![]() |
Penulis: AD Tuanku Mudo
Sejak empat tahun terakhir, H. Kinuik Tuanku Sidi lebih memilih tinggal di rumahnya. Surau Batuang Nagari Koto Baru, tempat dia mengabdi sudah jarang didatanginya. Faktor lanjut usia, sehingga seluruh anak-anaknya lebih memilih ulama sepuh dan karismatik di VII Koto lama ini, untuk istirahat di rumah.
Memang jarak Surau Batuang dengan rumah keluarganya tak begitu jauh. Masih dalam satu nagari; Koto Baru, Kecamatan Padang Sago.
Ahad 23 Juni 2024 dini hari, pukul 01.36 wib, Kinuik Tuanku Sidi berpulang ke rahmatullah. Dia wafat dalam usia yang cukup sepuh, 88 tahun. Dia lahir di Koto Baru tahun 1936.
Innalillahi wa innailaihi rajiun. Jagat media sosial WA group dihiasi kabar duka tesebut. Kabar itu begitu cepat menyebarnya, sehingga sejak tengah malam hingga siang menjelang, rumah duka dibanjiri para pelayat.
Ratusan ulama tua dan muda pada berdatangan setelah menerima kabar duka tersebut. Begitu juga niniak mamak, tokoh masyarakat Koto Baru dan nagari lainnya, larut dalam kedukaan yang mendalam.
Pengasuh Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa, Guru Besar Pesantren Darul Ulum Padang Magek, Tanah Datar, H. Ja'far Tuanku Imam Mudo hadir dan ikut berbelasungkawa.
Para ulama Madinatul Ilmi Islamiyah Buluah Kasok, Surau Kubu Ujuang Gunuang, pun banyak datang bertakziah ke rumah duka.
Di VII Koto lama, Kinuik Tuanku Sidi adalah ulama tua. Dia terkenal memimpin dan ulama di Surau Batuang. Dari dulu, Surau Batuang ini tempat orang mengaji.
Jauh. Dari Sijunjung ada santri yang mengaji di Surau Batuang ini. Pun anak-anak Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman juga banyak jadi anak siak di Surau Batuang, dibawah asuhan Kinuik Tuanku Sidi.
Tuanku Afredison, salah seorang anak rohani Kinuik Tuanku Sidi menyebutkan, Surau Batuang sudah berkembang sejak dulu.
"Sejak saya kecil, Kinuik Tuanku Sidi sudah aktif mengajar anak siak dan masyarakat di Surau Batuang ini," kata Ketua Komisi II DPRD Padang Pariaman ini.
Menurut dia, Surau Batuang adalah surau nagari. Kinuik Tuanku Sidi melanjutkan estafet kepemimpinan dan keulamaan dari Tuanku Muncak, yang memulai memimpin Surau Batuang.
Afredison yang juga Ketua DPC PKB Padang Pariaman ini menjelaskan, dan minta persetujuan bersama, bahwa kelanjutan Surau Batuang dipegang oleh H. Usman Tuanku Kuniang.
Sepengetahuan Afredison, Kinuik Tuanku Sidi lama mengaji dulunya di Salisikan, Sungai Buluah, lalu di Cacang, Tiku, Kabupaten Agam dan Ujuang Gunuang dengan Syekh Tuanku Panjang.
Seluruh niniak mamak, alim ulama, labai pegawai, urang siak Koto Baru, Walinagari Jolli Eriadi pun serempak mengiyakan, menyetujui apa yang disampaikan Tuanku Afredison tersebut.
Kalimat tahlil, shalawat berkumandang di kediaman Kinuik Tuanku Sidi. Sementara petugas jenazah sedang memandikan, para urang siak dan ulama pun membaca kaji dalam rumah.
Menjelang dishalatkan di Masjid Raya Koto Baru, Akmal Tuanku Sidi, satu dari sekian anak almarhum menyampaikan kesan dan pesan untuk masyarakat dan jemaah.
Sambil berjalan mengiringi jenazah, bacaan shalawat tak pernah putus diucapkan para pelayat yang ikut menshalatkan.
Deretan panjang tampak menghiasi jalan di areal persawahan menjelang sampai ke Masjid Raya Koto Baru.
Dari rumah duka, almarhum diantar lewat shalawatan yang saling sahut bersahut dari pengantar dan masyarakat.
Walinagari Koto Baru Jolli Eriadi yang melepas almarhum ke peristirahatan terakhirnya menyampaikan duka mendalam dari pemerintahan nagari yang dia pimpin.
"Beliau guru kita, mamak kita, inyiak kita. Beliau sangat sayang dan dekat dengan semua orang," katanya.
Mengabdikan dirinya sepanjang hayat untuk masyarakat. "Mari kita ikhlaskan kepergian beliau, dan selalu mendoakannya, semoga husnul khatimah," ulas dia.
