![]() |
صَدَى النِّدَاءِ بَيْنَ الأَرْضِ وَالسَّمَاءِ
Bismillahirrahmanirrahim
"Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh." Aku membuka khutbah, lalu duduk di kursi yang disediakan di atas mimbar, mendengarkan adzan yang dikumandangkan muadzdzin tetap Masjid Raya Padusunan.
Hari ini adalah Jumat kedua di bulan genap, jadwalku sebagai khatib di masjid bersejarah ini, salah satu bangunan cagar budaya di Kota Pariaman. Aku duduk dan menatap jemaah yang mulai memenuhi saf-saf, sebagian datang dengan wajah berseri, sebagian lagi tampak letih dari pekerjaan dan aktivitas harian mereka.
Saat suara adzan menggema memenuhi masjid, hati ini terasa bergetar. Ayat Allah subhanahu wata’ala yang agung melintas dalam ingatan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian menuju mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(QS. Al-Jumu'ah: 9)
Beberapa wajah yang kukenali masuk ke dalam masjid, berdiri menunggu adzan selesai. Agar tak salah tingkah, aku mengalihkan pandangan ke loteng masjid, menghayati dan menyahuti setiap kalimat adzan.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
"Apabila kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzdzin."
(HR. Al-Bukhariy no. 611)
Aku menutup mata sejenak, mengikuti alunan suara adzan. Ketika muadzdzin mengucapkan "Hayyaa ‘alash shalaah!" (Mari menuju pelaksanaan shalat), ruh ini serasa melayang ke angkasa, meninggalkan tubuh yang masih duduk di atas mimbar. Bibir ini menyahut, "Laa haula wa laa quwwata illaa billaah." Suasana hati terasa damai, seakan-akan seruan itu adalah panggilan langsung dari langit.
Saat muadzdzin menyerukan "Hayya ‘alal falah!" (mari menuju kemenangan), aku membayangkan sedang berenang menuju taman-taman surga, menginginkan keselamatan hakiki yang dijanjikan Allah. Tanpa sadar, aku hampir terlupa bahwa aku sedang duduk di atas mimbar, bersiap menyampaikan khutbah.
Aku teringat hadits yang menjelaskan bahwa syetan lari terbirit-birit saat adzan berkumandang.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ، حَتَّى لَا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ، فَإِذَا قُضِيَ النِّدَاءُ أَقْبَلَ، حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ لِلصَّلَاةِ أَدْبَرَ، حَتَّى إِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ، حَتَّى يَخْطُرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ، فَيَقُولُ لَهُ اذْكُرْ كَذَا وَاذْكُرْ كَذَا، لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى
"Ketika adzan untuk shalat dikumandangkan, syetan akan mundur dan ia mengeluarkan kentut sehingga tidak bisa mendengar adzan tersebut. Setelah adzan selesai, syetan datang kembali, dan ketika iqamah dikumandangkan, ia kembali mundur. Setelah iqamah selesai, ia datang lagi hingga ia berada di antara seseorang dan hatinya, lalu ia berkata, 'Ingatlah ini, ingatlah itu!' sehingga seseorang itu tidak tahu berapa rakaat ia telah salat."
(HR. Al-Bukhariy no. 608)
Betapa dahsyatnya seruan ini. Adzan bukan hanya panggilan shalat, tetapi juga simbol keagungan Islam, sebuah seruan yang menggema dari zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hingga kini, menembus batas ruang dan waktu.
Aku sempat berpikir untuk memberikan hadiah parfum kepada muadzdzin, tetapi aku ingat bahwa sisa parfum misik yang ada dalam tasku hanya sedikit sekali. Lalu yakinkan diriku bahwa pahala beliau ini di sisi Pemilik adzan adalah sangat besar. Para muadzdzin telah mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Dari Thalhah bin Yahya, dari pamannya yang menuturkan, "Dulu aku duduk dekat Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhuma, lalu datang muadzdzin mengajaknya untuk shalat. Maka Mu'awiyah berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:'"
الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Para muadzin akan menjadi orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat."
(HR. Muslim no. 387-14)
An-Nawawiy rahimahullah menjelaskan bahwa panjangnya leher mereka bisa bermakna kemuliaan, harapan tinggi akan rahmat Allah, atau terhindar dari kesulitan di Hari Kiamat. (Syarah Shahih Muslim, 4/92)
Adzan bukan sekadar panggilan, tetapi seruan kehidupan. Setiap kalimatnya mengandung ajakan kepada tauhid dan kemenangan. Ketika kita mendengarnya, hati harus bergetar, tubuh harus bergerak menuju masjid, dan jiwa harus bersiap menyambut panggilan Allah.
Sebelum khutbah dimulai, aku dan para jemaah membaca doa setelah adzan secara mandiri dan berbisik-bisik:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
"Ya Rabb, Pemilik dari seruan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan ini, berikanlah kepada Muhammad kedudukan yang mulia dan keutamaan, serta bangkitkanlah beliau pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan."
(HR. Al-Bukhariy no. 614)
📍 Pariaman, Jumat, 15 Sya'ban 1446 H / 14 Februari 2025 M
✍🏻 Zulkifli Zakaria
🔗 Tulisan ini bisa dibaca di:
🌐 http://mahadalmaarif.com
🔄 Silakan bagikan agar lebih banyak yang memahami keutamaan adzan!