![]() |
Oleh : Prof. Duski Samad Tuanku Mudo
Keragaman itu potensi disampaikan H. Fadli Amran, Walikota Padang saat melantik pengurus FKUB Kota Padang, periode 2025-2030, Rabu, 14 Mei 2025.
Pernyataan di atas mengindikasi jiwa inklusif dan progresif sang walikota yang sekaligus memberikan ruang yang cukup bagi semua pihak untuk bersama-sama membangun kota yang sering disuarakannya untuk kejayaan Kota Padang.
Beberapa waktu sebelum ini ada suara miring tentang relasi sosial dan hubungan antar umat yang distigma tidak produktif oleh kelompok tertentu. Persepsi negatif itu berbanding terbalik dengan realitasnya. Awal tahun 2025 ini Kota Padang dinobatkan Kota Inklusi sosial terbaik. Lebih lagi optimisme kuatnya toleransi terbaca pada pernyataan walikota di atas.
Padang sebagai kota besar yang mayoritas penduduknya beragama Islam dalam beragama sudah pada level yang kosmopolit, moderat, universal dan menempatkan Islam rahmatan lil alamin (rahmat untuk semua).
Ketaatan umat pada prinsip ajaran Islam bahwa nash (dalil dari Al-Qur’an dan Hadis) sangat memberikan frame bahwa keragaman adalah potensi yang bermanfaat besar.
Dalam al-Qur’an surat Al-Hujurat: 13
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal...”
Pesan utamanya bahwa keragaman adalah sunnatullah yang dimaksudkan untuk ta’aruf (saling mengenal), bukan konflik.
Dalam Quran Surat Ar-Rum: 22 artinya.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan perbedaan bahasamu dan warna kulitmu.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berilmu.”
Jelas bahwa perbedaan bahasa, budaya, warna kulit adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah (ayatullah).
Dalam Hadis.. artinya..“Tidak ada kelebihan orang Arab atas non-Arab, atau non-Arab atas orang Arab, kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad, dinilai hasan).
Hadis ini menegaskan tentang kesetaraan dalam keragaman, yang membedakan hanya takwa.
Dalam fatwa dan pendekatan fikih
sosial di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI):
fatwa tentang keharmonisan sosial menyebutkan pentingnya ukhuwah insaniyah dan ukhuwah wathaniyah dalam membina kehidupan yang majemuk.
Keragaman agama, suku, dan budaya harus dikelola sebagai kekuatan bangsa.
Fikih kebhinekaan (PBNU) menjelaskan ada konsep “fiqh al-ta’addud” (fikih kemajemukan) yang memandang pluralitas sebagai sunnatullah yang harus dijaga dengan prinsip toleransi (tasamuh), keadilan sosial (‘adalah), dan kerja sama (ta’awun).
Kajian ilmiah (Sosiologis-Religius) di antaranya dalam perspektif sosial Islam. Dalam masyarakat Islam, keragaman tidak hanya ditoleransi tetapi juga dijadikan sarana pembentukan masyarakat madani.
Konsep ummatan wasathan (umat yang moderat) meniscayakan kemampuan mengelola perbedaan secara konstruktif.
Potensi Keragaman di antaranya
Keragaman budaya akan menciptakan inovasi dan kreativitas.
Keragaman etnis dapat memperluas jejaring sosial dan ekonomi.
Keragaman agama besar artinya dalam membuka ruang dialog dan kedewasaan spiritual.
Prinsip Transformasi:
Dari perbedaan menuju persatuan (al-ikhtilaf ila al-wihdah). Dari potensi konflik menuju potensi kolaborasi.
Pada tingkat implementasi pendidikan multikultural Islam.
Dakwah berbasis nilai inklusif dan toleransi. Kolaborasi antar umat dan antar budaya adalah buah dari keragaman itu sendiri.
TOLERANSI DALAM KERAGAMAN DI KOTA PADANG
Toleransi di Kota Padang: Antara Sejarah, Realita, dan Harapan. Latar sejarah Kota Padang sebagai kota pelabuhan dan pusat perdagangan sejak masa kolonial telah lama menjadi titik pertemuan berbagai etnis: Minangkabau, Tionghoa, India, Arab, Jawa, Batak, dan lainnya.
