, sebagaimana dalam hadits dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma yang mengatakan:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن تَمْرٍ، أوْ صَاعًا مِن شَعِيرٍ عَلَى العَبْدِ وَالحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' dari kurma atau satu sha' dari sya'ir (gandum kasar) atas hamba sahaya dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum Muslimin, dan beliau memerintahkan agar zakat itu ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat ('Id)." (HR. Al-Bukhari No. 1503)
Zakat fitrah memiliki waktu yang terbatas. Jika seseorang menunda hingga setelah shalat Idul Fitri, maka zakat itu tidak lagi dihitung sebagai zakat fitrah, melainkan sebagai sedekah biasa. Dari 'Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu 'anhuma yang berkata:
فرضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطَعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مِنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan perbuatan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ('Id), maka zakatnya diterima. Dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat, maka ia hanya menjadi salah satu dari sedekah-sedekah biasa." (HR. Abu Dawud No. 1609)
Dari ketentuan ini, kita melihat bahwa makanan pokok memiliki peran penting dalam ketentuan ibadah sosial dalam Islam. Selain zakat fitrah, dalam Islam juga disyariatkan pembayaran fidyah bagi orang yang tidak mampu berpuasa. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌۭ طَعَامُ مِسْكِينٍۢ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًۭا فَهُوَ خَيْرٌۭ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌۭ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 184)
Dalam ayat ini, syari'ah Islam memberikan solusi bagi mereka yang tidak sanggup menjalankan puasa, seperti orang tua renta atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Fidyah dibayarkan dengan makanan pokok, sehingga yang menerimanya benar-benar mendapatkan manfaat darinya.
Bahkan, makanan juga menjadi bagian dari kaffarat bagi mereka yang melanggar hukum puasa, seperti suami istri yang berhubungan di siang hari Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa salah satu bentuk tebusannya adalah memberikan makanan pokok kepada 60 orang miskin. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengatakan:
بيْنَما نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، إذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يا رَسولَ اللَّهِ هَلَكْتُ. قَالَ: ما لَكَ؟ قَالَ: وقَعْتُ علَى امْرَأَتي وأَنَا صَائِمٌ، فَقَالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: هلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَهلْ تَسْتَطِيعُ أنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ، قَالَ: لَا، فَقَالَ: فَهلْ تَجِدُ إطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا. قَالَ: لَا، قَالَ: فَمَكَثَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَبيْنَا نَحْنُ علَى ذلكَ أُتِيَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ - والعَرَقُ المِكْتَلُ - قَالَ: أيْنَ السَّائِلُ؟ فَقَالَ: أنَا، قَالَ: خُذْهَا، فَتَصَدَّقْ به فَقَالَ الرَّجُلُ: أعَلَى أفْقَرَ مِنِّي يا رَسولَ اللَّهِ؟ فَوَاللَّهِ ما بيْنَ لَابَتَيْهَا - يُرِيدُ الحَرَّتَيْنِ - أهْلُ بَيْتٍ أفْقَرُ مِن أهْلِ بَيْتِي، فَضَحِكَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ حتَّى بَدَتْ أنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ: أطْعِمْهُ أهْلَكَ.
"Ketika kami sedang duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan berkata, "Wahai Rasulullah, celakalah aku!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Apa yang terjadi padamu?" Orang itu menjawab, "Aku telah menggauli istriku dalam keadaan aku berpuasa."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apakah engkau mampu membebaskan seorang budak?" Orang itu menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi, "Apakah engkau mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?" Orang itu menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi, "Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin?" Orang itu kembali menjawab, "Tidak."
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terdiam sejenak. Ketika kami masih berada dalam keadaan demikian, tiba-tiba Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diberi satu wadah besar (keranjang) berisi kurma. Beliau bersabda, "Mana orang yang tadi bertanya?" Orang itu menjawab, "Aku." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya."
Orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah aku harus memberikannya kepada orang yang lebih miskin dariku? Demi Allah, di antara dua tanah hitam (yaitu Madinah), tidak ada keluarga yang lebih miskin dari keluargaku." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa hingga tampak gigi taringnya, lalu beliau bersabda, "Berikanlah kepada keluargamu."
(HR. Al-Bukhari No. 1936)
Dari berbagai ketentuan ini, kita melihat bagaimana makanan pokok memiliki posisi penting dalam ibadah dan muamalah Islam. Islam tidak hanya mengatur hubungan hamba dengan Rabb-nya, tetapi juga memastikan agar sesama manusia saling mendukung dalam kehidupan.
Setiap suapan nasi yang kumakan di Makkah mengingatkanku akan kehangatan rumah. Sementara, di sekelilingku, saudara-saudara Muslim dari berbagai belahan dunia menikmati makanan pokok mereka masing-masing. Ada yang berbuka dengan roti, ada yang memilih kurma dan susu.
Kita semua memiliki perbedaan, tetapi dalam keberagaman itu, ada satu kesamaan: makanan bukan sekadar mengenyangkan perut, tetapi juga menyuburkan jiwa. Itulah sebabnya, zakat fitrah, fidyah, dan kaffarat memberi makan orang miskin bukan sekadar kewajiban, melainkan wujud kasih sayang dalam memberi apa yang benar-benar dibutuhkan oleh penerimanya.
Do'a Penutup:
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا رِزْقًا طَيِّبًا وَبَارِكْ لَنَا فِيهِ، وَاهْدِنَا صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الشَّاكِرِينَ.
"Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami rezeki yang baik dan berkah, tunjukkanlah kepada kami jalan-Mu yang lurus, dan jadikanlah kami termasuk hamba-hamba yang selalu bersyukur."
Amiin.
Masjidil Haram, Makkah, Selasa, 11 Ramadhan 1446 H / 11 Maret 2025 M
Zulkifli Zakaria
Tulisan ini bisa dibaca di: http://mahadalmaarif.com