![]() |
التربية الإيمانية في بيت الله الحرام
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Pagi ini, aku berniat melaksanakan shalat Dhuha dan beristirahat sejenak di dalam Masjidil Haram. Namun, pintu-pintu menuju ke dalam ternyata ditutup, kecuali bagi mereka yang sedang melaksanakan umrah dengan pakaian ihram. Aku pun memilih untuk naik melalui jembatan arah Ajyad, dengan niat thawaf sunnah sebelum beristirahat.
Namun, tubuh terasa kurang fit, sehingga hanya mampu menyelesaikan satu putaran thawaf sebelum membatalkan niat awal dan mencari tempat untuk beristirahat di kawasan mushalla berkarpet. Ternyata, seluruh area tersebut sedang dalam proses pembersihan, dan jamaah diminta keluar.
Saat itulah aku menemukan satu kawasan mushalla yang masih ramai. Di sana, halaqah-halaqah Al-Qur'an tetap berlangsung, dan banyak orang duduk untuk menghafal, menyetorkan bacaan, atau sekadar menyimak pengajaran para syaikh. Aku pun masuk, melaksanakan shalat Dhuha, lalu duduk sejenak.
Anak yang Belum Berpuasa
Di sampingku, beberapa lelaki menyetorkan hafalan Al-Qur’an kepada para syaikh yang bertugas. Ada pula yang bersandar pada sajadah sandar, tertidur berselimutkan kain ihram. Suasana terasa damai, dengan udara sejuk dari luar berpadu dinginnya AC masjid.
Di hadapan tiga orang syaikh yang sedang mencatat absensi halaqah, tampak seorang anak lelaki Arab kecil berusia sekitar lima tahun, mengenakan jubah hitam. Aku terkejut saat melihatnya meneguk air dari botol kecil. Tak ada reaksi dari para syaikh yang bersamanya.
Bertanya aku dalam hati, "Berarti belum ditegaskan berpuasa?"
Padahal, dalam masyarakat kita—Indonesia—banyak orang tua yang telah membiasakan anak-anak mereka berpuasa sejak kecil. Aku teringat hadits dari Rubayyi' binti Mu'awwidz radhiyallahu 'anha tentang kebiasaan para sahabat mengajarkan puasa kepada anak-anak mereka:
عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ: "مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ". قَالَتْ: فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ، أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ، حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
"Pada pagi hari Asyura, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar untuk menyampaikan: ‘Barang siapa yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka hendaklah ia menyempurnakan sisa harinya (tanpa makan). Dan barang siapa yang pagi ini dalam keadaan berpuasa, maka hendaklah ia terus berpuasa.’ Setelah itu, kami pun berpuasa dan membiasakan anak-anak kami untuk berpuasa. Kami membuatkan mereka mainan dari wol. Jika ada di antara mereka yang menangis meminta makanan, kami berikan mainan tersebut hingga waktu berbuka tiba.”
(HR. Al-Bukhari No. 1960, Muslim No. 1136)
Aku merenung. Mungkin anak kecil tadi masih dalam masa belajar, dan orang tuanya belum membebani kewajiban puasa padanya.
Perempuan Kecil di Lantai Atas
Kemarin, saat thawaf sunnah di lantai atas, aku melihat seorang lelaki Arab menggandeng tangan anak perempuannya yang berumur sekitar lima tahun. Ia mengenakan celana panjang dan baju biasa, tanpa jilbab.
Aku teringat bagaimana di dekat Hotel Syuhada Makkah ini, banyak anak-anak perempuan kecil bersekolah tanpa mengenakan jilbab.
Terbayang firman Allah subhanahu wata'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim: 6)
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi, pakaian takwa itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat."
(QS. Al-A'raf: 26)
Aku bertanya dalam hati, apakah mereka belum memahami atau ada sudut pandang lain yang belum aku pahami?
Ujung Gamis yang Melebihi Mata Kaki
Saat sedang duduk menghadap kiblat, salah seorang syaikh pengajar Al-Qur'an itu melintas di depanku. Mataku melihat ujung gamis putihnya. "Apakah aku salah lihat? Sepertinya melewati mata kaki?"
Padahal, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:
ما أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإزَارِ فَفِي النَّار
"Kain yang berada di bawah kedua mata kaki (dari sarung) berada di dalam neraka."
(HR. Al-Bukhari, No. 5787)
Aku tersenyum tipis. Setiap tempat memiliki budaya dan pemahaman yang beragam. Aku yang masih harus banyak belajar, tak layak terburu-buru berprasangka.
Aku pun berdoa:
اَللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْنَا التَّأْوِيْلَ
"Ya Allah, berilah kami pemahaman dalam agama ini dan ajarilah kami makna Al-Qur'an."
Amiin.
Masjidil Haram, Makkah, Ahad, 9 Ramadhan 1446 H / 9 Maret 2025 M
Zulkifli Zakaria
Tulisan ini bisa dibaca di:
http://mahadalmaarif.com