Keberadaan klenteng, masjid tua, gereja, dan kawasan multi-etnis (seperti Kampung Cina dan Kampung Nias) mencerminkan tradisi hidup berdampingan yang telah lama ada.
Aspek sosial keagamaan
Walaupun mayoritas masyarakat Minangkabau menganut Islam, dengan filosofi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Namun adat Minangkabau sendiri bersifat terbuka terhadap perbedaan identitas sosial.
Di Kota Padang terdapat komunitas Kristen, Katolik, Buddha, dan Konghucu yang hidup berdampingan, meski jumlahnya minoritas.
Kota Padang dikenal cukup aman dan relatif toleran, meski sesekali terjadi friksi terkait perizinan rumah ibadah atau ekspresi keagamaan di ruang publik.
Isu dan Tantangan.
Penerapan aturan berbasis agama di ruang publik seperti larangan berpakaian ketat atau aturan sekolah terkadang menuai perdebatan dalam konteks kebebasan individu dan pluralitas. Sejatinya issu ini ada yang "menggoreng" dengan tujuan yang tak baik.
Ada beberapa insiden atau ketegangan sosial terkait tempat ibadah non-Muslim yang sempat mencuat, tapi umumnya dapat diselesaikan melalui dialog antar umat beragama.
Masih terbatasnya forum lintas agama di tingkat akar rumput adalah masalah yang mesti diperhatikan Pemko.
Upaya Penguatan Toleransi. Penguatan Pemko Padang terhadap
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah bentuk nyata agar pengurusnya lebih aktif dan menjembatani komunikasi lintas iman.
Pendidikan multikultural di sekolah mulai dikembangkan, meski belum merata.
Kegiatan lintas komunitas, seperti bakti sosial atau buka puasa bersama lintas iman, menjadi ruang interaksi positif.
Potensi Kota Padang sebagai Model Toleransi.
Modal budaya Minangkabau yang egaliter dan musyawarah menjadi kekuatan untuk mendorong dialog.
Generasi muda Kota Padang yang semakin terbuka, khususnya melalui pendidikan dan media sosial, menjadi agen perubahan dalam menyemai nilai toleransi.
Kesimpulan:
Keragaman bukanlah beban, melainkan potensi besar yang jika dikelola dengan bijak akan melahirkan kekuatan sosial, spiritual, dan kultural. Pernyataan Walikota Padang H. Fadly Amran yang menegaskan bahwa keragaman itu potensi adalah refleksi dari semangat inklusif dan progresif kepemimpinan kota yang terus berupaya merawat kebersamaan dalam keberagaman.
Al-Qur’an, Hadis, fatwa MUI, dan fikih kebinnekaan semuanya memberikan landasan teologis dan etis bahwa perbedaan adalah sunnatullah. Islam mengajarkan ta’aruf (saling mengenal), tasamuh (toleransi), dan ta’awun (kerja sama) dalam menyikapi pluralitas. Secara historis, Kota Padang sebagai kota pelabuhan telah lama menjadi ruang perjumpaan antar suku, agama, dan budaya. Ini menjadikannya sebagai laboratorium sosial multikultural yang hidup.
Meski tantangan masih ada — seperti isu rumah ibadah, ekspresi keberagamaan, dan peraturan sosial keagamaan — namun realita menunjukkan bahwa masyarakat Kota Padang secara umum hidup dalam harmoni. Dukungan pemerintah melalui penguatan FKUB dan pendidikan multikultural memperkuat fondasi toleransi yang telah lama tumbuh.
Mengedepankan prinsip “dari perbedaan menuju persatuan,” Kota Padang berpotensi menjadi model nasional dalam membangun peradaban kota yang inklusif, harmonis, dan kosmopolit berbasis nilai-nilai keislaman yang moderat dan terbuka.
Keragaman, jika dirangkul dengan bijak, adalah kekayaan bangsa. Bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk dipersatukan. DS. 14052025.
*Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat