![]() |
Oleh: Prof. Duski Samad Tuanku Mudo
Kajian part4 Majelis Ilmu Lentera Jiwa. Rabu, 24 Sept 2025.
PENGERTIAN
1.Tanwīr al-Qulūb (تنوير القلوب)
Secara harfiah berarti “pencerahan hati”. Dalam khazanah tasawuf, tanwīr bukan sekadar penerangan, tetapi penyinaran batin oleh cahaya ilahi (nūr ilāhī) sehingga hati terbebas dari kegelapan hawa nafsu, syahwat, dan sifat tercela. Hati yang tercerahkan akan menjadi pusat kesadaran ruhani untuk menerima ilmu laduni dan hikmah yang datang dari Allah.
2.Mu‘āmalat al-‘Ulūm.
Kata mu‘āmalat bermakna interaksi, pengelolaan, atau cara memperlakukan. Sedangkan al-‘ulūm adalah ilmu pengetahuan. Jadi, frasa ini menunjuk pada bagaimana seorang salik (penempuh jalan spiritual) berinteraksi dengan ilmu-ilmu, baik ilmu lahir (syariat, fiqh, akhlak) maupun ilmu batin (tasawuf, hikmah, makrifat). Maksudnya adalah adab dan etika dalam mencari, mengamalkan, serta mengajarkan ilmu agar tidak sekadar intelektual, tapi juga menjadi cahaya pembimbing hidup.
3.al-Ghuyūb (الغيوب)
Kata ghuyūb berasal dari ghayb, artinya yang tersembunyi atau gaib. Dalam konteks sufistik, ghuyūb menunjuk pada pengetahuan yang tidak bisa dicapai akal semata, melainkan disingkap oleh Allah melalui kasyf (penyingkapan spiritual), ilhām (inspirasi), atau ma‘rifah. Ilmu ghuyūb adalah dimensi batiniah yang hanya dapat dicapai dengan hati yang telah disucikan.
Makna Keseluruhan.
Dengan demikian, “Tanwīr al-Qulūb fī Mu‘āmalat al-‘Ulūm al-Ghuyūb” bermakna:
Pencerahan hati dalam berinteraksi dengan ilmu-ilmu gaib (ilmu hakikat dan makrifat), agar hati memperoleh cahaya petunjuk Allah, mampu membedakan yang hak dan batil, serta dapat naik dari pengetahuan lahir menuju penghayatan batin.
Konsep ini menekankan bahwa:
1.Ilmu tidak cukup hanya dipelajari secara rasional, tetapi harus diamalkan dengan hati yang bersih.
2.Cahaya hati menjadi syarat utama agar seseorang mampu menerima limpahan pengetahuan ghaib.
3.lmu ghuyūb bukan dimaksudkan sebagai mistisisme kosong, melainkan sebagai penyingkapan makna terdalam dari syariat dan realitas spiritual.
ESENSI
Kitab Tanwīr al-Qulūb fī Mu‘āmalat ‘Allām al-Ghuyūb adalah karya Syaikh Muḥammad Amīn al-Kurdī al-Irbilī (w. 1332 H/1914 M). Kitab ini sangat populer di kalangan ṭarīqah Naqsyabandiyyah, dan menjadi salah satu referensi penting tasawuf di banyak pesantren dan surau di Nusantara.
Esensi Kitab Tanwīr al-Qulūb
1.Pencerahan Hati
Fokus utama kitab ini adalah bagaimana hati disucikan (tazkiyatun nafs) sehingga dapat menerima nūr ilāhī.
Hati yang tercerahkan akan menjadi wadah bagi ilmu syariat dan hakikat secara seimbang.
2.Keseimbangan Syariat dan Hakikat
Penulis menekankan bahwa jalan menuju Allah harus ditempuh dengan dua sayap: syariat (ibadah, hukum Islam) dan hakikat (tasawuf, penyucian batin).
Tasawuf tanpa syariat akan menjerumuskan pada kesesatan, sementara syariat tanpa tasawuf bisa kering dari rasa.
3.Bimbingan Praktis dalam Ṭarīqah
Kitab ini berfungsi sebagai panduan praktis bagi murid ṭarīqah (salik) dalam suluk, zikir, muraqabah, khalwat, serta adab kepada mursyid.
Jadi bukan hanya teori, tapi juga panduan aplikasi spiritual.
Materi Utama dalam Kitab
Secara garis besar, isinya mencakup empat bidang pokok:
1.Aqidah
Mengikuti manhaj Ahlussunnah wal Jama‘ah (Asy‘ariyyah dan Maturidiyyah).
Bahasannya: sifat Allah, sifat rasul, rukun iman, masalah qadha dan qadar, serta bantahan terhadap paham sesat.
2.Fiqh
Mengikuti mazhab Imam Syafi‘i.
Pembahasan ringkas tentang ibadah: thaharah, shalat, zakat, puasa, haji.
Ditekankan pentingnya amal lahiriah sebagai dasar menuju amal batin.
3.Tasawuf
Inti utama kitab.
Membahas maqāmāt (tingkatan spiritual: taubat, zuhud, sabar, syukur, tawakal, ridha, ikhlas, cinta Allah).
Hal-hal terkait ahwāl (kondisi ruhani), kasyf, dan ma‘rifat.
