![]() |
Pengantar
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm
Segala puji bagi Allah atas nikmat hidayah. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam, sang pembawa rahmat bagi seluruh alam, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.
Dengan memohon taufik dari Allah Ta‘ālā, kami menyajikan bagian demi bagian dari sebuah kitab akidah klasik Ahlus Sunnah wal-Jamā‘ah, dengan format kutipan teks Arab berharakat disertai terjemahan bahasa Indonesia yang mudah dipahami masyarakat umum.
📘 Judul Kitab: Akidah Para Imam Ahli Hadits
📖 Judul Asli: اعتقاد أئمة الحديث
🖋 Penulis: Abū Bakar Ahmad bin Ibrāhīm bin Ismā‘īl bin al-‘Abbās bin Mirdās al-Ismā‘īlī al-Jurjānī (wafat 371 H / 981 M)
🔍 Tahqiq: Muhammad bin Abdurrahman al-Khamīs
🏢 Penerbit: Dār al-‘Āshimah – Riyadh, cetakan pertama, 1412 H
Kitab ini memuat pokok-pokok akidah yang diyakini dan diajarkan oleh para imam hadits dari kalangan salaf, mencakup keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, Al-Qur’an, takdir, serta sikap terhadap para sahabat, para khalifah, ahli bid‘ah, dan kewajiban berjamaah dalam Islam.
Penting untuk dicatat bahwa penulis kitab ini hidup jauh sebelum zaman Ibnu Taimiyah (lahir 661 H / 1263 M) dan Muhammad bin Abdul Wahhab (lahir 1115 H / 1703 M). Maka jelaslah bahwa akidah seperti keyakinan bahwa Allah beristiwa di atas ‘Arsy dan menetapkan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah, bukanlah ajaran baru atau buatan tokoh-tokoh tersebut. Akidah ini telah diwariskan oleh generasi salaf terdahulu, dan kitab ini menjadi salah satu bukti nyata warisan tersebut.
Sayangnya, banyak penceramah di media sosial pada masa kini yang cenderung mengabaikan rujukan-rujukan klasik seperti ini, bahkan menuduh keyakinan tersebut sebagai paham menyimpang atau rekayasa. Padahal, ia merupakan bagian dari fondasi akidah para ulama terdahulu yang terpercaya dalam keilmuan dan ketakwaannya.
Setiap bagian akan menampilkan kutipan teks Arab dan terjemahannya secara berurutan agar dapat ditadabburi dan dipelajari dengan lebih mudah oleh para penuntut ilmu.
Semoga Allah menerima usaha ini sebagai amal jariyah, memperkuat pemahaman kita terhadap agama yang lurus, dan menjadikan kita termasuk dalam golongan al-firqah an-nājiyah.
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ، عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
اللَّهُمَّ ثَبِّتْنَا عَلَى السُّنَّةِ، وَاجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِهَا حَتَّى نَلْقَاكَ
“Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan hanya kepada-Nya aku kembali.
Ya Allah, teguhkanlah kami di atas Sunnah, dan jadikanlah kami termasuk golongan ahlinya hingga kami berjumpa dengan-Mu.”
✍🏼 Diterjemahkan oleh:
Zulkifli Zakaria
Pariaman, Sumatera Barat
Teks asli dari kitab dalam bahasa Arab:
وَلَا يَقُولُونَ: إِنَّ أَسْمَاءَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ غَيْرُ اللهِ كَمَا تَقُولُهُ الْمُعْتَزِلَةُ (1)،
وَالْخَوَارِجُ (2)، وَطَوَائِفُ مِنْ أَهْلِ الْأَهْوَاءِ: مَخْلُوقَةٌ (3).
الْحَوَاشِي:
(1) الْمُعْتَزِلَةُ: فِرْقَةٌ كَلَامِيَّةٌ ظَهَرَتْ فِي أَوَّلِ الْقَرْنِ الثَّانِي الْهِجْرِيِّ، وَبَلَغَتْ شَأْنَهَا فِي الْعَصْرِ الْعَبَّاسِيِّ الْأَوَّلِ،
يَرْجِعُ اسْمُهَا إِلَىٰ اعْتِزَالِ إِمَامِهَا وَاصِلِ بْنِ عَطَاءٍ مَجْلِسَ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ، لِقَوْلِ وَاصِلٍ: إِنَّ مُرْتَكِبَ الْكَبِيرَةِ لَيْسَ كَافِرًا وَلَا مُؤْمِنًا، بَلْ هُوَ فِي مَنْزِلَةٍ بَيْنَ الْمَنْزِلَتَيْنِ.