Guru dan Tempat Pengabdian
H. Kinuik Tuanku Sidi sepertinya anak siak sejak kecil. Gemar mengaji, haus akan ilmu, terlihat ketika dia berusia lanjut selalu memelihara adab keulamaannya. Kemana pun dia pergi, selalu pakai sarung. Tak banyak bicara. Sekali bicara, mengandung hikmah dan pelajaran. Dia sering didatangi ulama dan acap pula mendatangi ulama. Ketika aktif di Surau Batuang, sering berkunjung para ulama dari berbagai nagari di VII Koto lama mendatangi Kinuik Tuanku Sidi ini.
Di samping sejumlah anak siak asuhan Kinuik Tuanku Sidi ini juga ada menetap di Surau Batuang itu. "Dari 1970 hingga 1993, Surau Batuang aktif mengaji kitab kuning. Ada santri dari Sijunjung dan Sungai Geringging yang paling menonjol saat itu," kata Akmal Tuanku Sidi, anak kandung Kinuik Tuanku Sidi.
Masa itu, Surau Batuang tak pernah sepi. Siang dan malam selalu aktif. Anak-anak Koto Baru pun banyak yang mengaji di surau itu. Shalat berjamaah selalu terjaga tiap waktu. Mekipun tidak musim "Sembahyang Empat Puluh Hari", shalat berjamaah tetap terpelihara dengan baik.
Makanya, orang tua-tua tak pernah putus untuk menetap tinggal di surau itu. Tidak pun dalam waktu wirid pengajian, para lansia itu bisa bertanya dan berdiskusi kaji dengan gurunya, Kinuik Tuanku Sidi.
Kinuik Tuanku Sidi pun yang didudukkan di surau itu, selalu menjaga amanah. Sebagai Khalifah Surau Batuang, dia tungguin betul surau itu.
Masa kecilnya, Kinuik Tuanku Sidi mengaji di Salisikan, Sungai Buluah, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. Di situ mengajar seorang tuanku. Gelarnya Tuanku Lunak. Masyhur zaman itu dengan "Ungku Lunak Salisikan".
Tapi tak lama beliau mengaji di Salisikan itu. Dia pindah mengaji ke Cacang, Tiku, Kabupaten Agam bersama Tuanku Imam Syarif. Dari Tiku, Kinuik Tuanku Sidi yang masih lajang ini, pindah dan pulang kampung, melanjutkan mengaji di Surau Ujung Kubu dengan beliau Syekh Ungku Panjang.
Pondok Pesantren Dinul Ma'ruf Perguruan Islam Sungai Durian, nama formal Surau Ujung Kubu. Syekh Ungku Panjang, pendiri perguruan ini, mencatat cukup banyak ulama hebat keluar dari surau ini.
Dan Surau Ujung Kubu inilah Kinuik Tuanku Sidi lama mengaji. Tentu tidak sekedar mengaji, terlibat dalam halaqah mingguan dan bulanan yang sering digelar di surau itu, Kinuik Tuanku Sidi pun ikut.
Keluarga dan Karya
Kinuik Tuanku Sidi adalah anak nomor dua dari dua orang beradik kakak. Lahir dari pasangan suami istri Baharuddin Datuak Gunuang dan Edek, di Koto Baru pada tahun 1936. Kakak Kinuik Tuanku Sidi adalah Saharuddin juga seorang tuanku yang mengabdi di tengah masyarakat.
Sementara, Kinuik Tuanku Sidi punya seorang istri, Ramuna namanya. Perkawinan Kinuik dan Ramuna melahirkan sembilan orang putra dan putri. Yakni Amir Anas, Martinis, Zainuddin, Syukrizon, Elva Wilis, Nursidah, Akmal Tuanku Sidi, Idarusta dan Zainal.
Beliau melanjutkan kekhalifahan Surau Batuang dari 1970 an hingga wafat 2024. Setidaknya, saat beliau menjalankan pengabdiannya di Surau Batuang, punya nama tersendiri dari sebelumnya.
Kinuik Tuanku Sidi berhasil menjadikan Surau Batuang bergairah. Banyak santri mengaji ke situ, tatkala beliau aktif mengajar dan mengabdi sebagai pelayan umat.
Surau Batuang bukan surau kaum, tetapi surau nagari. Nagari Koto Baru yang punya surau itu. Sepertinya, Kinuik Tuanku Sidi dan Surau Batuang saling isi mengisi. Surau Batuang berhasil mempopulerkan nama Kinuik Tuanku Sidi, Kinuik Tuanku Sidi pun berhasil menghidupkan surau itu.
Kehausan beliau terhadap ilmu dan kaji, membuat sejumlah tuanku membuat halaqah pengajian di situ. Artinya, beliau di datangi banyak guru dan tuanku. Pun sebaliknya, dia juga acap mendatangi ulama hebat, untuk menambah ilmu dan bersilaturahmi.