Adab seorang salik terhadap Allah, mursyid, sesama murid, dan masyarakat.
4.Tarekat Naqsyabandiyah
Panduan wirid, dzikir khafi (sir), zikir jahr, muraqabah, rabithah, suluk, dan khalwat.
Tata cara talqin dzikir dari mursyid kepada murid.
Keutamaan zikir, adab khalwat, dan syarat keberhasilan suluk.
Kedudukan Kitab
Diposisikan sebagai buku manual tasawuf yang sistematis: aqidah → syariat → tasawuf → tarekat.
Menjadi kitab rujukan resmi di banyak surau tarekat, terutama di Minangkabau, Aceh, dan beberapa pesantren Jawa.
Disebut juga sebagai "jalan tengah" yang menghubungkan ilmu fiqh dan ilmu tasawuf agar tidak terpisah.
Kesimpulan:
Esensi kitab Tanwīr al-Qulūb adalah mencahayai hati agar selaras dengan syariat, bertarekat dengan bimbingan mursyid, hingga meraih hakikat dan makrifat. Materinya lengkap: aqidah Aswaja, fiqh Syafi‘i, tasawuf, dan panduan praktis tarekat Naqsyabandiyah.
ANALISIS
Kitab Tanwīr al-Qulūb karya Syaikh Muḥammad Amīn al-Kurdī al-Irbilī merupakan salah satu karya monumental yang mempertemukan tiga dimensi Islam: syariat, tarekat, dan hakikat. Dari sudut pandang syar‘i, kitab ini menegaskan bahwa pencerahan hati (tanwīr al-qulūb) tidak bisa dilepaskan dari fondasi aqidah yang lurus, pengamalan fiqh yang benar, serta perjalanan tasawuf yang benar.
Tinjauan Syari’ atas Materi Kitab
1.Aqidah
Kesesuaian syar‘i:
Aqidah yang dikedepankan adalah manhaj Ahlussunnah wal Jama‘ah (Asy‘ari-Maturidi). Ini selaras dengan firman Allah:
> “Maka tetaplah kamu di atas jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu.” (QS. Hūd [11]: 112).
Ulasan:
Bagian aqidah kitab ini menjaga agar perjalanan tasawuf tidak melenceng dari tauhid murni. Ia menolak syirik, hulul, atau ittihad, dan meneguhkan iman kepada qadha dan qadar, sifat Allah, serta risalah para nabi.
2.Fiqh
Kesesuaian syar‘i:
Mengikuti mazhab Syafi‘i, kitab ini mengajarkan thaharah, shalat, zakat, puasa, dan haji. Firman Allah:
> “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 43).
Ulasan:
Penegasan syariat dalam kitab ini menjadi benteng agar tasawuf tidak kehilangan pijakan praktis. Amaliah batin tidak sah tanpa amal lahir yang sesuai fiqh.
3. Tasawuf
Kesesuaian syar‘i:
Tasawuf diarahkan untuk tazkiyatun nafs (penyucian diri), yang diperintahkan Allah:
> “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]: 9–10).
Ulasan:
Materi maqāmāt (taubat, zuhud, sabar, syukur, tawakal, ridha, ikhlas, cinta Allah) merupakan perwujudan akhlak Qur’ani. Tasawuf di sini bukan spekulasi metafisis, tetapi pembinaan ruhani yang sesuai dengan syariat.
4.Tarekat Naqsyabandiyah
Kesesuaian syar‘i:
Praktik wirid, zikir khafi, muraqabah, rabithah, hingga khalwat memiliki dasar dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Zikir khafi: “Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara...” (QS. Al-A‘rāf [7]: 205).
Muraqabah: hadis tentang ihsan: “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya...” (HR. Muslim).
Ulasan:
Tarekat Naqsyabandiyah yang diajarkan dalam kitab ini tetap berpijak pada syariat, menjadikan mursyid sebagai pembimbing etis-spiritual, bukan kultus personal.
Analisis Syar‘i
1.Kekuatan Kitab
Menjaga keseimbangan: aqidah → fiqh → tasawuf → tarekat.
Mencegah penyimpangan tasawuf yang ekstrem (ghuluw) atau sekadar formalitas syariat.
Membumikan tasawuf dalam kehidupan praktis dengan dzikir, suluk, dan adab.
2 Potensi Kekeliruan jika Disalahpahami
Jika dilepaskan dari aqidah dan fiqh, aspek “ghuyūb” bisa disalahartikan menjadi mistisisme9 liar.
Jika mursyid dianggap absolut, dapat terjadi penyimpangan otoritas agama. Karena itu kitab ini selalu menekankan: syariat sebagai rujukan utama.
Kesimpulan
Ulasan syar‘i terhadap Tanwīr al-Qulūb menegaskan bahwa:
Kitab ini adalah panduan komprehensif bagi perjalanan ruhani yang berpijak pada aqidah sahihah, fiqh syar‘i, dan tasawuf akhlaki.
Pencerahan hati (tanwīr al-qulūb) hanya sah jika didasari syariat, dibimbing tarekat, dan diarahkan menuju hakikat.
Relevansinya di era kini adalah mengembalikan tasawuf pada fungsi utamanya: membina hati agar selalu terang oleh nūr ilāhī, sambil tetap teguh dalam syariat dan adab sosial.