فَلَمَّا اعْتَزَلَ وَاصِلٌ مَجْلِسَ الْحَسَنِ وَجَلَسَ عَمْرُو بْنُ عُبَيْدٍ إِلَىٰ وَاصِلٍ وَتَبِعَهُمَا أَنْصَارُهُمَا، قِيلَ لَهُمْ: مُعْتَزِلَةٌ.
وَهٰذِهِ الْفِرْقَةُ تَعْتَدُّ بِالْعَقْلِ وَتُغَالِي فِيهِ، وَتُقَدِّمُهُ عَلَى النَّقْلِ.
(2) الخَوَارِجُ: جَمْعُ خَارِجَةٍ، أَيْ فِرْقَةٌ خَارِجَةٌ، وَاشْتُهِرَ بِهٰذَا اللَّقَبِ جَمَاعَةٌ خَرَجُوا عَلَىٰ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مِمَّنْ كَانَ مَعَهُ فِي حَرْبِ صِفِّينَ،
وَقَدِ افْتَرَقَ الخَوَارِجُ إِلَىٰ عِدَّةِ فِرَقٍ، يَجْمَعُهُمْ الْقَوْلُ بِتَكْفِيرِ عُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَأَصْحَابِ الْجَمَلِ وَمَنْ رَضِيَ بِالتَّحْكِيمِ، وَصَوَّبَ الحَكَمَيْنِ أَوْ أَحَدَهُمَا، وَتَكْفِيرُ صَاحِبِ الْكَبِيرَةِ.
انْظُرْ: الْمِلَلُ وَالنِّحَلُ ١/١١٤، الفَرْقُ بَيْنَ الفِرَقِ ص٧٢–٧٣، مَقَالَاتُ الْإِسْلَامِيِّينَ ١/١٦٧، مَجْمُوعُ الْفَتَاوَى ٣/٢٧٩.
(3) هٰذِهِ مِنْ حَمَاقَاتِ الجَهْمِيَّةِ وَالْمُعْتَزِلَةِ وَمَنْ تَابَعَهُمْ، وَهِيَ مَبْنِيَّةٌ عَلَىٰ قَوْلِهِمْ بِخَلْقِ الْقُرْآنِ،
قَالَ الدَّارِمِيُّ فِي الرَّدِّ عَلَىٰ الْمَرِيسِيِّ:
(وَقَدْ كَانَ لِلْمَرِيسِيِّ فِي أَسْمَاءِ اللهِ مَذْهَبٌ كَمَذْهَبِهِ فِي الْقُرْآنِ، كَانَ الْقُرْآنُ عِنْدَهُ مَخْلُوقًا مِنْ قَوْلِ الْبَشَرِ، لَمْ يَتَكَلَّمِ اللهُ بِحَرْفٍ مِنْهُ فِي دَعْوَاهُ، وَكَذٰلِكَ أَسْمَاءُ اللهِ عِنْدَهُ مِنِ ابْتِدَاعِ الْبَشَرِ)...
إِلَىٰ أَنْ قَالَ:
(فَهٰذَا الَّذِي ادَّعَوْا فِي أَسْمَاءِ اللهِ أَصْلٌ كَبِيرٌ مِنْ أُصُولِ الجَهْمِيَّةِ الَّتِي بَنَوْا عَلَيْهَا مِحْنَتَهُمْ وَأَسَّسُوا عَلَيْهَا ضَلَالَاتِهِمْ، غَالَطُوا بِهَا الْأَغْمَارَ وَالسُّفَهَاءَ).
وَشُبْهَتُهُمْ: أَنَّهُمْ لَوْ أَثْبَتُوا لِلهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا لَأَثْبَتُوا تِسْعَةً وَتِسْعِينَ إِلَهًا!
انْظُرْ: شَرْحُ أُصُولِ الِاعْتِقَادِ ٢/٢١٥.
وَقَدْ كَفَّرَهُمْ جَمَاعَةٌ مِنَ السَّلَفِ.
يَقُولُ إِسْحَاقُ بْنُ رَاهُوَيْهِ: (أَفْضَوْا - الجَهْمِيَّةُ - إِلَىٰ أَنْ قَالُوا: أَسْمَاءُ اللهِ مَخْلُوقَةٌ... وَهٰذَا الْكُفْرُ الْمَحْضُ).
وَقَالَ الإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: (مَنْ زَعَمَ أَنَّ أَسْمَاءَ اللهِ مَخْلُوقَةٌ فَهُوَ كَافِرٌ).
شَرْحُ أُصُولِ اعْتِقَادِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ ٢/٢١٤.
وَقَالَ خَلَفُ بْنُ هِشَامٍ الْمُقْرِئُ:
(مَنْ قَالَ إِنَّ أَسْمَاءَ اللهِ مَخْلُوقَةٌ، فَكُفْرُهُ عِنْدِي أَوْضَحُ مِنْ هٰذِهِ الشَّمْسِ).
شَرْحُ أُصُولِ اعْتِقَادِ أَهْلِ السُّنَّةِ ٢/٢٠٧.
Dan mereka (Ahlus Sunnah) tidak mengatakan bahwa nama-nama Allah ‘azza wa jalla adalah selain Allah seperti yang dikatakan oleh kaum Mu’tazilah (2), Khawarij (2), dan kelompok-kelompok ahlul ahwa lainnya: bahwa nama-nama Allah itu makhluk. (3)
Catatan kaki:
(1) Mu’tazilah adalah kelompok kalam yang muncul pada awal abad kedua Hijriah dan mencapai puncak pengaruhnya pada era Abbasiyah pertama. Nama mereka dikaitkan dengan peristiwa ketika Wasil bin ‘Atha’ keluar dari majelis al-Hasan al-Bashri karena berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir, tetapi berada di posisi antara dua posisi. Ketika ia menjauh dari majelis al-Hasan dan bergabung dengan ‘Amr bin ‘Ubaid serta diikuti para pendukung mereka, maka mereka disebut Mu’tazilah. Kelompok ini mengandalkan akal dan melebihkannya atas dalil-dalil naqli.
(2) Khawarij adalah jamaah yang keluar (membelot) dari Ali radhiyallahu ‘anhu, khususnya mereka yang sebelumnya bersamanya dalam perang Shiffin. Mereka kemudian berpecah menjadi banyak faksi. Prinsip utama mereka adalah mengkafirkan Utsman, Ali, para sahabat dalam perang Jamal, dan siapa saja yang menyetujui tahkim (arbitrase), serta menyatakan kafir pelaku dosa besar.
(3) Ini termasuk kebodohan golongan Jahmiyyah dan Mu’tazilah serta para pengikut mereka. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Al-Darimi dalam kitabnya "ar-Radd ‘ala al-Marisiy" berkata: "Al-Marisiy memiliki pendapat dalam nama-nama Allah sebagaimana pendapatnya tentang Al-Qur’an. Menurutnya, Al-Qur’an adalah makhluk dari ucapan manusia, dan Allah tidak berbicara satu huruf pun darinya, dan begitu pula nama-nama Allah menurutnya hanyalah ciptaan manusia."
Ia juga berkata: "Inilah yang mereka klaim terhadap nama-nama Allah, yaitu pokok besar dari pokok-pokok Jahmiyyah yang mereka jadikan sebagai dasar cobaan mereka dan fondasi kesesatan mereka. Mereka menipu orang-orang awam dan bodoh dengannya."
Syubhat mereka adalah: bila kita menetapkan sembilan puluh sembilan nama bagi Allah, maka seakan-akan kita menetapkan sembilan puluh sembilan tuhan. (Lihat: Syarh Ushul I'tiqad 2/215).
Sejumlah ulama salaf mengkafirkan mereka. Ishaq bin Rahuyah berkata: "Mereka (Jahmiyyah) akhirnya mengatakan bahwa nama-nama Allah adalah makhluk... Ini adalah kekufuran murni." Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata: "Barang siapa yang mengklaim bahwa nama-nama Allah adalah makhluk, maka ia kafir." (Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama‘ah 2/214).
Khalaf bin Hisham al-Muqri’ berkata: "Barang siapa mengatakan bahwa nama-nama Allah adalah makhluk, maka kekufurannya lebih jelas bagiku daripada matahari." (Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah 2/207).
Bersambung ke Bagian 4, insya Allah.